Hold Me Tight ( boyslove)

Salah anggap



Salah anggap

0Malam petang, membawa serta kumpulan memori yang terangkum menjadi satu. Kenangan indah saat merasakan tawa riang dengan orang yang sudah di nobatkan menjadi bagian yang terpenting.     
0

Nathan yang begitu baik dengan perhatiannya meskipun di lingkup dengan raut masam, sedangkan Max yang bertindak jantan yang sontak melakukan hal tak terduga hanya untuk memberikan bentuk perlindungan.     

Senang dan sedih di satu waktu, bukan tak mungkin jika manusia biasa seperti Lisa tak ingin mendapatkan segalanya yang membuatnya ada dalam kenyamanan dan ketenangan beruntun di satu waktu. Max dan Nathan pasti akan cepat pergi dari hidup kesendirian Lisa.     

Memang bukan suatu ketidak percayaan tentang apa yang sudah di janjikan, hanya saja Lisa baru bisa untuk berpikir jernih, akan menjadi sangat sulit jika kedua orang itu di penjarakan pada gubuk tuanya itu.     

Terlebih dengan sifat aneh Nathan saat melihat reaksi perlindungan Max terhadapnya, walau sedikit pun, kawan pria pertamanya itu pasti merasakan cemburu.     

Lagi pula mengurusi wanita yang penuh belas dengan janin yang di kandung, Lisa rasanya terlalu merepotkan untuk suasana hatinya yang cepat berubah secara drastis.     

Tubuh letihnya tak bisa terpejam, terlebih posisi baringannya yang sangat tak nyaman. Bohong jika kebiasaan dapat di jalani lanjutannya dengan lebih mudah, nyatanya Lisa seringkali mengeluh tentang dirinya sediri yang tak mampu mengganti ranjangnya yang sudah sangat tua.     

Bangkit dari tempatnya, wanita itu pun mengalih kedua kakinya untuk menggantung di sisi ranjang. Lengannya terangkat merogoh bagian bawah bantalnya.     

Secarik kertas pun beralih ke genggamannya. Sedikit berlebihan jika debaran jantungnya menguat dengan sekujur tubuhnya menjadi sangat bergetar.     

Selembar kertas yang sudah jelek karena terus di remasnya tadi. Hanya karena suatu ketidak percayaan jika seseorang yang menyelipkannya di bawah pintu adalah pria yang sangat di rindukannya.     

Membuka perlahan lembar kertas yang sudah penuh dengan guratan garis yang melintang tak beraturan. Lantas membukanya dengan sangat perlahan.     

Deret garis rapi yang sangat di kenalnya. Tak terasa air matanya tumpah ruah saat segala perasaannya berkumpul menjadi satu.     

Senang karena pria bernama Ilham itu masih mengingat ada sosok wanita yang menggilainya. Rindu yang lekas datang melingkup saat mengingat setiap moment pertemuannya.     

Hal yang sangat membingungkan jika perasaan marah dan kecewa malah tertutup sempurna, hampir tak terasa. Meski pun salam sapaan yang tertulis di atasnya menyambung pada sesuatu yang sangat merendahkan,     

"Nomor mu tidak aktif. Jujur saja, akhir-akhir ini aku terus terpikirkan oleh mu. Namun jangan salah paham, aku bukannya berpikir tentang hal baik. Kau terlalu banyak menipu ku, memberitakan hal tidak-tidak perkara kehamilan, meski pun kematian ibu mu menjadi kenyataan. Turut berduka cita, semoga ibu mu tenang di sisinya,"     

.... Hanya sekedar ingin melihat wanita yang pernah ku tiduri, aku mendatangi rumah mu, namun segerombolan wanita tiba-tiba saja mengerumuni ku. Kau yang di olok dengan serangkaian kata buruk. Tinggal bersama dengan dua pria, eh? Apakah kau masih sangat membutuhkan uang banyak? Jika ibu mu yang telah tiada tak bisa di jadikan alasan. Bagaimana cara mu menggaet pria kaya bermobil merah itu? Lis, aku memaafkan tindakan mu sebelumnya, dan aku ingin membuat penawaran dengan mu, di banding menampakkan diri dengan sangat murahan di kampung itu, bagaimana kalau kau kembali pada ku seperti dulu. Ku pastikan bayaran mu akan lebih banyak dari sebelumnya. Ku tunggu pertemuaan kita di hotel esok. Pastikan tak ada setitik pun bekas sperma yang masih tertinggal di vagina mu."     

Air matanya sudah tak bisa lagi untuk di bendung. Kembali tumpah dan membuat kondisi matanya yang makin sembab.     

Masih sangat mencintai, walaus sekali pun mendapatkan penolakan dan anggapan yang sama sama sekali tak sesuai.     

Memang waktu itu Lisa yang terlalu gegabah dalam bertindak, pikirannya sudah tak bisa lagi memutar tentang jalan lain. Tak ada apa pun yang bisa di jaminkannya pada bank tak pula ada kenalan dermawan yang dengan suka rela meminjamkan uang sebanyak itu. Satu-satunya yang terlintas dan sangat berharga, hanya keperawanannya yang masih di jaga dengan sangat baik.     

Bohong jika tak membuatnya menyesal, terlebih dengan pandangan yang secepat kilat berubah drastis, Ilham yang terlihat sangat jijik dengannya. Akibat lain yang tak sanggup di hadapinya seorang diri, menjadi wanita hamil yang belagak kuat dalam menghadapi komentar miring terhadapnya.     

Tak tau harus memilih jalan yang mana, semua berdampak buruk. Baik tetap menetap di tempat ini atau malah merendahkan diri seumur hidup pada pria yang di cintainya.     

Kesendirian akan perlahan membunuhnya, seperti sebelum Nathan dan Max datang. Entah apa jadinya, Lisa tak terlalu mempercayai dirinya sendiri jika tak ada satu pun sosok yang akan menemani. Satu nyawa ada bersama dengannya. Tak ingin membuatnya lebih terkutuk jika sampai membuat buah hatinya terenggut.     

Menjadi pilihan yang sulit untuk wanita itu.     

"Besok pagi, kita harus segera pulang, Nath!"     

"Apa maksud mu, eh?!"     

"Tak mungkin jika kita terus saja bercinta di dalam mobil. Beruntung malam hari sangat sepi, kalau ada yang menangkap basah kita, bagaimana?"     

"Bohong, kau bukan tipe orang yang takut oleh siapa pun."     

Beralih ke arah suasana yang berbanding seratus delapan puluh derajat. Di sebuah pekarangan, lebih tepatnya di dalam sebuah mobil yang mahal yang salah satunya terparkir di sana.     

Mereka adalah Max dan Nathan, dua orang pria yang nampaknya sudah menemukan titik nyaman mereka masing-masing. Bukan dengan jalan yang keseluruhan tulus dari hati, jika yang lebih di rasa dominan hanya tentang ketertarikan fisik untuk bercinta.     

Nathan bangkit dari atas tubuh pria yang menanggung berat tubuhnya itu. Membuat lelehan cairan kental merembes keluar dari dalam lubang sang penerima.     

Max, sang pria dominan sejati itu pun membantu Nathan untuk menyeka bekas cairannya yang mengotori. Menarik kedua kaki pria yang menyandar pada pintu kursi penumpang belakang, membuat Nathan mengangkang.     

"Milik mu masih berdenyut, apakah perlu beberapa ronde lagi?" goda Max dengan matanya yang mengerling genit. Telapak tangannya yang memegang gumpalan tisu itu pun menyasar pada satu titik sumber basah.     

Nathan dengan wajahnya yang sangat merona. Segera saja mendorong kepala Max yang sudah akan menyusup pada bagian bawahnya lagi. Memperbaiki posisi, pria itu pun lekas mengenakan kembali pakaiannya. Max yang sudah tak ada lagi harapan pun lantas mengikuti.     

"Jadi?" tanya Nathan dengan maksud untuk mengambil percakapan saat sesi akhir percintaan mereka tadi.     

Max pun mengalih pandang dari posisi sandarannya, menatap Nathan yang masih berusaha untuk menormalkan deru napasnya yang menderu. Sungguh, mereka hanya di berikan batas ruang bernapas yang sangat sempit lewat kaca di kursi depan yang di buka sangat sedikit.     

"Kenapa kau masih bertanya, bukankah kau sudah mencuri ponsel milik mu yang sekarang ini sudah beralih kepemilikan? Kekasih pria itu membuat ulah, Nath!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.