Hold Me Tight ( boyslove)

Di sisi lain



Di sisi lain

0"Sialan! Apakah kau tak bisa sedikit saja untuk pura-pura tidak tau?"     
0

Seorang wanita yang nampak sangat frustasi. Tubuhnya dihempaskan begitu saja pada ranjang empuk di belakangnya.     

Kakinya menggantung di sisi ranjang. Rok ketatnya yang sangat pendek bahkan tertarik lebih tinggi lagi, menampakkan paha kecilnya yang sangat mulus.     

Tak jauh bedanya dengan kaos tanpa lengan yang melengkapi. Kain tipis itu sudah tersibak dan menunjukkan sedikit bagian payudaranya yang menyembul keluar dari sisi bawah.     

Terlihat sangat seksi, terlebih dengan helai rambut pendeknya yang jatuh di permukaan kain berwarna lembut.     

Matanya terpejam dengan sangat erat. Kedua lengannya menumpu pada kepalanya yang seakan-akan bisa saja meledak. Wanita itu adalah tipe orang yang sangat aktif, seakan tak bisa di kungkung pada ruang sempit, walau hanya satu detik.     

"Hufh...."     

Napasnya di keluarkan dengan sangat perlahan, lengannya yang secara bersamaan dihempaskan, terlentang secara keseluruhan.     

Seorang pria dengan sikap tegak sempurnanya, seketika saja mengalihkan pandang secepat mungkin dari titik pengawasan. Jangkunnya naik turun, nona nya sangat menggoda walau dengan cara sederhana seperti itu.     

Dia adalah Cherlin, seorang wanita yang beranjak dewasa dengan pergaulannya yang di batasi. Jelas saja ia sangat geram, berbagai agenda bepergiannya sudah menunggu untuk di meriahkan olehnya, namun nyatanya satu persatu hanya menjadi angan.     

Cherlin tak bisa lagi berkumpul dengan kawan-kawannya. Memamerkan barang mewah atau betapa seksinya ia dengan balutan pakaian mini semacam ini. Menggoda pria-pria tampan di lantai dansa, meliukkan tubuhnya dengan gerakan sensual. Semua itu di gagalkan lagi.     

Kelopak mata itu pun sontak langsung terbuka, tubuhnya bangkit dan langsung menghadap pada seorang pria yang masih berdiri sigap di ambang pintu. Wajahnya yang kaku dengan betapa kolot pandangannya yang sedikit pun tak mengalihkan pandang. Sontak saja, Cherlin memutar bola matanya yang hitam kelam itu.     

"Sejujurnya, kau di bayar berapa oleh kakak ku itu, eh?!"     

"Memangnya kenapa nona?"     

Cherlin masih mengusahakan bibirnya untuk mengulas senyum. Parasnya yang sangat cantik dengan polesan rias yang sangat tebal, bibirnya bergincu merah, sewarna dengan kaos tipis yang dikenakannya.     

Melangkahkan telapak kaki telanjangnya untuk menghampiri pria yang lebih tua beberapa tahun darinya itu.     

Tubuh mereka sudah saling berhadapan, meski sedikit tak bisa di katakan puas oleh wanita bertubuh sintal itu.     

Kedua lengannya terangkat, jemari panjangnya yang berhias kuku panjang dengan cat baru berwarna merah. Meniti pada bahu lebar pria itu, tempat keras yang sangat sering di rasakannya menekan pada bagian perut dan juga permukaan payudaranya. Bahkan sesaat lalu, Cherlin juga terangkat di sana.     

Pandangan Cherlin yang mengikuti pergerakannya sendiri, lantas tak lama setelahnya, bola mata itu mengalih pada objek lain.     

Menjadi saling pandang, wanita itu pun kembali mengulas senyum lebarnya, tak sekali pun peduli jika pria yang mengenakan setelan berwarna hitam itu masih saja menjaga wibawanya.     

Cherlin yang bertindak terlalu jauh, bahkan saat ini ia sudah melemparkan tubuh seksinya untuk menempel pada tubuh tegap milik Riki.     

Wajahnya menoleh dan berbisik tepat di depan pendengaran pria yang merupakan pesuruh kakaknya itu.     

"Kau bisa ku beri tambahan, asalkan kau bisa berkerja sama dengan ku. Hanya tutup mulut saja, bahkan aku bisa berbaik hati, berpesta dengan ku dan wanita seksi lainnya. Bagaimana, apakah kau tertarik?"     

Sesaat Cherlin yang menjadi sangat     

percaya diri, keahliannya dalam menggoda pria selalu saja bisa menemui keberhasilan. Terlebih dengan iming-iming yang di berikan, memangnya orang bodoh mana yang menolak?     

Ya, rupanya memang wanita itu masih tak begitu mengenal sosok pria yang selalu saja membayanginya itu. Kaku, tegas, dan berpendirian teguh, bagaimana Riki bisa ingkar dari tiga karakter utama khasnya?     

Terbukti dengan bagaimana cara pria itu melepaskan begitu saja wanita seksi yang menempel padanya. Lengannya yang sejak tadi bertaut di belakang tubuh, kali ini sudah melingkar di masing-masing sisi pinggang milik Cherlin.     

Berdecih sebal, lagi-lagi bola mata yang terlihat sangat mempesona dengan garis lengkung hitam tambahannya itu memutar. Rahangnya di ketatkan, giginya bergemelutuk dengan kedua lengan yang mengepal erat.     

"Maafkan saya, nona. Menjaga anda dari kehidupan malam yang buruk adalah tugas utama saya."     

Riki menolak dengan cara halus, menundukkan sedikit kepala pada Cherlin yang kali ini berkacak pinggang.     

"Buruk? Apakah dengan mencari hiburan di luar bersama dengan kawan-kawan itu menurut mu buruk? Lalu yang baik bagaimana, apakah aku harus terus saja melamun sendirian di kamar ini? Apakah aku harus berpuas diri hanya dengan melihat kawan-kawan ku yang menunjukkan kebahagian masa muda? Mereka yang tersenyum sangat lebar, banyak cerita, semakin banyak teman, memangnya itu buruk? Hanya aku yang harus terdoktrin dengan larangan itu?"     

.... Tak boleh masuk klub malam, tak di perkenankan untuk meminum alkohol. Tak boleh berkencan dengan pria tampan yang memiliki gambar menggemaskan di tubuhnya. Lalu aku harus apa? Selamanya harus di kawal terus olehmu, sampai aku mendapatkan pria yang di katakan tepat untuk menjadi suami ku kelak?"     

Cherlin meluapkan seluruh perasaannya begitu saja. Sangat panjang, hingga napasnya menjadi sangat memburu. Wajahnya sangat merah, makin memperparah riasannya yang sudah di buat sedemikian rupa.     

Emosinya terkumpul, pemberontakannya pada papa, ibu, dan juga kakaknya yang begitu sangat posesif, tak terlalu bisa di ungkapkan secara langsung. Pria di hadapannya menjadi kambing hitam.     

Terlebih dengan respon yang masih didapatinya tak sesuai harapan, Riki masih saja kaku, sorot matanya bahkan tak di alihkan fokus padanya.     

"Brengsek kau!"     

Cherlin mengumpat, kakinya menendang tanpa belas ke arah tulang kering milik Riki.     

Seakan masing kurang puas, kali ini bahkan kedua lengannya yang terkepal erat turut memukuli dada Riki yang sangat keras.     

Tubuhnya berjingkrak-jingkrak kesal, Cherlin merasa jika gelar tuan prianya sama sekali tak berguna. Wanita itu tak bisa bersenang-senang, bahkan untuk menundukkan pria yang berkedudukan lebih rendah darinya sekali pun.     

"Dasar pria brengsek! Kenapa kau sangat menyebalkan dengan wajah kaku mu ini! Kenapa kau sangat menyebalkan dengan cara mu menghadap pada ku! Kenapa kau sangat menyebalkan dengan cara mu mengatupkan bibir! Secara keseluruhan aku sangat membenci mu!"     

Tokk Tokkk Tokkk     

Ketukan pintu membuat pergerakan gila Cherlin terhenti. Rambutnya sudah acak-acakan, napasnya sudah bertambah sangat sulit hingga mulutnya yang menganga menjadi bantuan. Peluh sudah sangat membanjiri, melunturkan sedikit riasannya yang memang berlebihan di wajah pucat miliknya.     

Sebuah lengan besar nyatanya menjadi penghadang, mencengkram ringan pergelangan kecil milik sang wanita.     

Pandangan keduanya lantas bertemu, sedikit di rasakan tak nyaman kala debaran jantungnya terus berpacu, makin kencang.     

Cherlin yang kali ini mematung di tempat, perhatiannya tersorot begitu saja oleh pandangan mata tajam dari pria di hadapannya itu.     

"Anda sudah sangat salah untuk mengartikan maksud baik tuan dan nyonya. Bahkan kakak anda sekali pun, beliau sangat menyayangi anda dengan upaya perlindungannya. Jangan di salah artikan buruk, mereka bukan menarik sepenuhnya kebahagiaan yang anda maksudkan. Hanya saja, memang harus bersabar untuk mencari jalan lain itu."     

Kali ini Cherlin yang di buat tertegun, pria itu membalas tindakannya dengan sama persis. Mendekatkan bibirnya pada pendengaran wanita itu.     

Suara berat yang mengalun sangat pelan, meninggalkan napas segar yang lantas berbondong-bondong memasuki lubang kecil di telinganya.     

Di pikir sangat konyol, seolah hanya dengan perkara sekecil itu bisa membuat sekujur tubuh wanita bergetar. Bulu-bulu halusnya serentak berdiri. Cherlin yang sampai menahan napas dengan kelopak matanya yang di tutup rapat, bibirnya pun juga di katupkan. Bagian dalam perutnya terasa sangat geli, sangat gila jika sampai membuatnya menggelinjang sesaat, efek sama persis yang di alami Cherlin ketika seorang pria tengah menggodanya.     

Tokk Tokk Tokk     

Ketukan pintu kembali terdengar, menyentak serta pada Cherlin yang masih di buat kebingungan dengan respon tubuhnya yang berlebihan.     

Terlebih saat pandangan pria dihadapannya itu masih menatap dengan sangat lekat. Cherlin tiba-tiba saja menjadi sangat pengecut, pandangannya yang memutuskan kalah saat adu tanding.     

Riki yang masih menggenggam pergelangan tangan milik Cherlin, lantas di lepaskan sangat perlahan. Tak ada perubahan, wajahnya masih sangat datar. "Saya harap anda bisa mengerti maksud baik mereka, nona."     

Clekk     

"Selamat malam, nona Lea!"     

Sapa Riki dengan kepalanya yang menunduk. Wanita yang terlalu lama menunggu hingga memutuskan untuk memainkan ponselnya itu pun perlahan mengangkat pandang. Tubuhnya yang menyandar pada pada sisi pintu milik Max pun lantas menegak.     

Ekspresi keterkejutan jelas saja di tunjukkan pada pria yang telah berjalan menjauh. Matanya menyipit, alisnya bertaut seiring dengan kernyitan di dahinya. Terlebih mendapati sang putri pemilik rumah yang mematung di ambang pintu.     

Senyum wanita pendatang itu pun merekah, lengannya memasukkan ponsel ke dalam tas kecil miliknya.     

Lea berjalan mendekat, menepuk bahu Cherlin yang seperti tak menyadari jika sesaat lalu ia di perhatikan dengan begitu intens.     

"Hei, kak Le! Kau ada di sini?" sapa Cherlin dengan suaranya yang meninggi. Sedangkan di satu waktu, kelopak matanya yang berkedip begitu cepat, seperti halnya membasahi bagian dalamnya karena terlalu lama melalun. Satu objek pandang yang seketika saja membuat Lea menyasar satu tokoh.     

Lea mendekat, mengecup pipi kanan dan kiri milik bakal adik iparnya itu. "Hai, Lin! Ya, awalnya aku ingin menemui Max dan mengajaknya berkencan. Namun tak ada yang mengabari ku sebelumnya jika kekasih ku itu tak ada di rumah."     

Lea pun mengikuti langkah Cherlin yang mengajaknya untuk memasuki ruangan lebih dalam.     

Kamar Cherlin tak sebesar dan selengkap milik Max. Mereka berdua pun duduk di atas ranjang.     

"Ya, dia berkata akan menginap di mana pun yang dia inginkan."     

"Benarkah? Sayang sekali, tapi untung saja ada diri mu yang bisa ku ajak mengobrol sebagai pengganti,"     

Ucapan Lea terhenti, di balaskan oleh anggukan dan seulas senyum tipis dari Cherlin.     

Namun hal itu rupanya tak bisa bertahan lama, lanjutan dari kata-kata Lea sudah membuat Cherlin benar-benar mematung di tepat.     

....Meski aku di buat terkejut dengan seorang pria yang membukakan pintu. Menurut mu, apakah dia tidak terlalu lancang untuk memasuki ruangan sang nona? Kau tidak sedang membuka cela untuk orang rendahan sepertinya, kan?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.