Hold Me Tight ( boyslove)

Dalam satu lingkup



Dalam satu lingkup

0"Entah hal apa yang membuat suasana di antara kita menjadi sangat dingin. Bisakah kalian berdua tersenyum?"     
0

Protes yang lebih muda saat sudah tak tahan lagi dengan kebisuan yang melingkupnya. Berkali-kali coba untuk menarik candaan, alih-alih mendapatkan apresiasi berupa tawa terbahak, bahkan sekedar pandangan tertarik pun tak di dapatkan.     

Semenjak perbincangan terakhir yang di tutup dengan satu informasi dari Nathan. Cherlin bahkan tak mengetahui letak kesalahannya hingga calon kakak iparnya itu malah menaikkan nada suara dengan respon yang sangat berlebihan.     

Mencoba mencari jalan keluar, Cherlin pun berencana untuk mengajak dua orang dewasa itu menikmati hari.     

Berselancar pada macet arus perjalanan, menjadi langkah awal yang harus di tempuh. Menempati mobil mewah yang menampung empat orang di dalamnya.     

Cherlin pun mengalihkan pandang pada pria yang di sandarinya itu. Nathan yang tampil sederhana dengan setelan santai pendeknya, bahkan sama sekali tak mengurangi ketampanannya sedikit pun.     

"Aku sangat merindukan mu, jika kau ingin tau," bisik Cherlin, sangat dekat dan bisa di katakan hampir menempel pada satu sisi pendengaran milik Nathan.     

Pria itu jelas saja merasa sangat risih, terlebih dengan pandangan dua orang yang menatapnya dari sisi spion depan. Jika Lea masih bisa di pahami tentang penjagaannya pada sang calon adik ipar, namun jika pria di balik kemudi itu?     

Sedikit pun tak bisa mengangkat bokongnya untuk memberi jarak. Nathan nampaknya juga tak terlalu tega untuk menepis lengan kecil Cherlin yang meraba area dadanya.     

Terlebih dengan perkara yang lebih jauh, Cherlin yang semakin menurunkan jengkal jemarinya, semakin liar walau hanya sentuhan tak di sengaja sekali pun. Nathan yang hampir saja memekik keras dan menunjukkan dirinya telah mendapatkan pelecehan seksual dari seorang wanita. Cherlin menyentuh kejantanannya yang masih tertidur pulas.     

Nathan yang memberanikan diri untuk menatap maksud Cherlin, malah mendapatkan hal tak terduga dengan caranya menyerobot ciuman tanpa seizin.     

Sontak saja memelotot tajam, hanya saja wanita yang lebih muda dari Nathan itu malah tak gentar sedikit pun, alih-alih menunjukkan kebanggaan diri dengan tersenyum girang.     

Sekujur tubuh Nathan sudah sangat panas, sama sekali tak merujuk pada keinginan gairah yang memacu untuk bercinta. Hanya saja amarahnya yang kini hanya bisa membakar diri.     

Kenapa harus Cherlin yang melakukanya? Kenapa di saat yang tak terlalu lama tenggang waktu setelah sosok se darahnya yang menjamah? Kenapa menjadi semacam awal yang rumit perkara dua bersaudara yang nampak mengincar Nathan?     

Keluar dari satu masalah, tak akan jauh lebih berbahaya dari kenyataan hidupnya, kan?     

Demi apa pun, Nathan ingin bernapas lega tanpa tanggungan berpikirnya yang menghambat kesenangan diri. Apakah menjadi keputusan yang salah saat menerima tawaran menggiurkan Max tentang tempat tinggal nyaman dan seks?     

Menarik napas panjang, udara segar yang menerpa tubuhnya sedikit di kata baik.     

Keluar dari pacuan spot jantung, keempat orang itu pun akhirnya memasuki pusat perbelanjaan.     

Barang-barang mahal dan sangat cantik akhirnya dapat menjadi pengalihan yang sangat tepat. Cherlin sudah melepas jeratannya pada Nathan, serentak dengan Lea yang melakukan hal yang sama.     

Kedua wanita yang tiba-tiba sangat girang, berlarian bak menemukan harta karun yang di tengah dalam pencarian.     

Nathan memutuskan untuk keluar dari butik yang di datangi, mengambil tempat duduk yang tersedia kosong di sana.     

Menatap acak pada objek apa pun yang sedikit membuatnya teralih dari rasa bosan. Orang-orang yang lewat di hadapannya, bahkan terlalu di pandang detail.     

Suara musik yang di putar mengalun merdu memasuki gendang telinga, memilih untuk memejamkan mata dan manggut-manggut mengikuti tempo irama. Telapak kaki yang mengenakan alas kaki terlalu besar dari ukurannya, turun di hentak-hentakkan secara perlahan.     

Kruyukkk     

Sampai pada waktu habis masanya. Nathan lapar, bahkan dengan refleks jangkunnya yang naik turun saat mata terbukanya pertama kali melihat minuman segar di baya oleh salah satu pengunjung.     

Sungguh, Nathan tak pernah semenyedihkan ini sebelumnya. Tanpa sepeser pun uang, tanpa ponsel untuk menghiburnya, dan sampai pada persoalan asupan?     

Cherlin bohong saat mengatakan akan mengajaknya serta bersenang-senang, nyatanya Nathan layaknya anakan kucing yang di tinggalkan begitu saja oleh induknya. Penuh penderitaan, tak bisa berbuat apa pun. Sampai pada tangan orang baik yang mengerti.     

"Untuk ku?" tanya Nathan dengan menunjuk dirinya sendiri.     

Sebuah anggukan yang di dapatkan pun masih enggan untuk di terima oleh Nathan meski pun telah tergiur. "Lalu kau?"     

"Tidak tuan, saya sedang tidak merasa haus."     

"Jadi kau memberi ku ini karena kepedulian mu? Peka sekali."     

Pria yang mengenakan setelan membosankan berwarna itu pun mengulas senyum tipis. Gelas minuman berasa coklat sudah berpindah tangan pada Nathan yang sudah tak sabaran.     

Mengocok minuman dingin itu sesaat, menancapkan sedotan besar sebagai media, dan lekas menyedotnya rakus. Tenggorokannya yang kering telah terlumasi cepat oleh cairan manis itu.     

"Terimakasih untuk ini. Ngomong-ngomong kau tak perlu terlalu formal dengan ku. Jujur saja, aku tak nyaman."     

Dia adalah Riki, pria berseragam hitam yang tengah berdiri dan menumpukan tubuhnya untuk menyandar pada pembatas tepi. Saat sesekali pandangannya menatap jauh ke lantai bawah, sebuah suara lantas menarik perhatian intensnya.     

"Sejujurnya sudah terbiasa untuk menempatkan posisi semestinya."     

Balasan Riki jelas membuat Nathan menjadi sangat tertarik. Pria yang teguh dalam pendirian, cukup di kagumi Nathan yang tak sekali pun dapat mencapainya.     

"Dan kau menempatkan diri seperti itu pada semua orang? Oh ayolah... Aku tak ingin menjadi salah satunya. Berlabel lain, bagaimana jika teman?"     

Nathan mengalihkan perhatiannya secara penuh pada percakapan. Satu kakinya bahkan setengah di angkat ke atas tempat duduk panjang itu.     

Meninggalkan sejenak minuman manisnya, Nathan pun mengulas senyum lebar dengan lengan terangkat untuk menodong jabatan berupa kesepakatan.     

"Maaf tuan, saya hanya tak ingin melewati garis status sosial."     

"Bagaimana jika aku memaksa mu untuk menjadi teman ku? Berupa kalimat ancaman, mungkin?" ucap Nathan dengan satu alisnya yang di naik turunkan. Sedangkan lengannya yang terulur, sedikit di goyangkan untuk menarik perhatian.     

"Maaf, maksud anda?"     

"Kau menyukai Cherlin, kan? Dan kau kemari hanya untuk menguji ku yang notabenenya mendapatkan ketertarikan dari wanita itu. Antara tugas dan perasaan mu, sama-sama mendorong keposesifan untuk mendatangi ku."     

Nathan yang merasa sangat keren dengan analisa sederhananya, sedangkan Riki menjadi diam tak berkutik sedikit pun.     

Yang di katakan Nathan tentang Riki memang benar, dan menjadi rahasia yang di harapkan tak akan pernah bocor.     

Mengeluarkan lengan kanannya yang di sembunyikan pada saku celana. Mau tak mau, Riki pun menerima uluran tangan dari pria itu.     

"Nathan."     

"Riki, tuan!"     

"Tak ada panggilan seperti itu dalam pertemanan. Lagi pula aku bukan orang yang akan memberi mu gaji. Yang kau tahu, bahkan untuk sekedar membeli minuman pun tak mampu."     

Senyum tipis dan anggukan pelan dari Riki mengakhiri jabat tangan keduanya.     

"Sejak kapan?"     

"Ya?"     

"Maksud ku sejak kapan kau menyukai wanita itu?"     

Pertanyaan Nathan agaknya menggali memori lepas lalu milik pria bersetelan rapi berwarna hitam itu. Bibir yang semula teratup rapat, untuk sepersekian detik langsung lenyap tak bersisa.     

"Sudah cukup lama. Sejujurnya hanya pada batasan pengharapan saja, tak akan menggebu untuk menjadi pemilik."     

Nathan yang menghayati keseriusan pria itu pun lantas mengangguk. Rautnya ikut merasa sedih.     

Namun tak berapa lama, Nathan malah mengulas senyum lebar. Ya, menyangka jalan lain untuk bisa membuatnya sekalian terbebas.     

"Kau tenang saja, aku pasti akan membantu mu."     

"Bantuan apa?"     

Riki yang belum sempat menyahut, lantas di serobot oleh timpalan suara wanita yang jelas terlihat penasaran.     

Lea yang menjadi penguping yang sangat ahli, melangkah serta dengan Cherlin yang masih nampak kepuasan dengan acara pemborongannya itu.     

Riki yang jelas saja tanggap, menjadi tugasnya untuk meringankan beban sang nona. Mengambil alih kantung belanjaan, sekalian dengan milik Lea.     

Nathan yang layaknya menjadi sasaran yang sangat empuk untuk ekspresi tajam tunangan Max itu.     

"Bukan apa-apa, hanya sedang mengobrol," balas Nathan yang lantas bangkit dari duduknya.     

"Kemarin dengan lancangnya menerobos masuk pada ruangan pribadi sang nona. Menyangka jika kau di terima dan ingin sepantasnya bergaul? Jaga batasan mu!"     

Lea yang marah-marah tak jelas, bahkan Cherlin sekali pun menjadi tak habis pikir.     

Menempatkan diri menjadi permaisuri Max nantinya, cukup untuk di pahami.     

Membawa serta kantung belanjaan yang memenuhi bagasi, kali ini mengikuti keinginan Lea untuk makan bersama di kantor Max.     

Lagi-lagi harus berjibaku dengan kecanggungan, terlebih dengan cara Lea yang memberikan kecupan di bibir sebagai salam sambutan.     

Memasuki salah satu gedung pencakar langit dengan lantai tertinggi yang di datangi.     

"Kejutan, aku membawakan menu makan siang kesukaan mu. Dan juga orang-orang yang akan bantu meramaikan suasana."     

Berubah seratus delapan puluh derajat, jelas saja Lea memberikan pelayanan terbaik untuk pria yang di idamkannya itu.     

Namun rupanya tak sesuai balasan yang di harapkan, Max yang di rengkuh, malah tak sedikit pun mengalih perhatian pada wanitanya.     

Max jelas menatap tajam pada buruannya yang ada di depan mata. Sosok pria menggemaskan, yang sayangnya berada pada rangkulan seorang wanita yang merupakan adiknya. Dan Nathan yang seketika saja sombong hingga tak sekali pun membalas pandangannya? Yang benar saja?     

"Sini, biar kau ku suapi."     

"Kalian berdua ke apartement ku?"     

Tawaran Lea yang bahkan sudah menyodorkan satu suapan penuh, harus terhenti karena pria dominan itu yang malah memberikan pertanyaan.     

Semua orang jelas menyasar pandang pada pria berwajah khas orientalnya itu. Dengan tatapan tajam dan raut wajah yang menampil garang, cukup tak bisa di pahami tentang arahan siapakah yang di sasar.     

Sedangkan Nathan yang memang berada pada cengkraman wanita liar, tak bisa berbuat apa pun saat yang buas lain berusaha untuk menariknya.     

Nathan yang menundukkan pandang untuk menghindar, sedangkan Lea yang merasa di hiraukan jelas saja tak berniat untuk membalas jawaban dengan baik.     

Hanya Cherlin yang berada pada posisi berhadapan bersama dengan Nathan, tak gentar sedikit pun untuk membalas sang kakak.     

"Ya, dan kami malah mendapatkan kejutan."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.