Hold Me Tight ( boyslove)

Menggagalkan rencana



Menggagalkan rencana

0"Setidaknya, mandilah dulu, Nath..."     
0

"Dasar bodoh, apakah di saat genting seperti ini kau masih mementingkan penampilan ku saat ada di dekat mu? Kau masih peduli tentang tanggapan orang lain terhadap kita? Belaga sempurna sekali kau!"     

Marah Nathan dengan menyentak Max yang masih sempat-sempatnya untuk mengacak surai berkeringat itu.     

Tak lama setelah mendapati sebuah kertas dengan kalimat pandang kali lebar yang bahkan hanya di pahami Nathan dengan kesimpulan singkat, seorang pria telah merendahkan kawan wanitanya itu dengan tak pantas.     

Lisa jelas saja, saja pergi untuk memenuhi undangan pria brengsek yang hendak memperlakukan Lisa tak benar itu, meski jam di dinding masih menunjukkan waktu yang terlalu pagi dari perjanjian tertera.     

Nathan tak akan diam saja kala Lisa hendak mengambil kesalahan fatal lagi dengan mengorbankan satu nyawa yang sudah berkembang di dalam tubuhnya. Pria itu tak ingin terjadi apa pun pada calon keponakannya itu.     

Pergi menyusul secepat mungkin, berharap Lisa belum bertemu pria hidung belang bernama Ilham itu.     

Namun agaknya Max tak bisa di ajak kerja sama, alih-alih mengikuti tarikan lengannya menuju pintu depan yang masih terjerembab, pria berparas oriental itu malah berjalan lawan arah. Bagaimana Nathan tak tersulut emosi, terlebih Max yang tak kenal situasi malah menyembunyikan tawanya.     

"Berikan kunci mobil mu, aku akan pergi ke hotel itu sendirian saja."     

Nathan yang lantas merogok kain celana yang kenakan oleh Max. Namun karena serampangannya, telapak tangan pria itu malah menyenggol titik sensitif milik sang dominan.     

"Kau malah membuang waktu dengan cara mu yang seperti ini. Mau tanggung jawab jika milik ku bangun?"     

Nathan pun membelalakkan kedua  netranya, tak lama setelah itu menurunkan bola mata untuk merasakan kejanggalan yang mengenai punggung tangannya. Mendengus kasar, ia pun lantas melepaskan cekalan tangan milik Max dan menyaduk dada telanjang     

itu. "Masih sempat-sempatnya untuk cabul."     

"Bicara diri mu sendiri, eh?" balas Max yang lantas membalikkan tubuhnya untuk melanjutkan perjalanan.     

Sebelum Nathan memprotes dan memperpanjang durasi tak penting, pria jangkun itu pun kembali berucap, "Aku tak ingin aroma tubuh mu yang merangsang itu di nikmati oleh orang lain. Dari pada diam, bagaimana kalau kau siapkan pakaian untuk kita? Setelah itu susul aku untuk mandi, seperti kata mu, menghemat waktu."     

Nathan yang mematung, rentetan saran yang di ajukan oleh Max seperti hanya penuh pengaturan. Meredam hasrat ingin meninju wajah yang menyebalkan itu, tak ada pilihan lain untuk membuatnya patuh kali ini.     

Max memang dapat di andalkan, namun tak bisa begitu saja untuk mendapatkan pujian dari pria yang terdiam di bangku penumpang. Mobil mewah itu melesat lincah di tengah keramaian.     

Bergeser tentang kecemasan pada orang lain, kali ini Nathan malah membayangkan kejadian tak terduga yang baru saja di alaminya.     

Max mengambil waktu sempit untuk mengambil kesempatan. Bukan menariknya pada percintaan super singkat, tak memasukkan kejantanannya ke dalam lubang sempit yang sudah seperti sedikit melonggar. Namun Max memiliki cara lain untuk menyiksanya di dalam kamar mandi sempit, jemari panjang dan besar milik pria itu di lesakkan begitu saja ke dalamnya.     

"Harus di bersihkan secara menyeluruh, supaya tak gatal. Lebih buruk lagi, bagaimana kalau nanti jadi bayi, bagaimana cara mu merawat keponakan mu sekaligus?"     

Ya, Max memang sudah sangat gila, agaknya ia masih berkhayal untuk memiliki buah cinta dengan hasil persetubuhannya bersama dengan seorang pria.     

Namun lagi-lagi tak bisa marah, Nathan tak ingin di sela lagi dengan balasan telak berseling mesum dari Max.     

Tak memakan waktu lama, kendaraan mereka pun sudah berhenti pada sebuah alamat yang tercantum di sebuah kertas bekas terkepal. Masih tersisa waktu cukup banyak.     

Max dan Nathan keluar dari mobil setelahnya, menyerahkan kunci pada petugas dan berjalan terburu-buru untuk melampaui lantai lima.     

Semua orang jelas saja memberikan perhatian yang berlebih pada Max, lagi-lagi pakaian yang di pilihkan terburuk tak juga membuat pandangan orang lain menatap pria berwajah oriental itu dengan tawa mempermalukan.     

Atasan pendek berwarna merah dan celana bahan berwarna hijau, bahkan di puji sangat panas layaknya cabai oleh kumpulan wanita cantik. Bagaimana Nathan yang selaku seorang pria itu tak kesal? Demi apa pun, auranya seperti tenggelam dan yang paling parah, kehadiran Nathan tak di sadari oleh siapa pun.     

Tingg     

Melenggang keluar begitu saja, menyerobot barisan depan hingga membuat bahunya menyenggol secara sengaja pada wanita yang paling genit.     

"Hei, mata mu buta, ya? Lagipula kau tak bisa antre, terlalu terburu-buru untuk menjemput wanita mu yang mengangkang di satu ruangan?"     

Nathan sontak saja menolehkan pandang, lagi-lagi wanita itu membuat kesal setelah menggesernya ke sudut sempit terkucilkan.     

Menampakan dirinya dengan raut dingin, lantas melangkahkan kakinya perlahan untuk mendekat pada segerombolan wanita yang di punggawai oleh yang berdandan paling tebal.     

Sama-sama, menunjukkan raut ketidakterimaan, lengan keduanya bahkan sudah berkacak pinggang, tak ada yang ingin mengalah sampai-sampai Max tak ingin terlibat urusan dan menjelma menjadi penonton.     

"Pria apa yang memperlakukan wanita seburuk kau, eh?! Ku harap wanita mu lekas sadar dan meninggalkan mu!"     

"Memang aku sedang terburu-buru, tapi tak akan ada wanita mengangkang untuk ku. Karena aku lebih suka bermain anggar dengan kekasih ku."     

Nathan menarik lengan Max setelahnya, melenggang pergi meninggal kumpulan wanita yang mematung di tempat. Masih sempat untuk menampilkan senyum seringai, mereka terlalu terkejut hingga air liur hampir saja menetes keluar dari dalam mulut mereka yang menganga lebar. Nathan terlihat sangat puas.     

"Jalang! Sungguh sangat puas sekali bisa melihat orang-orang menyebalkan seperti itu menjadi tak berkutik dengan ucapan ku!"     

Max yang melangkah sangat dekat dengan Nathan itu pun hanya mengangguk-angguk pelan.     

Rupanya lebih dari Nathan, pria berwajah oriental itu jauh lebih merealisasikan kepeduliannya dengan cara mengedarkan luas pandangannya untuk menatap nomor ruangan yang di cantumkan pada bagian akhir surat.     

Nathan yang berubah tak fokus, ia pun malah nampak sewot saat melihat Max tak mempedulikannya.     

Langkahnya terhenti, rautnya memberenggut dengan pandangan sangat tajam pada Max yang membelakanginya.     

"Ruangannya di tempat paling ujung. Ayo, cepat!"     

Max yang menyadari Nathan telah tertinggal, lantas membalik badan dan menunjukkan wajah seriusnya.     

"Rupanya kau marah karena aku membuat citra mu buruk di depan para wanita asing itu, benarkan?"     

Pertanyaan Nathan yang jauh tak berkaitan dengan misi mereka, membuat Max lantas datang menghampiri.     

Di lorong sempit dengan dua sisi ruangan berhadapan. Kedua pria itu berhadapan dengan sangat intens. Bisa di katakan sangat rapat karena sang dominan telah membelitkan lengannya di lingkar pinggang milik Nathan.     

Nathan yang tak sadar jika di setiap tindakannya selalu membawa serta Max pada perangkap gairah.     

Entah terlalu polos atau lebih cerdik dengan cara Nathan yang menarik ulur, yang pasti pria yang bisa di katakan mungil untuk perbandingan itu sudah terdapat gelagat untuk menguasai Max secara penuh.     

Nathan yang menampilkan wajah cemberut dan seperti membujuk untuk lekas di jemput, sedangkan saat Max sudah datang dan menempel dekat, ia malah kebingungan untuk melepaskan diri, tubuhnya terus saja. meronta.     

"Max, lepaskan aku."     

"Tidak, mereka masih ada di sana, bukankah kau masih ingin memamerkan ku?" jawab Max yang kali ini dengan tak tau malunya malah mencium pipi Nathan yang tengah bersemu kemerahan.     

"Huaa... Mereka benar-benar sepasang kekasih.." pekik kumpulan wanita yang kali ini malah berjingkrak kegirangan.     

Nathan yang menolehkan pandang sontak saja mengerutkan dahinya. "Sungguh, apakah memang ada golongan yang mendukung hubungan sesama pria seperti itu?" heran Nathan yang kali ini malah mendapatkan lambaian tangan dengan ponsel yang di arahkan untuk mengambil gambar.     

Secepat kilat, Nathan pun kembali menyingkur, menghindari wajahnya yang akan terambil gambar. Bukan tidak mungkin, kumpulan wanita berisik itu bisa saja menyebarluaskannya ke sosial media.     

Max yang kali ini melepaskan Nathan, berganti untuk mencekal pergelangan lengan pria itu untuk melanjutkan perjalanan.     

Ruang 3348, mereka sudah sampai di depan pintu. Max dan Nathan sangat yakin jika Lisa sudah ada di dalam sana, hanya bisa berharap pria brengsek yang tak di kenal mereka masih belum datang.     

Menekan tombol ruangan, Nathan yang tak sabaran sampai beberapa kali melakukannya dalam satu waktu. Sedangkan Max hanya menyandarkan tubuhnya saja di sisi samping tembok pembatas.     

Pintu terbuka setelah beberapa waktu. Sangat perlahan, hingga Nathan yang tak sabaran pun lantas menerobos masuk.     

Max pun mengikuti setelahnya. Sedangkan Lisa yang sesaat tadi menundukkan kepala dalam langsung berganti dengan raut keterkejutan.     

"Kalian?" cicit Lisa dengan sekujur tubuhnya yang masih bergetar hebat. Demi apa pun, wanita itu mengira jika Ilham yang datang meski pun waktunya masih terlalu awal.     

"Katakan, dimana pria pengecut yang sangat brengsek itu?"     

Sentak Nathan yang sudah sampai menjelajah seluruh ruangan besar yang di pesankan itu. Napasnya menderu, emosinya meletup saat pada bagian lemari pun kosong, tak ada sosok pria berwajah cabul yang menampak di sana.     

Sedangkan Max hanya terdiam di tempatnya saja, lengannya bersendekap dengan objek pandang di hadapannya. Ranjang berukuran besar yang masih sangat rapi, hanya tas kecil milik Lisa yang di letakkan di sana.     

"Pria itu belum datang."     

Ucapan Max tanpa mendapatkan respon apa pun dari Lisa, wanita itu masih betah untuk memandang sepatu rendahnya saja.     

Nathan pun yang kali ini sudah mereda, pria itu lantas berjalan cepat untuk mendekap kawan wanita yang ada di ambang pintu itu.     

Memberikan pelukan yang sangat erat, Lisa yang terharu pun tanpa sadar meneteskan air mata, isakannya pun lantas terdengar jelas.     

"Baguslah, dia masih belum datang. Aku sangat lega," ucap Nathan dengan telapak tangannya yang masih mengelus perlahan bagian tubuh belakang milik Lisa.     

Max yang memutuskan untuk bergabung, membawakan serta tas kecil milik wanita itu. "Kenapa kalian malah berpelukan dan saling perhatian di ruangan ini? Akan lebih bagus jika kita segera pergi."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.