Hold Me Tight ( boyslove)

Cemburu beruntun



Cemburu beruntun

0"Ada pria tampan yang membukakan ku pintu. Oh, brother... Bagaimana kau bisa menyembunyikan calon adik ipar potensial mu ini pada ku..."     
0

Cherlin berucap dengan dengan sangat heboh, sontak gerak berlebihannya bahkan langsung menyasar kegenitan dengan mengusap sisi wajah pria di hadapannya itu.     

"Wow, kulit mu terasa sangat lembut dan kenyal, kau perawatan ya, Nath?"     

Ketiga orang dewasa lainnya pun sontak merasa geram. Jika Lea karena memang hilang perhatian dari sosok pria yang di incarnya, maka lain halnya dengan Max yang seketika saja tersulut perasaan cemburu. Nathan yang berada di bagian terparah, sepasang saudara, layaknya siap bertarung untuk memperebutkannya dengan klaim dekat masing-masing.     

Di lingkup ruangan yang sudah sangat tak kondusif, bahkan pengalihan dekorasi mewah yang ada di sekeliling tak juga memberikan sedikit bujukan baik.     

Rasanya langsung saja menjadi sangat panas saat pemilik hati yang memang peka terhadap perasaan. Yang di alami Max, rupanya turut menyambung pada Lea sekaligus.     

Ya, sikap buruknya saat mendapati Nathan di tempat istimewa Max, sudah menjadi pemicu besar untuk wanita berperawakan sintal itu menyangka buruk.     

Di lihat dari memori silam sekalian menyeret Lea di dalamnya, Max adalah pria yang tak kenal jenis kelamin untuk menaruh hati.     

Menjadi alasan yang turut meyakininya jika pria bernama Nathan itu terlihat mempunyai gelagat murahan yang terdeteksi. Lea sudah bertambah cemas atas kedudukannya nanti.     

Wanita yang membalut tubuhnya dengan pakaian seksi itu pun menolehkan pandang pada pria di sampingnya.     

Rupanya pria berwajah oriental itu masih pada tujuan pandang yang sama. Rahangnya tegasnya makin mengetat, bahkan Lea mendengar dengan jelas gemelutuk gigi Max yang mengerat.     

Takk     

Lea pun mendesak tindakan, meletakkan begitu saja pegangannya pada sendok untuk kembali di ke atas piring.     

Nathan dan Cherlin yang kompak saja berjengkit dari tempatnya, senyum menyeramkan Lea menjadi perhatian.     

Max yang menyebalkan masih pada posisi mematung, membuat Lea merasa malu dan geram di saat bersamaan karena tak mendapatkan perhatian dari incarannya.     

Mengangkat satu lengan, Lea pun menarik sekaligus posisi menempel pada sang pria dingin.     

Lengan kecilnya mempermainkan buku tangan besar milik Max, di saat bersamaan pula memberikan kecupan di rahang pria itu.     

"Aku jelas mengenal situasi ini, Max. Masih mengingat dengan sangat jelas, hingga bisa menebak akhirannya. Hanya sebagai pengingat, kau tak cukup bodoh untuk melakukan hal yang sama, kan?"     

Lea membisik tepat pada pendengaran pria di sampingnya itu. Suara yang sangat lirih dengan geram penekanan di setiap katanya.     

Sedikit di rasa berhasil, pria berwajah dingin itu mengalih pandang pada Lea yang masih pada posisi dekat.     

"Sudah tak bisa di samakan seperti dulu, karena kali ini aku tak akan membuat mu turut ikut campur."     

Max balas membisik, membuat wanita itu mematung di tempat. Bahkan kecupan balas pria itu di pipinya sudah tak bisa sedikit pun meredakan tubuh terbakar milik Lea.     

"Percintaan sepasang dewasa, bahkan hanya memberikan sebuah kecupan dan bisikan lirih, sudah terlihat sangat erotis di pandangan ku. Bukankah begitu, Nath?"     

"Huh? Apa?"     

Nathan jelas saja terkejut saat sebuah lengan menepuk punggung tangannya yang tertumpu di atas paha. Satu perhatian di tujukan penuh oleh kedekatan sepasang resmi di hadapannya itu.     

Nathan merasa bodoh saat tak bisa mengartikan kekesalannya yang datang mendadak. Terlebih dengan cara Max yang masih sedikit pun tak melunakkan pandang saat akhirnya netra keduanya bertemu dalam satu garis lurus.     

Nathan tiba-tiba saja tak suka dengan situasi yang di hadapinya saat ini. Lebih parah dengan suara wanita lain yang menimpal.     

"Jelas saja kami mesra seperti ini, status ku dengan kakak mu ini tak bisa di katakan main-main, Lin!"     

"Ah ya, kalian berdua saling berkomitmen untuk melangkah serius, kan?"     

Nathan malah menjadi pengamat yang sangat intens. Gerakan lengan Lea yang mengusap rahang Max dengan sangat lembut dan menciumnya bertubi di sana. Seperti mendapat keraguan atas argument pengajuan, Lea nampak tengah menunjukkan kemenangan sebuah kompetisi besar dengan caranya menarik seringai.     

Menundukkan pandang, Nathan pun singkat memejamkan kedua mata. Bibirnya terkatup rapat, lain dengan hatinya yang terus saja merapalkan matra supaya lingkup seperti ini tak makin parah di kemudian hari.     

Semua orang pun lantas bungkam, memilih keluar dari ketegangan saat bunyi keroncongan di perut saling bersahutan.     

"Lucunya, bahkan noda saus yang ada di sudut bibir mu seperti layaknya aksesoris."     

Cherlin mengulas senyum, mengambil lembar tisu untuk bantu menyeka kegagalan jemari Nathan yang tak tepat menyasar.     

Nathan menjadi kikuk, kali ini bukan tentang Max yang sudah tak di pedulikan. Kawan barunya yang datang untuk membersihkan sisa makanan, lantas secara tak sengaja pandangan keduanya bertemu.     

"Permisi tuan."     

"Ini sekalian juga, ya!"     

Riki yang sudah berdiri dengan tumpukan kotak bekal, sontak saja merasa tertarik pada kenyataan yang tak akan membawanya pada hal lebih tinggi.     

Cara Cherlin melemparkan begitu saja bekas tisu kepadanya, sudah menjelaskan tentang strata jauh berbeda antara keduanya.     

Tak mempedulikan Nathan yang menatapnya intens, pria yang mengenakan setelan hitam itu pun memilih undur diri dengan kepalanya yang membungkuk.     

Nathan yang jelas saja merasa berkhianat di hari pertamanya pertemanannya, tak bisa mengakali ekspresi pandanganya yang masih menyasar pada pintu yang memberi sekat pembatas.     

Lolos intens, bahkan Max sudah mewanti-wanti dengan tarikan feromonnya. Baik Cherlin atau pun pengawal adiknya yang di berikan perhatian khusus oleh Nathan, membuat kecemburuan pria berparas oriental itu makin memuncak.     

"Setelah ini kita mau kemana lagi? Sudah mendapatkan stok baju bagus, bagaimana kalau kita lanjut memanjakan diri dengan merileks tubuh?"     

"Baiklah, lagi pula aku juga merasakan pegal," balas Lea yang awal menyahut. Cherlin pun berjingkrak dan menunggu persetujuan lain dari Nathan.     

Menakup kedua lengannya di depan wajah, Cherlin pun menjungkat-jungkit kedua alisnya untuk dengan senyum lebar membujuk.     

"Apakah kau setuju? Lagipula saat di mobil tadi, kau mengeluh bokong mu yang pegal, kan?"     

Mendengar ucapan Cherlin, membuat Nathan yang di sasar menjadi gelagapan. Lea yang jelas saja menyipitkan pandang dengan dengan prasangka yang bukan-bukan.     

Sedangkan Max yang kali ini sedikit mendapat hiburan, bibirnya yang semula mengatup, tak sadar telah mengulas senyum yang begitu mempesona.     

"Pegal... Ya, pegal biasa saja, Lin.. Bukan hal yang parah. Kau tau saat posisi duduk yang tak tetap, kan?"     

"Jadi, kau tadi merasa sungkan untuk sedikit menjauh dari ku, apakah begitu?"     

Cherlin yang mendengarnya malah girang, tak di sangka bagian yang manakah yang di artikan baik. Bukankah justru di merasa bersalah karena menjadi penyebab, wanita itu malah menyangka jika Nathan tak ingin sedikit pun menjaga jarak dengannya.     

"Aku ada urusan dengan Nathan, kalian pergilah bersenang-senang."     

Max yang langsung saja mewakilkan penolakan Nathan.     

"Ada urusan apa?"     

"Ya... Brother... Padahal aku ingin melepas rindu dengan pria tampan ini."     

"Ingat Lin, kau tak sedekat itu dengan Nathan."     

Pertanyaan Lea tak mendapatkan jawaban sedikit pun. Sedangkan dengan ucapan Max yang memperingatkan adiknya, nyatanya sudah mewakili bayangan Lea akan adegan kedekatan dari dua pria itu.     

Jika Max sudah menentukan, agaknya menjadi sulit untuk keinginan siapa pun yang hendak merubah.     

Lea dan Cherlin mengikuti Max yang sudah melakukan langkah pengusiran dengan tubuhnya yang sudah tegap berdiri.     

Dengan raut yang memberenggut penuh protesan yang hanya bisa tertahan, Lea dan Cherlin pun lantas melenggangkan kaki untuk meninggalkan ruangan. Sebelum ucapan Max kembali untuk memperingati.     

"Jangan sekali-kalinya datang lagi ke apartement ku, atau kalian akan mendapatkan masing-masing balasan jika melanggar."     

Hanya meninggalkan Nathan dengan sosok yang selalu saja di liputi oleh gairahnya yang menggebu.     

Pintu tertutup yang sudah di lengkapi dengan tombol kunci pengaman ekstra.     

Tanpa tedeng aling-aling, Nathan begitu saja di tarik untuk jatuh pada pelukan pria dominan itu. Sudah jelas di ketahui keinginan cabulnya.     

"Aku gerah, bisakah kau melepaskan ku?" pinta Nathan sangat tubuhnya yang sudah menggeliat itu tak kunjung mendapatkan pelepasan.     

"Jika kau terus menabrak kejantanan ku, bagaimana bisa aku kuat menahan gairah untuk memasuki mu lagi?"     

"Jangan main-main! Kau jelas sudah membuat sekujur tubuh ku menjadi sangat sakit, masih adakah sedikit kewarasan mu untuk berbelas kasihan kepada ku?"     

Nathan mendongakkan pandangan, melepaskan kecupan Max yang menyasar sampai dengan leher pucat pria menggemaskan itu.     

Berusaha membuat sanggahan, Nathan pun lekas mendorong sekuat tenaga bagian dada milik Max, tubuhnya bahkan sampai melenting saat pria berwajah oriental itu masih tetap dengan niatannya untuk melanjutkan sentuhan.     

Max yang merasa sangat kesal di tolak, langsung saja memberikan tatapan tajam pada Nathan sembari menuntut jawab.     

"Satu dari banyak kejadian yang kau alami, manakah yang akan ku dengar penjelasannya lebih dahulu?"     

Nathan yang sudah nampak terlihat pasrah dalam dekapan Max, lantas di paksa untuk memutar otak tentang pertanyaan yang di pahami maksudnya itu.     

Cupppp     

Mengerutkan dahi, alis yang di tautkan dalam, rupanya tak memberi penjagaan saat bibirnya yang mengkerut menjadi sasaran pria jangkun itu untuk mengecup ringan.     

"Aku tak memahami maksud dari pertanyaan dadakan mu ini, bisakah kau jelaskan?"     

"Dari sebanyak itu yang ku lihat, tidakkah kau merasa bersalah dengan ku?"     

Nathan terpekik kaget, semudah itu Max mengalihkannya pada posisi.     

Jika berdiri berhadapan masih tersisa jarak aman, rasa-rasanya duduk di tepat di atas kejantanan pria jangkun itu menjadi peringatan berbahaya untuk keselamatan Nathan dalam beberapa hitungan ke depan.     

"Eunghh.... Max... Jangan macam-macam, yahh..."     

Lihatlah, bahkan tepat pada posisi duduk Nathan yang mengangkang, kejantanan Max sudah membuat rusuh dengan kedutannya yang sampai menyahut pada pria yang tengah merematkan lengannya di bagian dada bidang pria jangkun itu.     

"Aku tak melakukan apa pun, aku hanya membutuhkan penjelasan mu saja, sayang..."     

"Eunghh.... Apa yang harus ku jelaskan? Aku benar-benar tak mengerti tentang apa pun maksud mu... Enguh.... Aku mau turun.... Lepaskan aku..." rengek Nathan dengan raut memberenggutnya yang menggemaskan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.