Hold Me Tight ( boyslove)

Saling membutuhkan



Saling membutuhkan

0Setelah hari itu, Nathan benar-benar merasa lebih baik dari sebelumnya. Identitas kehadirannya yang di pertanyakan, sudah mendapat kejelasan yang di harapkan. Keluarganya tak berubah, papanya masih Bagas dan masih keinginannya untuk menyambung baik pada sang mama pula. Nathan memang benar ingin berubah menjadi sosok dewasa yang bisa menerima kondisi yang menariknya serta.     
0

Namun selayaknya keteguhan niatannya untuk memperlakukan sang mama dengan kasih sayang yang seimbang, Nathan harus di hadapkan pada situasi yang kurang menyambut baik, Rara tak ada di rumah, begitu juga hari-hari selanjutnya.     

Informasi dari Bagas jika Rara juga tak ke kantor, membuat Nathan yang sudah menggebu untuk dekat lantas harus terima kenyataan untuk lebih bersabar.     

Masih menginginkan izin cuti untuk berlanjut menghabiskan masa akhir pekan, Nathan menyanggupi mandat yang di perintahkan oleh papanya. Nathan masih berleha-leha, Max yang jelas menarik gairah yang menjadi alasannya tergiur. Tawaran Bagas untuk kembali membawa Nathan ke dalam ruangan awalnya, di tolak baik-baik karena alasan kenyamanan percintaannya dengan Max.     

Layaknya semakin menggebu, bahkan Nathan yang mulanya nampak sangat kikuk, sudah tak ragu lagi untuk memberi warna pada persenggamaan mereka. Meminta sentuh lebih erat di sisi sensitif, meminta ronde lanjut atau berhenti sesuai keinginan, bahkan sekali pun menjadi pemandu dalam tempo kecepatan.     

Jangan tanyakan Lisa yang satu lingkup dengan mereka, jika terbilang aman pendengaran dan mata jika ruang pribadi mereka yang memang di tutup. Namun jelas tak bisa di katakan baik-baik saja jika Max yang sering menggoda sentuhan pada Nathan, di setiap sudut apartemen.     

"Eungh… Sial! Buat apa kau memasukkan jari mu ke milik ku, Max…"     

Bahkan pada tempat favorit Lisa sekali pun.     

Max mendekap Nathan dari belakang, jelas di tebak kejadian awal mulanya oleh calon ibu itu. Pintu lemari pendingin yang terbuka, Nathan yang membawa sebotol minuman dingin untuk di tengguk. Dan Max yang mesum tak akan tahan dengan cara sang pria incarannya yang menungging seksi.     

Lisa awalnya memang kegirangan saat melihat kedekatan sepasang pria itu. Hanya saja tentang gairahnya yang turut terpanggil, membuat wanita itu muak dengan kepuasan bayanganya sendiri.     

"Eunggh… Max… Ada Lisa!"     

"Ini sudah ketiga kalinya, kalian tak usah meminta maaf!"     

Terbawa sampai meja makan. Wanita itu memberenggut dengan sendok garpunya yang di ketuk-ketukkan pada permukaan piring, bibirnya memberenggut dengan kepalanya yang tertunduk dalam. Bahkan masih ada yang di rasa kurang jika tak menambah sindiran tajam. "Bahkan aku tak mengetahui, apakah makanan yang kalian sajikan untuk ku ini benar-benar bebas dari sperma kalian?"     

"Kau kira aku memiliki semacam fantasi konyol untuk itu? Bahkan sekedar untuk menarik Nathan pada permainan erotis saja sangat sulit ku dapatkan."     

"Kenapa kau malah curhat pada ku, Max?"     

Nathan yang kali ini sudah tak bisa lagi untuk menjadi pihak yang diam, namanya turut di cantumkan terlebihnya.     

Mengunyah sisi makanan yang masih tersisa di mulut, Nathan pun sontak menegak minum untuk mendorong sisa makanannya yang tersangkut di telak.     

Pandangannya menyasar pada Lisa, lantas beralih tajam pada pria jangkun yang duduk di sebelahnya.     

"Kenapa menatap ku tajam? Aku hanya coba mengambil kesempatan untuk menyindir mu. Setidaknya kau memberikan ku balasan atas apa yang ku lakukan untuk mu kemarin. Bahkan kau yang dengan kejamnya memberikan ku penolakan, kau pikir habis berapa aku memberi peralatan lengkap itu?"     

"Ku rasa tak patut untuk ku mendengar obrolan semacam itu."     

Max yang malah menyuarakan protesannya, sedangkan Lisa yang menunjukkan diri atas kehadirannya yang ada di pertengahan.     

Nathan yang sontak langsung memejamkan mata, bibirnya sedikit di tarik untuk menghindari geraman kerasnya yang akan terdengar. Sangat singkat, kali ini dengan wajah memerahnya, menyasar objek intens pada Lisa yang duduk di sebrangnya itu.     

"Aku sungguh-sungguh minta maaf, Lis…"     

"Kenapa harus meminta maaf?"     

Permintamaafan Nathan malah di sela jawab oleh Max.     

Sontak saja menjadi hal yang fatal, Max yang mendapat serbuan. Jika Nathan yang mencengkram erat bagian pahanya, maka lain halnya dengan wanita hamil yang sangat sensitif itu.     

"Hikss… Apakah kehadiran ku memang mengganggu kalian? Apakah merasa tak bebas? Hiksss… Aku yang selalu saja memprotes ini, apakah membuat ku terkesan tak tau diri?"     

Max yang jelas saja di salahkan oleh Nathan. Lisa yang menjadi kawan terdekatnya tak sekali pun boleh di usik.     

"Apakah kau bisa di bujuk dengan hadiah hiburan? Jika merasa tersinggung, maka aku hanya akan mengatakan permintamaafan ku saja."     

"Tidak-tidak… Aku sama sekali tak keberatan. Kemarin kau sangat baik untuk membawa ku pada tempat wisata, anak ku memang sangat menginginkan diri ku untuk berenang. Jika kali ini sepadan, tak akan jadi masalah."     

Ya, hanya pada penyelesaian singkat berupa sogokan, tangis sedih Lisa langsung saja berganti dengan wajah berseri-seri, kali ini seorang supir sudah di perintahkan Max untuk mengawal kemana pun wanita itu pergi besok.     

Makan malam pun kemudian berlanjut, dengan Lisa yang kembali mendapatkan keuntungan bahagia di balik siksaan singkatnya.     

Nathan yang melihat tak ada yang salah sama sekali dengan cara mereka mengambil untung masing-masing. Senyumnya malah mengukir, merasa jika kedekatannya dengan Lisa dan Max memang dapat melengkapi hari-harinya yang terbiasa kesepian.     

"Kau sangat tau cara menyenangkan orang," bisik Nathan tepat pada pendengaran Max.     

"Tapi tetap kau yang ku utamakan, bagaimana?"     

Max yang sontak saja meninggalkan hidangannya, menarik fokus penuh pada Nathan yang mendekatkan wajah padanya itu.     

Lisa pun hanya diam di tempat, membungkam mulut untuk tak mengeluarkan pekikan girangnya. Dengan jarak Nathan dan Max yang sangat dekat, membuat sang dominan yang mengambil kecupan di bibir pria yang di gilainya itu.     

Nathan yang akhir-akhir ini memang melunak, tak bisa menutup diri jika terkesima dengan Max yang mampu membius intensnya itu.     

Wajah Nathan sudah bersemu merah, senyum manisnya turut di tampilkan. Namun Dahinya yang masih di kerut, ucapan Max masih tak di mengerti olehnya. "Bagaimana, bagaimana apanya?"     

"Dengan ku, apakah kau sudah mulai tertarik memikirkan balasan untuk mencintai ku?"     

"Huaa…."     

Max yang jelas saja memberikan pertanyaan dengan sangat serius, malah mendapatkan sorakan Lisa yang memeriahkan.     

Pemilik netra hijau keabuan itu sudah masih terus menanti, walau dapat di pahami dengan maksud Nathan yang hanya memberikan seulas senyum tipisnya itu.     

Tak kecewa, sedikit pun tak di sesali Max karena telah tunduk pada seorang pria seperti Nathan. Sampai kapan pun, rasanya memang keteguhan hati pria jangkun itu tak akan berubah. Cintanya sudah di tanamkan penuh.     

Max hanya menampilkan wajahnya seperti biasa, bahkan lengannya sudah tetap di usikkan pada tengkuk milik Nathan.     

"Kawan-kawan mengajak untuk berkumpul di klub malam, apakah kau tertarik?"     

"Apakah wanita hamil tak bisa di susupkan?"     

"Lis…."     

Ucapan Max yang mengalihkan situasi canggung, lekas saja di sambung dengan candaan Lisa.     

"Dari dulu sangat penasaran dengan tempat hiburan seperti itu, memang tak ada uang untuk dapat masuk kesana. Kalian harus janji, setelah anak ku ini lahir, ajaklah aku bersenang-senang," ucap Lisa yang nampak memberikan permohonan dengan tulus. Kedua lengannya tertangkup di depan wajah, serentak dengan kelopak matanya yang di kedip-kedipkan cepat.     

Nathan atau bahkan Max pun langsung mengulas senyum kompak. "Tak masalah jika Max yang nanti bersedia untuk memperkerjakan pengurus bayi."     

Nathan yang terkikik dengan anggapannya sendiri, sedangkan Max yang sudah tak sejalan. Wajahnya berganti untuk memberenggut. Bahkan lenganya sudah tak menyasar sentuhan dengan baik, telingan Nathan yang di korbankan sampai memerah. "Dan lihat saat itu tiba, ku pastikan kau sudah menjadi milik ku sepenuhnnya, sayang…"     

Max dan Nathan yang sudah menampilkan hiburan untuk Lisa, lantas berpamitan pergi dengan dengan berganti setelan santai yang panjang. Sang dominan yang jelas saja memberikan perhatian berlebih, memaksa Nathan untuk melingkup pakaian panjangnya sekalian dengan hoodie tebal.     

"Lis, katakan pada ku, apakah malam ini begitu dingin? Sungguh, Max sangat gila untuk memaksa ku mengenakan setelan seperti ini. Kita bahkan akan langsung ke mobil, tujuan kita jelas tak jalan kaki, kan? Sementara tempat yang kita datangi, penuh orang dengan minuman panas yang turut membakar tubuh. Tunggu saja, akan seperti apa saat aku pulang nanti."     

"Kau terus saja mengomel, aku hanya tak ingin melihat mu kedinginan… Kalau gerah kan bisa di lepas, untuk jaga-jaga saja, sayang…."     

Lisa hanya menunggu di depan pintu, senyumnya terkikik geli melihat Max dan Nathan yang sudah seperti sepasang suami istri yang sesungguhnya, penuh berdebatan yang tak berguna, dan akan berakhir dengan sentuhan romantis.     

"Apakah kalian tak berniat untuk segera berangkat?"     

"Ah ya…. Ini mau berangkat."     

Ingatan Lisa langsung di balaskan Nathan dengan cepat.     

Max dan Nathan pun melewati Lisa yang masih mengelayut di bilah pintu. Senyumnya masih menampil dengan sangat lebar. Lengan kanannya terangkat untuk melambai saat Nathan membalik badan.     

"Jangan tidur malam-malam! Ingat untuk meminum susu mu terlebih dahulu."     

Nathan yang selalu memberikan perintah yang sama, tak habis di ucapkannya bosan. Lisa pun lantas memberi kesanggupan.     

"Kau sangat perhatian, benar-benar menjadi paman yang baik, eh?"     

"Aku menyayangi Lisa seperti bagian keluarga ku juga."     

Balasan sederhana Nathan, benar-benar membuat Max tak salah untuk menaruh hati. Nathan punya segalanya untuk melengkapi keseluruhannya yang menarik. Paras yang sangat mempesona, tubuh menggairah, dan juga hatinya yang benar-benar sangat lembut. Bahkan sekali pun dengan sikap kekanakan dan bibirnya yang begitu sangat ringan digunakan untuk mengomel, tak sekali pun mampu di anggap cacat. Nathan sangat sempurna hingga rasanya tak habis untuk Max bisa terus mengagumi.     

Di sepajang jalan, telapak tangan Nathan bahkan terus di kecup mesra oleh pria jangkun itu.     

Tak membutuhkan waktu lama untuk berpacu pada jalanan larut malam yang lenggang, kedua orang itu sudah berhasil datang di tempat yang di tuju.     

"Kau tak boleh minum terlalu banyak sayang…"     

"Ah ya…. Aku juga peringatan untuk mu, Max. Jangan sembarangan bersikap mesra pada ku di depan mereka."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.