Bullying And Bloody Letters

Pasar Malam



Pasar Malam

0Malam minggu ini memang begitu cerah, bulan bersinar bulat sempurna dengan taburan bintang-bintang yang berkilauan.     
0

Raisa dan Aldo pergi bersama. Dengan berboncengan motor.     

Mereka hendak menghabiskan malam minggu ini bersama-sama.     

Mereka hanya berkeliling kota jakarta dan mampir di sebuah pasar malam.     

Memang bukanlah tempat yang mewah bagi Raisa, yang seorang anak konglomerat.     

Namun Raisa sudah terbiasa akan hal sederhana.     

Raisa bukanlah seorang gadis kaya raya yang selalu hidup dalam kemewahan.     

Selama ini ibunya sudah mengajarkan kehidupan yang sederhana dan biasa-biasa saja kepadanya dan adiknya.     

Dan hal itu membuat Raisa tidak masalah walau di ajak jalan-jalan di tempat pinggiran sekali pun.     

"Kak, maaf ya kalau cuman di ajak di tempat kayak gini, secarakan, Kak Raisa anak konglomerat," ucap Aldo.     

"Yaelah, santai aja kali, Do! Lagian kamu kan tahu rumah saya sesederhana apa? Dan kehidupan saya, ibu berserta adik saya itu seperti apa?" tukas Raisa.     

"Wah senang sekali, bisa jalan-jalan lagi sama, Kak Raisa,"     

"Oh, ya? Masa sih?"     

"Serius, seperti yang saya bilang tadi, kalau saya datang ke rumah, Kak Raisa, itu memang ingin bertemu dengan Kak Raisa, bukan tante Rima," jelas Aldo.     

"Ih, berarti kamu itu tega banget ya, Do, bohongin, Mama, saya,"     

"Hehe, berbohong demi kebaikan, Kak, lagian kalau pun tante Rima, tahu pasti beliau juga gak akan marah, toh, beliau memang sangat mendukung saya," ujar Aldo.     

"Ih, apaan sih, percaya diri bangset," sahut Raisa.     

"Hehe, namanya juga usaha," ucap Aldo.     

"By the way, aku mau yang itu dong!" ucap Raisa seraya menunjuk tukang siomay yang ada di dekatnya. Nampaknya dia mulai tidak canggung lagi.     

"Ok, siap, Bos!" Aldo langsung formasi hormat.     

Dan tanpa ragu Aldo langsung memesankan siomay untuk Raisa. Setelah itu dia langsung memberikannya kepada Raisa.     

"Terus, Kak Raisa, mau minta apa lagi?" tanya Aldo.     

"Itu!" Raisa menunjuk ke arah, tukang batagor.     

"Ok siap, Bos!" Kembali Aldo formasi hormat dan membelikan batagirt seperti apa yang di minta oleh Raisa.     

"Sekarang, mau mimum apa, Kak?" tanya Aldo.     

"Ah, minumnya apa aja boleh deh."     

"Ok, kalau begitu, Kak Raisa, tunggu di sana saja ya," Aldo menunjuk ke arah bangku taman yang kosong kepada Raisa.     

"Terus kamu mau kemana?"     

"Oh, saya mau cari minuman buat, Kak Raisa," jawab Aldo.     

"Oh, gitu ya, ok kalau begitu saya tunggu di sana deh,"     

"Ok," kalau Aldo pun langsung bergegas pergi meninggalakan Raisa.     

Raisa pikir mungkin hanya sekitar 4-5 menit saja, Aldo akan menemuinya, tapi ternayata malah samapi 15 menit Aldo tidak juga muncul.     

"Astaga, ni anak kemana aja sih? Kenapa lama banget?" keluh Raisa.     

Dan tak berselang lama Aldo pun muncul dengan membawa minuman dan juga jajanan-jajanan khas pasar malam banyak sekali.     

"Astaga, Aldo! Kenapa banyak sekali?!" tanya Raisa yang kaget dan sangat syok.     

"Ya kan sekalian, sebagian lagi untuk tante Rima," jawab Aldo.     

"Iya, tapi gak sebanyak ini juga kali!" ujar Raisa.     

"Udah tenang aja, kita makan bersama dulu, sampai kita kenyang."     

"Tapi ini banyak banget, uang kamu bisa habis, Do! Kamu itu harus hemat, kan belum bisa cari uang sendiri, meskipun orang tua kamu kaya raya sekaki pun, tapi tetep aja kamu itu harus berhemat," ujar Raisa menasehati Aldo.     

"Tenang, Kak Raisa, ini tuh semua makanan yang harganya murah-murah banget, uang segini kalau di beliin di restoran paling cuman dapat makanan satu porsi, tapi kalau di sini bisa dapat banyak dan macam-macam," tutur Aldo menjelaskan kepada Raisa.     

Dan Raisa hanya manggut-manggut mengiyakan ucapan Aldo.     

Dia lupa kalau makanan pasar malam itu selain enak juga murah-murah, memang sudah cukup lama dia tidak lagi pernah mengunjungi pasar malam seperti ini.     

Terakhir dulu saat dia dan juga Eliza, masih kecil.     

"Iya, saya baru ingat kalau di sini makanannya selain enak-enak juga murah-murah," ujar Raisa.     

"Nah, yasudah kalau begitu kita makan dulu yuk," ajak Aldo.     

"Iya," jawab Raisa.     

Di bangku taman itu mereka berdua makan sepuasnya dengan menu aneka jajanan pasar malam.     

"Kak Raisa, mau coba yang ini?"     

"Apaan tuh, Do?"     

"Ini namanya, rambut nenek"     

"Rambut nenek, siapa?" tanya Raisa dengan polos.     

"Haha! Ini sejenis permen kapas, Kak, bukan rambut nenek beneran!"     

"Oh, aku belum pernah coba sih, dulu pernah lihat sekilas, tapi belum pernah membelinya," jawab Raisa.     

"Yaudah sekarang, Kak Raisa, cobain dulu dong," Aldo menyuapkan makanan itu ke dalam mulut Raisa.     

"Gimana, enak enggak?" tanya Aldo.     

"Emmm ... enak, manis, kayak cutton candy!" jawab Raisa antusias.     

"Ya, kan emang masih saudaraan sama, Cutton Candy!" jawab Aldo sambil tertawa renyah.     

"Ah, emang makanan kenal saudara ya?"     

"Ya kenal lah, Kak! Contohnya, rambut nenek sama cutton candy, terus ada lagi ketoprak sama gado-gado, pecel, mereka bertiga itu masih saudara semua," ujar Aldo menjelaskan pengetahuannya yang tidak jelas asal-usulnya itu.     

"Haha! Makin ngacok kamu itu, Do!" cerca Raisa sambil tertwa.     

"Terus itu sate apaan, kok kecil-kecil banget?" tanya Raisa sambil menunjuk ke arah makanan yang di maksud itu.     

"Oh, yang ini namanya sate kikil, cobain deh," ucap Aldo, sambil mengambilkan satu tusuk sate itu dan memeberikannya kepada Raisa.     

Raisa pun meraihnya dan langsung memakannya.     

"Alot ya?" ucap Raisa sambil meneliti rasanya. "Tapi, enak sih," ucap Raisa lagi.     

"Ini favorit aku, Kak," ucap Aldo.     

"Masa?"     

"Iya, sejak kecil aku sama bibi yang mengasuhku selalu mengajakku jalan-jalan ke tempat seperti ini, ketika Papa dan Ibu sedang bekerja di luar," ujar Aldo.     

"Wah, enak ya kamu, meski pun keluarga kamu sibuk tapi keluarga kamu masih utuh, Do," puji Raisa.     

"Iya, sih, Kak, cuman kadang aku juga pengen selalu bareng-bareg sama mereka. Tapi mereka juga gak bisa selalu ada karna sibuk dengan perkerjaan mereka, dan terpaksa aku harus mengerti karna mereka berkerja keras demi masa depanku," tutur Aldo.     

"Wah, keren kamu, Do! Aku salut sama kamu, karna kamu itu bisa mengerti keadaan orang tua kamu, dan kamu menjalani hidup kamu penuh dengan rasa bersyukur." Puji Raisa     

"Terima kasih, Kak, terus ngomong-ngomong, Kak Raisa, apa dulu juga sering main ke pasar malam begini?" tanya Aldo.     

"Emmm, jarang sih, hanya sekitar dua kali, pertama sama, Mama, waktu itu aku masih SMP dan Eliza masih duduk di bangku SD, Mama mengajak kami jalan-jalan karna ingin menghibur kami, lalu yang kedua kalinya aku datang berdua saja dengan adikku Eliza." Pungkas Raisa.     

"Pantas, Kak Raisa, belum paham betul dengan jenis-jenis makanan yang ada di pasar malam hehe!"     

"Iya, sih!"     

"Dulu, Eliza juga begitu, lalu setelah beberapa kali aku mengajaknya dia jadi ketagihan,"     

"Masa? Sayang ya, Eliza sudah gak ada, mungkin kalau dia masih ada, kamu gak akan pergi dengan ku melainkan dengan, Eliza," ucap Raisa sambil tersenyum perih.     

"Kalau soal itu, mungkin ini sudah jalannya,"     

"Maksudnya?"     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.