Hold Me Tight ( boyslove)

Tamu yang tak di sangka



Tamu yang tak di sangka

0"Gawat!"     
0

"Kenapa sangat cemas? Angkat bokong mu dan segera bukakan saja pintunya."     

"Kau pikir ini properti umum hingga kita yang hanya menumpang ini membukakan pintu pada tamu lain?"     

"Lalu jika tamu itu adalah orang terpentingnya Max bagaimana?"     

"Tapi tak cukup menjadi berita yang konyol jika seseorang di balik pintu itu menuduh ku penyusup, kan?"     

Lisa dan Nathan berdebat, hanya karena suara bel pintu yang di tekan secara berulang sejak beberapa menit berlangsung.     

Awalnya, baik Nathan atau pun Lisa berniat untuk mengabaikan saja tamu yang datang pagi buta itu. Ya, sebelum terus bergulir sepertim sekarang.     

Nathan yang jelas tak ingin membukakan pintu, sedangkan Lisa yang malah masih sempat-sempatnya untuk menyendokkan suapan ke dalam mulutnya.     

Seakan tak bisa di ajak berpartisipasi dengan baik, Nathan jelas saja geram. Matanya melotot tajam dan lengkap dengan dengusan kasarnya saat wanita itu malah menampilkan balas dengan sangat ceria.     

Lisa yang lama-lama berprasangka, niat godaannya yang tak tepat pun langsung di akhiri.     

Meletakkan alat makannya di atas piring, Lisa pun turun perlahan dari kursi tinggi yang ditempatinya itu, keduanya menumpu pegangan pada bagian meja.     

Lisa yang siap melangkahkan kaki, posturnya berdirinya di buat meliuk sedikit kebelakang dan menunjukkan perutnya yang sudah membesar, satu lengannya juga menyangga pinggang.     

Hanya berjarak sangat dekat dari mereka saat ini. Namun rupanya Nathan sejak awal ogah-ogahan itu malah mencegat pergerakan wanita itu. Nathan jauh lebih panik saat Lisa yang akhirnya malah mendesak untuk bertindak.     

"Kau yang bukakan pintu? Baiklah... Aku akan kembali ke kursi tinggi itu dan melanjutkan makan, perut ku sangat keroncongan, Nath..."     

"Lis, kau pergilah. Sembunyi di dalam kamar!"     

Nathan menarik Lisa yang hendak memutuskan untuk menikmati pagi menyenangkannya. Memberikan perintah yang malah membuat wanita itu memicingkan mata.     

"Kenapa aku harus bersembunyi?"     

Pertanyaan Lisa membuat Nathan refleks tepuk jidat. Tak ingin menyita waktu lebih banyak untuk merubah mimik wajah menjadi geram, pria itu pun lantas membalas, "Coba pikirkan diri mu siapa!"     

"Huaa!"     

Lisa terpekik ringan, Nathan yang sebelumnya memberi bisikan lirih, tanpa aba-aba langsung mengangkat wanita hamil itu.     

Sangat berat, bahkan Nathan yang sudah mengerahkan tenaga penuh, masih tak mempan dengan cara napasnya yang langsung saja memburu.     

Langkah kaki telanjang milik Nathan di percepat, jelas masih di usahakan untuk berhati-hati.     

"Nath... Memangnya aku seberat itu, ya?" rengek Lisa setelah Nathan menurunkannya di depan pintu kamar yang di tempati.     

Nathan yang jelas saja masih meredakan debar jantungnya yang memompa sangat cepat. Layaknya olahraga pagi, bahkan sudah membanjiri sekujur tubuhnya.     

Tingg Tongg     

Suara bel yang masih di tekan, membuat Lisa dan Nathan berjengkit dari tempat berdirinya.     

"Sudah, jangan kau cebikkan bibir mu dengan mata berkaca-kaca seperti itu. Kau memang berat, itu kenyataan mu. Tapi sekarang aku harus segera menghadapi keharusan ku sebagai perwakilan untuk membukakan pintu. Kau masuklah ke dalam!"     

Nathan berlari kencang setelahnya, namun masih merasa tak lega karena rupanya Lisa yang tak kunjung menurut.     

Juluran lidah dan juga senyum Lisa yang menyebalkan, lantas terhenti saat Nathan membelalakkan mata tajam dan mengkode pengusiran untuk lekas di turuti.     

Berhenti di depan pintu, Nathan berusaha menormalkan pernapasannya yang memburu. Lengannya yang berkeringat, lekas di keringkan pada kaos pendek yang dikenakannya saat ini.     

Menyentuh pegangan pintu otomatis, lantas menariknya untuk terbuka.     

Sesosok pria yang mengenakan pakaian formal berwarna hitam. Wajahnya yang sangat kaku rasanya cukup familiar dalam pengamatan Nathan.     

Lega untuk beberapa detik berselang,. harusnya Nathan tak terlalu panik jika sebelumnya ia mengintip lewat monitor yang terpasang di samping pintu.     

Nathan mengulas senyum lebar, namun malah mendapatkan balasan berlebihan dengan cara pria itu membungkukkan badan.     

"Selamat pagi."     

"Ya... Ya, selamat pagi! Maaf karena terlalu lama membukakan pintu, tadi aku sedang ada di kamar mandi. Sekali lagi, maafkan aku, ya!"     

"Nathan?"     

Ucapan Nathan dengan suaranya yang menjadi terbata-bata. Lengannya bertaut dengan menarik satu persatu jemari panjang itu. Terlebih dengan datangnya suara panggilan yang menyasar tanya dari sisi lain.     

Kali ini Nathan benar-benar mematung di tempat, tak mengerti harus memberikan penjelasan logis macam apa untuk kehadirannya di tempat ini.     

Dua orang yang di kenal, datang menyela dengan matanya yang memicing tajam.     

Pria yang ada di hadapannya tadi pun menyingkir untuk memberikan jalan. Mempersilahkan tempat untuk dua wanita itu berdiri di ambang pintu.     

Pemilik surai pendek sebahu, memori pertemuan terakhir begitu membekas pada ingatan Nathan, di sebuah klub malam dengan ia yang menantang menjadi seorang heroik yang menyelamatkan wanita tak berdaya.     

Sedangkan wanita lain yang terkesan lebih berbahaya karena statusnya yang terlihat.     

Mereka ada orang terdekat Max, adik dan juga tunangan pria itu, dan Nathan yang tak sengaja mengenal keduanya.     

"Rupanya kau di sini, Nath?"     

Pekikan senang dari Cherlin terdengar tak lama setelahnya. Tak akan di sangka akan mendapatkan respon berlebihan, bahkan wanita itu sudah melemparkan diri untuk memeluk Nathan.     

Nathan pun mengulas senyum saat akhirnya Cherlin memberikan jarak pandang.     

Saat di kira akan sedikit membuatnya merasakan kebebasan, Cherlin malah menakup rahang Nathan dan mengusapnya dengan sangat lembut.     

Di paksa untuk memandang wajah ceria wanita itu, Nathan pun memaksa diri untuk lebih memperlebar senyumnya, meski pengalihan wanita lain menatapnya sangat tajam.     

"Kau tau jika mama mu tengah bersedih karena kepergian mu? Ku kira kau setega itu untuk meninggalkan aunty Rara seperti itu, Nath..."     

Nathan yang kali ini tak bisa berpura-pura, tarikan satu sosok yang turut di tarik pembicaraan, tak pelak membuat pria itu tersentil akan permasalahan.     

Dalam satu pembicaraan yang mendominasi, cukup mendapat tatapan intens dari dua sosok yang lain. Jika wanita yang bersendekap itu menatap Nathan dengan sangat tajam, maka jauh berbeda dari pria berseragam yang hadir hanya untuk mengawal. Tatapannya yang datar, untuk sepersekian detik berubah sayu.     

"Ekhem! Lihatlah aku juga sebagai orang yang ada di hadapan mu selain wanita yang masih lajang ini, Nath."     

Cherlin memberikan jarak pada posisi berdekatannya dengan Nathan. Mengalihkan pandang pada tunangan sang kakak yang tengah menggoda, tak pelak menampilkan senyum malu-malu di wajah cantiknya.     

Sedangkan Nathan hanya berusaha biasa untuk menghadapi orang-orang yang memasang-masangkannya dengan wanita.     

Ya, karena itu tak mungkin. Nathan menyukai pria, bahkan ia sudah merasakan nikmatnya bersetubuh dengan sosok yang memiliki kejantanan yang sama itu. Nathan bersama Rian, atau mungkin Max yang turut di sertakan?     

"Ku harap kau masih mengenal siapa aku, ya!"     

Sebelum wanita itu mengembalikan khayal Nathan pada realita sebenarnya.     

Sekali lagi tersentak pada tabrakan yang cukup keras mengenai bahu. Wanita bernama Lea itu masuk begitu saja ke dalam apartemen. Ah ya, itu hal normal, bagaimana bisa Nathan sempat ingin memprotes tindakan lancangnya yang menerobos masuk?     

"Ku kira tunangan ku itu bukan tipe orang yang mudah bergaul. Bahkan untuk sekedar berbagi, Max sangat posesif dengan kepunyaannya pribadi. Dan kau malah membuat mengobrak-abrik area dapurnya?"     

Pintu yang sudah kembali tertutup, meninggalkan satu pria yang siaga menunggu di luar.     

Cherlin masih melingkarkan lengannya pada rangkulan Nathan yang di paksa. Berhenti tepat di belakang Lea yang sedang memberikan komentar pedas pada permulaan.     

Nathan sedikit pun tak ingin membalas, dari pada emosinya yang malah mengambil alih dan membocorkan segalanya.     

Nathan masih mempunyai belas untuk wanita yang menatapnya tajam itu. Tak ingin pula membuat tingkat kepercayaan diri Lea yang runtuh setelah mendengar hubungan gila yang di jalin oleh sosok pemiliknya dengan Nathan.     

"Sudahlah, kak Le... Nathan mungkin belum membereskan sisanya. Bahkan masih ada dua piring nasi goreng di sana. Ehmmm... Tapi tumben sekali kakak ku itu tak menandaskan makannya, ya... Biasanya jika aku yang melakukannya, dia pasti akan menceramahi ku panjang lebar. Kali ini dia yang menyia-nyiakan makanan."     

Cherlin yang membalas komentar panjang Lea dengan baris yang jumlah yang sama. Ia yang terdengar beberapa kali menaikkan turunkan volume suara, cukup di yakini jika Cherlin memang menggerutu.     

Lea yang sontak langsung memijat pelipisnya yang berdenyut, menjadi pemandangan berbalas untuk Nathan yang kali ini terkikik geli.     

"Lupakan tentang pembicaraan tak penting sebelumnya, kemana Max saat ini?" tanya Lea yang bersungut-sungut. Tubuhnya di sandarkan pada bagian meja dapur.     

"Sudah berangkat ke kantor sejak tadi."     

"Hufh... Tak biasanya."     

Lea yang kali ini sudah sangat jengah, turut melangkah untuk mengekori Nathan dan Cherlin yang berangkulan. Mendudukkan diri di sofa empuk, kali ini Lea benar-benar seperti tak di anggap keberadaanya.     

Menempati sofa berhadapan, Cherlin yang masih saja genit sampai menumbangkan kepalanya pada sandaran bahu milik Nathan. Lea pun mencari pengalihan, mengeluarkan ponsel dan mengetikkan pesan beruntun pada Max.     

"Oh ya, kau sejak kapan berada di sini, Nath?"     

Pertanyaan Cherlin agaknya menjadi sangat menarik untuk di nantikan jawabannya oleh Lea. Sedangkan Nathan yang di sasar, segera memutar otak untuk mempertimbangkan ucapan yang akan di lontarkan.     

"Ehmm... Sejak aku pergi dari rumah, aku sudah pindah ke mari. Ya, pastinya Max yang menawari ku tempat sementara."     

"Benarkah brother sebaik itu? Tapi kenapa tidak pada ku juga, ya? Kau yang malah di tarik masuk secara leluasa, sedangkan aku yang merupakan adiknya?"     

"Jadi kau tidur dimana?"     

Lea yang tiba-tiba saja menimpal pembicaraan. Tubuhnya tiba-tiba saja menjadi sangat gerah. Sedangkan lengannya yang menumpu di atas pahanya yang terekspose, mengepal dengan sangat erat.     

Masih pada satu sosok yang di tatapnya sangat tajam, kali ini bahkan rahang kecilnya sampai di ketatkan dengan suara lirih giginya yang mengerat.     

Nathan yang entah mengapa merasa memang dalam suatu kompetisi, membuatnya menampilkan raut berkebalikan dengan milik wanita itu. "Kenapa pertanyaan mu aneh sekali? Bukankah menjadi hal biasa jika sesama pria tidur bersama?"     

"Kau!"     

Lea yang tak di sangka malah terpancing emosi, tubuhnya bangkit secara bersamaan dengan telunjuknya yang menuding tak sopan.     

Kali ini Nathan benar-benar sangat penasaran tentang Max dan Lea sebenarnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.