Hold Me Tight ( boyslove)

Berpindah tempat, namun masih bersama



Berpindah tempat, namun masih bersama

0"Apakah kau serius? Apakah kau tak menganggap ku mencari kesempatan dengan tingkah memelas ku?" tanya seorang wanita dengan lengannya yang terus menggoyangkan milik pria yang duduk di samping itu. Matanya nampak sangat berbinar, pipinya sampai bersemu memerah. Bibirnya yang terus di tarik, seperti tak sedikit pun membuat rahangnya keram atau imbas giginya yang mengering.     

Sedangkan sang pria yang tengah menumpukan satu kakinya dan menyandarkan tubuh dengan nyaman, jelas saja terusik dengan kericuhan wanita itu. Pandangannya yang terfokus pada kartun di layar kaca, membuatnya seketika saja menggeram kesal, ia sudah melewatkan bagian terlucu dari tontonan anak-anak yang di lihatnya.     

Nathan pun lantas menarik napas panjang, mengisi ruang kosong di rongga dadanya, dan perlahan mengeluarkan sisa lewat mulut. Matanya yang terpejam dan terbuka setelahnya. Kepalanya menoleh, menyasar pada wanita girang yang ada di sampingnya.     

"Kau sudah mengatakan itu dari kedatangan kita siang tadi. Apakah masih tak jelas untuk mu?" tanya Nathan dengan suara pelannya.     

"Tapi tempat ini terlalu mewah, bahkan ranjangnya sangat besar dan empuk sewaktu ku tiduri, apakah aku pantas mendapatkan kebahagian beruntun dari kalian berdua?"     

"Karena kau yang terus saja merengek, nampaknya satu alasan itu menjadi satu alasan yang tepat," Nathan pun melebarkan pupil matanya, sudah terlalu lelah untuk mengeluarkan jawaban yang sama.     

"Hua... Nath, apakah kau serius mengatakannya?"     

Nathan yang sedari tadi terus bersabar untuk menjawab pertanyaan beruntun dari Lisa. Mereka yang saat ini berkumpul di sebuah ruangan yang sangat mewah masih tak begitu di percaya oleh wanita itu.     

Keluar dari lingkup sempit dan sangat pengap, seketika saja begitu mengejutkan Lisa yang bahkan sampai merasa letih saat di ajak keliling unit apartement istimewa itu.     

Tak ada lagi kursi kayu yang keras, bokongnya sudah terselamatkan dengan sofa empuk. Lisa sudah sangat nyaman untuk mengobrol dengan Nathan seperti ini.     

Lisa yang tertawa ceria, jelas saja menjadi pemandangan yang sangat indah bagi Nathan. Terlepas dengan penatnya pria itu menangani, Nathan sudah seperti tak bisa terpancing amarah oleh calon ibu itu. Bukan atas dasar cintam atau semacamnya, sudah di katakan jika mereka lebih dari itu.     

Lisa pun mendekap Nathan dengan sangat erat, wajahnya di tidurkan tepat di dada milik Nathan, terlebih dengan cara pria itu mengulas senyum, walau sangat tipis.     

"Sungguh, katakan pada Max, Nath... Aku sudah cukup nyaman untuk merebahkan diri ku di sofa ini. Ranjang besar itu tak cocok untuk ku."     

"Jangan terlalu berlebihan, aku hanya berusaha menyenangkan pria di samping mu itu. Lagi pula anggaplah ranjang leluasa yang kali ini kau tempati itu sebagai ganti rugi. Dipan mu ku hancurkan saat mencoba bercinta dengan Nathan di sana."     

Cupp     

Seorang pria datang setelahnya, menyahut pada ucapan yang di katakan oleh Lisa.     

Berdiri menjulang dengan balutan bathrobes berwarna biru gelap. Wajahnya yang nampak sangat segar. Surai kecoklatannya basah, namun masih sangat rapi seperti biasanya.     

Lisa yang menarik pandang dengan ekspresi keterkejutan. Tubuhnya menjauh dari dekapannya pada Nathan. Mulutnya menganga lebar, matanya membulat tak menyangkan.     

Sedangkan Nathan menjadi lebih tidak peduli. Pandangannya sama sekali tak tertarik untuk di alihkan pada pria yang berdiri di sampingnya itu. Lengannya bersendekap, ekspresinya sangat datar. Sebelum merasakan benda lembab yang menabrak bibirnya.     

"Max, kau gila, ya!"     

Nathan yang jelas saja marah, lengannya yang membelit, lantas tertarik lepas hanya untuk niatannya yang ingin memberikan pukulan.     

Namun jelas saja gagal, yang di hadapi Nathan bukan orang lain, Max punya satu kelebihan, yaitu lebih dari segalanya walau hanya berjarak satu tingkat.     

Nathan tak ingin mempermalukan dirinya lagi. Pria itu hanya diam, tak berusaha meronta meski pun satu lengannya tertawan.     

"Jadi, itu sebabnya kalian tidur di mobil? Dan lagi, tisu bekas yang ku temukan itu, apakah...."     

"Kau sangat pandai dalam menebak, Lis."     

Ucapan Lisa yang menggantung itu lantas di benarkan Max tanpa pikir panjang. Wanita itu malah menjadi semakin gila, ekpresinya sangat girang dengan kedua lengan terkepal yang sampai di angkat tinggi.     

Nathan yang dihimpit oleh dua orang makhluk tak jelas, lantas membuatnya makin jengah, terlebih dengan upaya melarikan dirinya yang tertahan oleh pria dominan itu.     

"Apa lagi!" kesal Nathan dan langsung saja mempertanyakan pada Max.     

"Kenapa aku perlu meminta terlebih dahulu? Apakah kau tak ada inisiatif?" balasan Max yang penuh dengan kode membuat Nathan meneguk ludah kasar.     

Sedangkan Lisa yang sudah mengetahui tentang pembicaraan yang harusnya pribadi itu, lekas saja di pahami dengan bangkitnya ia dari duduk nyaman.     

Mengulas senyum lebar, sekali pun Max atau pun Nathan tak ada yang berminat untuk mengalihkan pandang. Sepasang kasmaran itu tengah beradu kasih dengan pandangan yang menyasar intens satu sama lain.     

"Hoamm... Ku rasa aku sudah harus tidur. Ibu hamil tak boleh begadang kan? Perut ku yang sudah terisi penuh, di tambah ranjang yang sangat luas dan empuk. Pasti aku tidur nyenyak."     

"Jangan lupa minum susu mu dulu."     

Lisa yang hendak melangkah pergi, lantas menolehkan pandang kembali pada pemilik perintah, Nathan yang sangat perhatian.     

"Baiklah."     

Lisa memutar arah tujuan, kali ini berbelok pada dapur mewah dengan perabotan yang lengkap, ia tak sabar untuk memperagakan keahliannya dalam memasak.     

Membuka lemari penyimpanan dengan sedikit berjinjit, kotak susu yang baru saja di belikan itu pun lantas di buka.     

Keceriaannya masih jelas menampil, di setiap pergerakannya masih di iringi dengan bibir yang mengulas. Sebelum pekikan keras seseorang membuatnya penasaran.     

"Max... Eunghh.... Apakah kau mau ku pukul?"     

"Pukul saja, tapi jelas aku akan membalasnya, sayang... Di bokong seksi mu, sampai memerah dengan cap tangan besar ku, apakah kau pikir itu sangat menggairahkan?"     

Max yang menciumi area leher Nathan. Lisa yang berlari cepat, jelas saja melihat perbuatan kedua pria yang membelakangi posisinya itu.     

Lisa menggigit bibirnya dengan sangat erat, desakan untuk memekik keras jelas saja harus di tahan, wanita itu tak ingin merusak suasana. Terlebih dengan balasan Nathan yang mendesah keenakan dengan kedua telapak tangannya yang mencengkram erat surai milik Max yang basah itu.     

"Max, apakah kau gila? Kau akan melakukannya di sini?"     

Nathan yang sudah di desak, tubuhnya menyandar ke bagian punggung sofa yang empuk. Kepalanya mendongak secara penuh. Kali ini menghentikan kepala Max yang hendak menyusup masih ke dalam kaosnya.     

"Apakah kau tega untuk melepaskan kesenangan wanita itu?"     

Balasan Max membuat Nathan buru-buru mendorong pria itu menjauh. Pandangannya berbalik, menyasar pada bagian dapur yang memang di sisi depan pintu masuk.     

Lisa di sana, berdiri mematung dengan pakaian terusannya yang terdapat serbuk putih mengotori.     

Nathan meringis perlahan, wajahnya sangat memerah, sedangkan bibirnya yang buka tutup, tak tahu harus diam atau coba memberikan pengertian pada wanita itu.     

Namun sebelum sempat upayanya terlaksana, Nathan merasakan tubuhnya melayang di pelukan seseorang.     

"Max.... Jangan membuat ku malu, jangan memperlakukan aku seperti wanita."     

Nathan yang jelas saja memprotes saat Max menggendongnya bak mempelai wanita. Pandangannya mempertajam coba untuk memberi peringatan, hidungnya kembang kempis, bibirnya teratup rapat, serta rahangnya yang mengetat. Lisa di sisi lain, masih menjadi sasaran Nathan.     

1

"Selamat tidur, Lis! Ku harap kau tak mimpi basah karena melihat cuplikan singkat yang tengah kau intip."     

Max tak mempedulikan protesan Nathan sedikit pun. Pria dominan itu bahkan melenggangkan langkahnya dengan ringan, seolah tak mempunyai beban tanggungan, terlebih Nathan yang masih saja terus meronta.     

Lisa yang di berikan ucapan selamat tidur, seketika saja tak bisa berkutik saat kata lanjutan berupa peringatan di sasarkan untuknya. Ya, wanita itu berharap tak kedatangan mimpi yang macam-macam.     

Duarr     

Pintu tertutup dengan tendangan kaki Max yang membantu, menyembunyikan privasi antara dua orang pria yang selayaknya tak memiliki kebosanan untuk bercinta.     

Di sebuah ruangan yang terkesan sangat mewah, lebih besar dari ruangan sampingnya yang pernah di tempati oleh Nathan. Masih pada ciri khas pebisnis tekun, rak buku dengan jajaran map yang mengisi. Meja kerja dengan kursi putarnya yang terlihat sangat mahal, juga di letakkan pada sisi sudut paling dekat dengan pembatas kaca.     

Nathan di lemparkan begitu saja di ranjang dengan lapisan kain berwarna putih. Tubuhnya jelas saja memantul singkat, wajah keterkejutannya menjadi tarikan seksual tersendiri bagi Max, terlebih saat mulut Nathan yang sampai menganga. Bagaimana pria berwajah oriental itu tak gemas untuk mengisi sesuatu di dalam rongga lembab itu?     

Mengeluarkan seringainya, Max yang tanpa tedeng aling-aling langsung menarik lepas lilitan tali yang menutup. Pandangannya masih di arahkan penuh pada Nathan yang tak berdaya dan tengah berbaring di ranjangnya secara nyata. Melepaskan ringan begitu saja, bahu lebarnya yang di lingkup ke dalam, membuat kain penyerap itu bergerak jatuh, tergeletak di lantai.     

Telanjang, hanya selapis tipis yang sudah tak bisa menampung pemberontakan dari kejantanannya yang tengah berkedut.     

Mengangkat satu alis, masih dengan senyumnya yang membanggakan diri sendiri. Nathan pun lantas bangkit dari baringannya. Bergeser lebih mendekat pada pria penggoda itu.     

Duduk di sisi pinggir ranjang, keduanya kakinya sudah menggantung dengan telapak telanjangnya yang berjibaku dengan dinginnya lantai keramik.     

Nathan mendongakkan pandang setelah sesaat sempat terfokus pada sesuatu yang ada di antara kaki Max itu.     

Nathan memberikan ekspresi yang sama, secara bersamaan menumpahkan beban tubuhnya ke belakang, kedua lengannya menyangga.     

"Apakah kau tak ada sedikit pun belas kasihan untuk ku? Kau pikir lubang ku tidak sakit, apa?"     

Nathan berucap sangat lirih. Namun alih-alih menampilkan ekspresi memelas untuk bisa di lepaskan, pria itu malah mengulas senyumnya dengan sangat lebar.     

Terlebih dengan gerakan tiba-tiba pria itu, Nathan yang menyentuhkan lengannya pada kejantanan milik Max. Mencengkram lebih keras seiring dengan pandangan pria berwajah oriental itu yang bertambah kabut gairah.     

Nathan semacam penggoda yang sudah sangat ahli. Masih pada posisi yang sama, pandanganya mendongak untuk menatap balas intens pada pria di hadapannya itu. Lidahnya terjulur untuk membasahi permukaan bibirnya, hanya semacam alibi.     

"Ini saat yang tepat, bagaimana kalau kita berganti posisi, Max?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.