Hold Me Tight ( boyslove)

Jika status tak di rasa perlu



Jika status tak di rasa perlu

0Max mencengkram pinggang Nathan dengan sangat erat. Tubuhnya di sandarkan penuh pada punggung sofa empuk. Menjadi pemandangan yang sangat erotis saat seorang pria yang kali ini di idamkannya itu membuat ekspresi yang sangat menggoda.     
0

Nathan yang memejamkan matanya dengan sangat erat, menyisakan gurat kerutan di pertengahan garis alis rapinya.     

Bagaimana Max yang tak akan membujuk macam-macam, bahkan saat di rasakan tubuh pria di atasnya itu yang terus saja menggesekkan kejantanan keduanya yang bertumbuk.     

Mengulas senyum seringai, bahkan Max yang memang di haruskan untuk menahan diri itu hanya mampu diam, sekiranya menunggu peruntungan, Nathan yang di harapkan akan menyerahkan diri dengan suka rela.     

"Kita mau membahasnya atas kau terus mencari untuk dengan kepuasan mu sendiri, sayang?"     

"Belum habis kau menjelaskan pada ku tentang pembicaraan tadi, sekarang kau malah menuduh ku macam-macam?"     

Nathan yang sensitif sontak saja langsung menunjukkan pandangan tajam pada Max. Kali ini gerakan ringan tubuhnya di hentikan, menghadap dengan serius.     

"Kenapa kau mau-maunya pergi bersama dengan dua wanita itu?"     

"Bukan orang lain, bukankah mereka adalah bagian orang terdekat mu? Adik dan juga wanita seksi yang merupakan tunangan mu. Jika di anggap, aku juga mengenal keduanya, kan?"     

Nathan yang memberi alasan tak kunjung di rasa puas oleh pria berparas khas oriental itu. "Tapi kau masih tak bisa di katakan dekat untuk bisa menghabiskan waktu bersama dengan mereka."     

"Apakah kau melarang ku untuk masuk pada lingkup pribadi mu? Apa aku semacam simpanan yang tak boleh menampakkan diri? Oh ayolah, Max... Yang benar saja!"     

Max sudah berwajah sangat dingin, kali ini lengannya untuk menjerat paksa pada kedekatan sudah di putus.     

Nathan yang harusnya mempunyai kesempatan untuk lekas pergi sesuai dengan harapan menggebunya sesaat tadi, malah hanya diam di tempat dan membalas tatap pada pria dominan itu.     

"Kau yang hanya diam, apakah kau memang berniat membuat ku berstatus simpanan yang hanya untuk memuaskan mu saja?"     

Nathan yang kali ini sudah meninggikan volume suaranya. Bahkan lengannya yang terkepal erat, lantas menghantam letak jantung berdegup milik Max.     

Konsep hubungan mereka yang tak di sengaja, memang layaknya apa yang menjadi prasangka dadakan Nathan.     

Memberi upah tempat tinggal mewah dengan perut yang di jamin kenyang, menjadi imbas pada persetubuhan mereka yang sudah berjalan selama beberapa hari terakhir.     

Entah mengapa, mendapati kenyataan itu menjadi sangat menyesalkan untuk di rasakan oleh Nathan.     

Berniat bangkit dari tempat duduknya yang tak aman, Max malah mencegah Nathan dengan kedua lengannya yang merangkul tengkuk.     

Cuppp     

Nathan yang kesal, seperti sedikit mendapatkan bujukan dengan cara Max menciumnya habis-habisan.     

Di paksa untuk terbuka dan mempersilahkan lidah milik Max meliuk di dalam mulutnya. Nathan yang memang dengan mudahnya terbujuk rayu itu pun lekas membalas belitan lidah pria itu untuk bertarung.     

"Emmphh.... Akhh...."     

Ruangan yang sesaat lalu sangat senyap pun langsung di meriahkan oleh bunyi basahan dari ciuman dalam kedua pria itu.     

Saling menyusupkan jemari pada surai lawan, menjadi pertanda jika perasaaan yang tak bisa di jelaskan sesaat lalu hanya bersumber pada penyelesaian pada sentuhan intim.     

"Hufh... Hufhh..."     

Lantas melepaskan diri saat tuntutan pasokan udara meminta udara segar.     

Pandangan kedua bertemu, sang dominan yang perhatian pun lekas mengusap tari liur milik Nathan yang keluar sampai dagu.     

"Kau mencium ku," ucap Nathan dengan kepalanya yang menggeleng untuk mengusir usikan Max.     

"Dan kau menurut. Kita berciuman dengan sangat dalam. Sayang... Bahkan aku sudah merasakan lubang mu yang berkedut, memberikan ku undangan untuk masuk."     

Balasan Max malah meminta kelanjutan lebih. Napasnya yang praktis memburu, melepas tangan untuk menjelajah pada paha Nathan yang terbuka.     

Nathan yang sempat tergoda, lantas di tampar oleh kenyataan saat pembahasan yang coba di tarik keduanya belum sedikit pun di singgung lebih.     

Mendorong kepala Max untuk lekas menjauh dari dadanya yang disandari.     

"Rasa-rasanya kau yang menarik topik terlebih dahulu, kenapa sekarang berubah?"     

"Karena rasanya sudah setimpal jika kau menambah kepuasan ku untuk hari ini," balas Max dengan sorot matanya yang sudah di liputi oleh gairah. Bahkan punggung tangan Nathan mendapat hadiah kecupan bertubi.     

"Tunggu dulu. Dari ucapan mu seperti aku ada hutang saja untuk melakukan ini pada mu," heran Nathan dengan rautnya yang menekuk tak terima.     

"Kau memang berhutang, membuat ku cemburu bertubi-tubi."     

Nathan pun menegakkan posisi duduknya, menekan Max supaya tak ikut menempel padanya terlebih dahulu.     

Nathan yang mengerutkan dahi dengan matanya yang memicing tajam, cukup menjadi masalah saat satu jari telunjuknya mengetuk-ngetuk di dagu.     

"Jangan katakan jika kau tak merasa jika aku sedang mencemburui mu sejak tadi."     

Tebakan Max lantas di balas anggukan oleh Nathan.     

Max yang akan mendengus kesal, segera di hadang Nathan dengan kalimat balasan. "Kenapa kau harus merasa cemburu pada ku? Meski satu sisi aku mengetahui kegilaan mu karena mencintai ku, rasanya tak jadi pengaruh besar karena memang kita hanya sebatas rekan, kan?"     

Max yang tak habis pikir dengan kodean tertariknya saat ini, malah di sangka Nathan layaknya kedekatan mereka yang sama sekali tak berarti.     

"Akhh... Max..."     

Nathan yang lagi-lagi di buat terkejut dengan pergerakan tiba-tiba Max terhadapnya.     

Pria bertubuh jangkun itu membanting Nathan pada sofa, di baringkan dengan posisi kaki yang mengangkang dengan Max yang mengungkung di atasnya.     

Nathan hanya diam tak berkutik, hanya butuh waktu sepersekian detik sudah terhisap penuh oleh tatapan Max yang tajam.     

"Apa lagi, setelah berciuman ingin menarik ku untuk bercinta?"     

Pertanyaan yang menjurus pada tuduhan itu rupanya membuat pertahanan Max seketika saja runtuh.     

Tanpa sadar, Nathan sudah seperti menjadi pengendali untuk sikap mendesak kuasa seperti Max.     

Pria jangkun itu bahkan sudah mengalihkan pandang, menumpu wajahnya untuk di sandarkan pada dada milik Nathan.     

"Sejujurnya aku tak ingin membahas perkara kekanakan semacam ini, Nath... Hanya saja kau yang terus meliarkan anggapan mu membuat ku tak tahan,"     

Max mengangkat pandang, menarik intens Nathan secara ulang. Melarikan lirikan untuk saling menyelam pada balasan arti yang terpancar.     

.... Aku kali ini memangn baru merasakan gairah layaknya anak muda, merasa cemburu saat orang yang ku cintai dekat dengan yang lain,"     

"Tap-"     

"Meski pun itu adik ku sendiri. Kau tau, Cherlin itu coba mengincar mu."     

Sanggahan Nathan lantas di tepis langsung oleh Max yang sudah memperkirakan.     

"Kau tau aku gay, kan? Kenapa meski cemas."     

"Nah, itu masalahnya... Kenapa di saat Cherlin merabakan sentuhannya pada mu, kenapa di saat bersamaan kau malah menatap pengawalnya?"     

Nathan yang awalnya terheran, lantas terkikik geli setelahnya. "Kau mengartikan orientasi menyimpang ku secara penuh, ya? Semisal saat pandangan yang akan secara otomatis merujuk pada objek pandang yang menarik minat? Sungguh, Max... Aku bukan golongan gay semacam itu."     

"Lantas?"     

"Dia anak buah mu, kan? Rasanya tak akan ada larangan untuk berteman dengan Riki, kan?"     

"Kau berteman dengannya?"     

Pertanyaan Max yang sampai menekankan kalimat tanya, membuat Nathan menyangka, "Kau bukan tipe orang yang berteman dekat hanya berdasarkan pada kesamaan kasta saja, kan?"     

Max menggelengkan kepala, lantas bangkit dan menarik Nathan untuk duduk berhadapan dengannya.     

"Aku bukan orang yang se kaku itu kalau kau mau tahu."     

"Benarkah? Lantas di bedakan dengan sikap mu yang nampak berkuasa itu, ya?"     

Max lantas mengulas senyum tipis, sedangkan Nathan yang mengamati, menyandarkan bagian samping tubuhnya ke bagian punggung sofa. Kedua kakinya tertekuk, lengannya membelit untuk mencapai posisi nyaman.     

"Aku begitu karena pemimpin, tak akan mungkin di segani jika tak seperti itu, Nath."     

Max balik menyandarkan tubuhnya, menarik lepas pada lilitan dasinya yang terasa mencekik. Demi apa pun, jangan melupakan kejantanannya yang masih memberontak di dalam sana.     

"Pada intinya jangan dekat-dekat dengan siapa pun, bahkan terutama Cherlin."     

"Kau menarik pembicaraan rumit kita hanya dengan kesimpulan posesif seperti itu? Sungguh, Max... Sedang di buru waktu apa, sih?"     

"Nath, aku tak akan melepaskan mu jika kau yang menarik kedekatan semacam ini!"     

Max berucap dengan tegas, bahkan pandangannya langsung menoleh tajam pada Nathan yang sudah berani bertingkah.     

Dengan satu kakinya yang di julurkan, Nathan mengusik kejantanan milik Max dengan telapak kakinya.     

Bahkan seperti memang menantang, pria menggemaskan dengan setelan pendek kedodoran itu malah mengulas senyum lebar.     

"Apakah niatan ku untuk membantu kau salah artikan berbeda? Max... Aku tak berniat apa pun..."     

"Nath..."     

Max jelas saja membalas keusilan Nathan dengan geram kepuasan. Bahkan saat merasa tekanannya kurang keras, lengan pria jangkun itu turut membantu dengan mengeja pergerakan.     

"Katakan pada ku, Max... Jadi kesimpulan dari pembicaraan kita yang berputar-putar itu, apa?" goda Nathan yang berusaha untuk mengusik fokus Max pada gairahnya yang semakin membulat.     

"Ahkkk... Aku tipe kekasih yang posesif, jangan harap kau bisa berbuat semau mu dan berakhir membuat ku cemburu seperti tadi."     

Max berhasil memberikan kesimpulan ulang, rautnya yang sudah sangat tak tahan untuk merasakan kepuasan lanjutan.     

Nathan yang sejujurnya tak berniat untuk menggoda sejauh itu, sontak saja terpekik saat Max menarik turun resletingnya.     

Kejantanan milik Max yang sangat besar pun lantas tampil dengan sangat percaya diri.     

"Ku pikir karena keluhan yang kau beritahukan pada adik ku itu sedikit membujuk ku untuk melunak. Bokong mu yang jelas saja masih sangat perih saat ku masuki segala brutal,"     

.... Tapi rasanya ada alternatif lain yang bisa di coba, masih berniat untuk membantu ku, kan?"     

Nathan belum menjawab, matanya masih menatap intens pada milik Max yang selalu saja menarik perhatiannya. Kejantanan berukuran besar yang beberapa kali sudah masuk pada bagian terdalam miliknya.     

Nathan yang rupanya terlalu fokus, hingga tanpa sadar menggigit permukaan bawah bibirnya dengan sangat keras.     

Max yang sudah lebih tak sabar lagi, begitu saja berbuat kasar hingga menyentak Nathan untuk duduk di bawah miliknya.     

"Jika menurut mu hubungan kekasih yang ku tawarkan masih meragukan, aku tak masalah jika nyatanya ketertarikan mu hanya pada milik ku."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.