Hold Me Tight ( boyslove)

Anggota keluarga



Anggota keluarga

0"Kau tak perlu merubah diri, kau tetap bagian dari mereka. Sedikit pun, kau tak akan pernah pindah dari posisi itu."     
0

Nathan menyakinkan dalam diri, ucapan Max memang semacam suntikan untuk membuatnya sedikit lebih baik.     

Memejamkan mata untuk sekejap, Nathan sangat perlu untuk merelaksasi pemikirannya yang terkadang suka muncul yang macam-macam. Mendoktrin kalimat yang di lontarkan oleh pria jangkun itu, perlahan mulai memenuhi dirinya dengan keyakinan penuh untuk melanjut.     

Tak akan bisa mundur, kehadiran sosok papa yang selalu memberikannya dukungan sedari awal, membuat Nathan memang berlaku tidak adil pada pihak orangtuanya yang lain.     

Nathan memang sangat membutuhkan kehadiran yang papa yang selalu dalam pihak pendukung. Semacam balasan yang di rasa setimpal jika ia berlaku balas dengan baik. Sedikit pun tak mempermasalahkan tentang cara pria paruh baya itu yang memutus lingkaran keluarga mereka menjadi terang-terangan.     

Entahlah, bahkan harusnya pihak mamanya yang lebih terluka, seolah tak bisa sedikit pun menarik belas pada pria dewasa itu.     

Ya, rupanya sindiran halus Max padanya tadi tak mengada-ngada, Nathan memang menjadi pendendam untuk masa perlakuan tak sepadannya dari sang mama.     

Keluar dari mobil, Nathan mengekor pada Max yang sudah meninggalkannya karena penat menunggu.     

Berdiri di depan pintu raksasa yang masih tertutup rapat, kedua pria itu hanya memaku diam saling menunggu pergerakan yang lebih dahulu berinisiatif.     

Max menoleh pandang pada Nathan, mengangkat satu alis dengan mempertanyakan maksud pria menggemaskan itu yang malah ikut terdiam.     

Namun seolah tak mengerti apa pun, kode desakan pria jangkun itu malah hanya di balaskan sama dengan dengan raut milik Max yang menampilkan.     

Max sontak saja melempar pandang, napasnya di hembuskan perlahan untuk meredam kata kasar yang mendesak untuk di lontarkan itu.     

"Apakah kau tak berniat untuk menekan tombol itu? Apa masih aku yang harus bertindak dengan satu kondisi jelas jika kedua tangan ku penuh barang bawaan?"     

"Maaf, Max... Aku hanya benar-benar sangat gugup. Sebelumnya sudah berhasil ku atasi, heran saja jika sudah pada batas ini tiba-tiba kecemasan berlebihan ku timbul lagi."     

Max yang masih mencoba untuk mengerti, tak ingin menempatkan diri dengan penguasahaan hidup yang jauh lebih baik. Kondisi serta mentalnya dengan Nathan jelas saja berbeda, memang harus mencari jalan penemuan yang tepat untuk itu.     

Nathan yang kali ini bahkan sudah tak bisa lagi berdiri dengan tenang, kedua kakinya yang mengenakan alas kaki kebesaran terus di hentak-hentak secara perlahan.     

Pandangannya lantas mendongak, menatap Max dengan bibir bawah milik Nathan yang di gigit erat.     

"Kau yang datang bersama ku saat ini, seperti tengah meminta restu menikah pada orang tua, tau!"     

"Apa yang kau katakan! Ku bilang jangan berani macam-macam, Max!"     

Nathan yang sensitif, nampaknya begitu menjaga penuh pada kenyataan dirinya yang berbeda. Dengan ucapan Max yang semacam menampilkan keduanya nyata pada apa yang telah di ucap.     

Nathan yang tanpa sadar melebarkan pupil matanya untuk usaha protesnya pada Max, namun di rasa salah arti jika pria jangkun itu malah mengulas seringainya yang menyebalkan.     

"Perhatikan diri mu, sangat mudah untuk menghadapi ku yang tergila-gila pada mu. Hanya untuk menampilkan niat baik pada keluarga mu sendiri, apakah terlalu sulit?"     

Ucapan Max yang lagi-lagi menjadi semacam dorongan untuk membuat Nathan semakin bisa menunjukkan dirinya sendiri.     

Menghadap pada orang yang begitu dekat dengannya, tak ada semacam hal yang mengancam kan? Nathan hanya terjebak pada perasaannya yang berlebihan.     

"Ini rumah ku, tak perlu harus terlalu formal dengan menekan bel, apakah aku benar, Max?"     

Max yang sontak saja mengangguk penuh dukungan, pandangannya nampak mengalirkan energi penuh untuk bisa di tangkap Nathan lebih baik.     

Nathan akhirnya membuka pintu, menghilangkan segala keraguan tentang dirinya yang sesaat lalu muncul.     

Mengulas senyum yang perlahan makin di lebarkan, Nathan meliarkan pandang pada setiap penjuru ruangan depan yang seperti tak ada perubahan yang berarti.     

Nathan makin yakin untuk melangkahkan kaki, segala bayang ilusi lantas mereka ulang kejadian di setiap sudut.     

Separuh kekosongan dalam dirinya turut mendapatkan asupan, rasa sepi yang mendominasi perlahan mulai menghilang.     

Terlebih dengan suara lirih bersautan yang kian terdengar jelas membuat langkah penasarannya langsung melenggang.     

"Hahha... Bukan semacam ini, sayang... Kau perlu menghias kuenya bukan malah menghias wajah ku dengan krim putih ini."     

"Tapi kau bertambah cantik dengan hiasan di hidung mu ini, sayang... Bahkan aku malah berniat mencari pewarna makanan berwarna merah untuk menghias mu menjadi badut paling mempesona."     

"Tidak, jangan mengada-ngada, Gas..."     

Nathan diam mematung di tempat, mengambil jarak henti yang cukup jauh pada area pertunjukan sepasang romantis itu.     

Ya, sang ayah yang ada di sana, melepaskan segala kesan tegas yang selama ini tercermin dengan setelan jas rapi.     

Seorang wanita cantik yang tak pernah di lihat Nathan sebelumnya, nampaknya memberikan perubahan yang sangat besar pada pria paruh baya itu.     

Mengenakan apron berwarna senada, bahkan seperti tak berguna dengan kericuhan yang saling di balaskan.     

Sepasang paruh baya itu layaknya anak kecil yang membuat hancur keadaan dapur dengan beberapa bahan terbuang sia-sia.     

Tak menjadi semacam hal buruk untuknya, alih-alih Nathan merasa sangat gembira dengan kebahagian papanya itu.     

"Nath? Benarkah kau?"     

Nathan mengulas senyum lebar, mengangkat tangan untuk menyapa kedua orang yang di usik momen romantisnya itu.     

Bagas melepaskan belitan tangannya pada pinggang sang istri, untuk sementara waktu menunda ciumannya yang akan di tujukan pada wanita tercintanya.     

Nathan menyambut pelukan, tak mempedulikan noda kotor di apronnya sang ayah yang akan menempel padanya.     

Keduanya saling melepas rindu, sedikit tak mempedulikan kedua sosok berlawanan arah yang mulai ikut mendekat.     

"Aku merindukan mu, nak...."     

"Aku lebih, aku yang paling merindukan papa."     

Nathan yang kali ini mendadak cengeng, matanya memanas dan objeknya yang sedikit memburam.     

"Ada banyak hal yang terlewatkan dalam bulan terakhir ini. Kita yang tak saling bertemu, bahkan aku sudah merancang kebersamaan untuk mu, nak."     

Bagas yang masih sangat tampan dengan usia senjanya, menarik tangan untuk menepuk wajah sang anak dengan sedikit lebih keras.     

... Dan, yah... Sebagai awalan semestinya, kau perlu berkenalan dengan istri ku."     

Wanita yang di tunjukkan pun langsung mengulas senyum. Langkahnya yang kemudian menyambut uluran tangan sang suami.     

"Nama saya Laras, senang berkenalan dengan ku, Nath..."     

Nathan membalaskan senyum yang sama untuk wanita yang sangat cantik dan anggun itu. Mengangkat lengannya untuk membalas jabat tangan lembutnya.     

"Senang bertemu dengan mu juga."     

"Dan karena pertemuan para anggota keluarga ini, kami bahkan sampai melupakan mu, Max. Kemarilah, aku juga sedikit merindukan mu."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.