Bullying And Bloody Letters

Rahasia Di Masa Depan



Rahasia Di Masa Depan

0"Pantas, Kak Raisa, belum paham dengan jenis-jenis makanan yang ada di pasar malam hehe!"     
0

"Iya, sih!"     

"Dulu, Eliza juga begitu, lalu setelah beberapa kali aku mengajaknya dia jadi ketagihan,"     

"Masa? Sayang ya, Eliza sudah gak ada, mungkin kalau dia masih ada, kamu gak akan pergi dengan ku, tapi dengan Eliza," ucap Raisa sambil tersenyum perih.     

"Kalau soal itu, mungkin ini sudah jalannya,"     

"Maksudnya?"     

"Ya sudah jalannya, mungkin hanya sampai di situ kebersamaanku dengan Eliza. Dan sekarang dia pergi dan di gantikan oleh, Kak Raisa," ucap Aldo.     

"Hah?!" Raisa tampak bingung mendengar penjelasan dari Aldo itu.     

"Kak, sebenarnya aku suka sama, Kak Raisa" ucap Aldo dengan jujur.     

Sedangkan Raisa hanya terdiam membisu.     

"Kak, apa, Kaka, sama sekali tidak suka dengan ku?" tanya Aldo memastikan.     

"Kamu tahu kan, aku ini siapa? Dan kita ini siapa?" tanya balik Raisa.     

"Iya, aku tahu, Kak Raisa adalah kaka dari Eliza, dan, Kak Raisa, juga kepala sekolah ku," jawab Aldo.     

"Kamu sudah tahu, Aldo. Tapi kenapa masih verkata seperti ini kepadaku?"     

"Maaf, Kak Raisa, karna aku tidak bisa lagi menahan perasaanku kepada, Kaka,"     

"Hufft ... tapi ...."     

"Tapi, apa, Kak?"     

"Aku gak bisa?"     

"Kenapa? Apa karna setatus dan usia?"     

"Iya," Raisa mengangguk.     

"Kenapa, Kaka, harus menutupi perasaan sendiri?"     

"Karna aku merasa berdosa kalau aku mengakui perasaanku kepadamu?"     

"Kenapa?"     

"Karna kamu itu punya Eliza,"     

"Eliza, itu sudah gak ada, Kak! Kami tidak mungkin bisa bersatu lagi,"     

"Iya, tapi aku ini kakak macam apa kalau aku merebut kamu darinya?"     

"Kaka, tidak merebut aku darinya, tapi takdir yang menyatukan kita. Lagi pula aku yakin, Eliza, akan rela bahkan bahagia bila kita bersatu,"     

"Bagaimana kamu bisa yakin?" tanya Raisa.     

Dan Aldo pun terdiam sesaat lalu pikirannya melayang ke masa lalunya saat bersama Eliza.     

"El, aku cinta banget sama kamu, dan aku berharap suatu hari nanti kita akan menikah!" ucap Aldo penuh yakin.     

"Haha gila kamu, Do! Kita kan masih SMA?!" tanggap Eliza.     

"Ya emang kenapa kalau kita masih SMA, kalau pada akhirnya kita memang berjodoh bagiamana?"     

"Iya, sih! Kalau pun gak berjodoh aku sih, cuman berharap dengan siapa pun kamu nanti, yang penting kamu bahagia!"     

"Kenapa kamu bilang begitu? Kamu gak serius ya pacaran sama aku?"     

"Haha! Ya bukan begitu, Aldo, tapi kita kan gak tahu bagiamana nasib kita di masa depan bisa saja, kita terpisah, atau rasa cinta kamu yang akan berubah terhadapku, atau mungkin umur ku tidak panjang dan aku mati sebelum menikah dengan mu," tutur Eliza.     

"Gila kamu, El! Kenapa mikirnya sampai sejauh itu? Bahkan sampai tentang kematian!" ujar Aldo yang terganggu dengan ucapan Eliza.     

Menurutnya ucapan Eliza terdengar sangat berlebihan, dan hal itu bagi Aldo tidak akan terjadi.     

Aldo sangat mencintai Eliza.     

Dia benar-benar merasa kalau Eliza, adalah segalanya pada saat itu.     

Dan dia tidak akan mungkin terpisahkan.     

Bahkan setiap hari Eliza selalu bersamanya, begitu pula dengan dirinya, dia selalu setia mendampingi Eliza baik suka maupun duka.     

Mereka selalu kompak, bahkan teman satu kelas mereka sangat mendukung hubungan Eliza dan juga Aldo, kecuali Jeninna.     

Memang Jeninna adalah satu-satunya orang di kelas itu yang sangat membenci hubungan Eliza dengan Aldo.     

Dia berharap mereka berdua berpisah saja.     

Karna Jeninna yang sangat mencintai Aldo.     

Hingga pada akhirnya keinginan Jeninna tersampaikan, Aldo dan juga Eliza terpisah. Karna Eliza yang meninggal karna jatuh dari lantai Tiga, dan itu adalah ulah Jininna beserta keluarganya.     

Tapi berkat hal itu Aldo, baru menyadari, jika apa yang sudah di katakan oleh Eliza itu memang benar.     

Bahwa kita tidak akan tahu bagaimana nasib kita di masa depan termasuk dengan Aldo.     

Dia baru menyadari, jika dia dan Eliza itu tidak berjodoh, dan terlalu cepat baginya untuk terlalu percaya diri bahwa dia dan juga Eliza itu tidak akan terpisahkan lagi.     

Tapi ternyata dia salah, karna Eliza dan dirinya kini tak lagi bersama.     

"Kenapa, Do, kamu malah diam begitu?" tanya Raisa.     

Dan Aldo pun langsung tersentak, dan baru teringat kalau saat ini dirinya sedang bersama Raisa.     

Aldo terbawa dengan kenangan masal lalu saat bersama dengan Eliza.     

"Kak, aku benar-benar suka dengan, Kak Raisa, aku ingin menjadikan, Kak Raisa, lebih dari seorang kaka, atau pun kepala sekolah. Aku ingin Kaka, manjadi seseorang yang menjadi penyemangat dalam hari-hari ku, seperti Eliza, dulu" tutur Aldo.     

"Apa kamu ingin menjadikan ku sebagai pelarian dari, Eliza?"     

"Bukan, Kak! Aku sangat tulus mencintai Kak Raisa, dan ini bukan sebuah pelarian,"     

"Tapi, Do, aku sudah bilang bahwa aku tidak mau merebut kekasih adikku sendiri,"     

"Sudah ku bilang, Kaka, tidak merebutku, tapi karena sudah saatnya aku juga menemukan pengganti, Eliza, aku sangat yakin Eliza akan bahagia bila melihat kita bersatu,"     

"Apa maksud kamu? Lagi-lagi kamu berbicara begitu, Do?"     

"Dulu, Eliza pernah berkata, kalau dia akan turut berbahagia dengan siapa pun aku berjodoh. Karna dia bicara, bahwa tidak akan ada yang tahu nasib orang pada masa depan, bahkan kalau pun kita akan mati di esok pun kita tidak tahu. Maka dari itu jangan terlalu percaya diri dan menganggap seolah-olah kita memiliki kemampuan untuk melihat masa depan, dan itu yang aku lakukan dulu. Aku sangat yakin bahwa Eliza dan aku tidak akan terpisah, tapi pada kenyataannya salah, dan apa yang di ucapakan Eliza, itu terjadi. Di situlah aku baru sadar, sebaiknya kita jangan terlalu berharap banyak kepada sesuatu yang tidak pasti." Tutur Aldo.     

Raisa hanya bisa terdiam mendengarkannya dengan seksama, dia tidak menyangka Aldo sedewasa itu.     

"Kak ...." Aldo menggenggam tangan Raisa.     

"Aku tahu ini sulit, dan aku tahu kalau, Kaka, juga menyukaiku, tapi hanya saja karna perbedaan yang membuat kita berusaha terus menyangkal," ucap Aldo, dan Raisa masih terdiam saja.     

"Tapi aku tidak mau terus memendam perasaan ku, aku suka , Kak Raisa, aku Cinta, Kak Raisa, aku jngin berpacaran dengan, Kak Raisa." Aldo menundukkan kepalanya sesaat.     

"Meski pun kita berbeda usia dan setatus tak masalah, yang penting aku sudah Mengunggkapkannya. Dan perkara jodoh atau tidak itu urusan nanti. Sekali lagi aku ulangi kata dari Eliza, bahwa kita tidak akan tahu nasib kita di masa depan dan siapa tahu memang kita berjodoh," tutur Aldo lagi menjelaskan kepada Raisa.     

"Tapi, kamu itu masih kecil, Do! Dan gadis seusiaku ini bukan saatnya untuk bermain-main," ucap Raisa.     

"Aku tahu, Kak! Bahkan aku sangat tahu! Dan sedikit pun aku tidak ingin bermain-main dengan, Kaka," sahut Aldo.     

"Tapi—" Raisa tampak sangat ragu.     

Dan dengan segera Aldo meraih kembali tangan Raisa.     

"Kita jalani saja, Kak, perkara jodoh atau tidak urusan nanti. Bahkan jika suatu hari nanti, Kaka, mendapatkan pria yang jauh lebih baik dari ku, aku tidak masalah, aku akan merelakan, Kak Raisa, pergi selama, Kak Raisa bahagia," tutur Aldo.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.