Bullying And Bloody Letters

Masih Dengan Ketamakannya



Masih Dengan Ketamakannya

0Semenjak hari itu, Raisa dan Aldo sudah tidak lagi canggung saat bertemu.     
0

Namun saat berada di dalam sekolahan, mereka berpura-pura biasa saja.     

Tentu saja mereka tidak mau mengumbar kemesraan yang justru akan membuat berita yang menggemparkan sekolah dan tentunya akan merusak privasi mereka.     

Mareka berhubungan secara dewasa, tidak terlalu memarkan kemesraan layaknya teman-teman sebaya Aldo     

Dan tentunhya mereka saling mengerti dan saling memahi satu sama lain.     

***     

Pagi ini, Aldo sedang menuju ruang kepala sekolah, dia hendak meminta persetujuan atas kegiatan yang akan dilakukan di kelasnya.     

Aldo sebagai ketua kelas, terpaksa menemui kepala sekolah untuk membicarakan rencana kegiatan kelas mereka berupa, pengadaan kelas alam terbuka di setiap hari sabtu.     

Hal ini bertujuan, agar kegiatan belajar tidak melulu di dalam kelas dan membuat minat belajar mereka semakin meningkat.     

Ceklek!     

"Permisi, Bu Raisa, apa saya boleh masuk?" tanya Aldo dengan sopan.     

"Tentu saja, silahkan masuk, Do!"     

"Baik, tetima kasih!"     

"Ada apa?" tanya Raisa.     

"Saya mewakili teman-teman ingin membahas tentang kegiatan belajar di alam terbuka setiap hari sabtu. Dan tentunya hal yang sudah sempat kami bahas tempo hari bersama, Bu Raisa, saat di kelas," tutur Aldo.     

"Oh, iya, boleh saya lihat dulu proposalnya?"     

"Ini, Bu," ucap Aldo sambil menyodorkan propsal itu.     

"Baik saya periksa dulu ya?" tanya Raisa.     

Lalu Raisa membaca dengan seksama proposal itu, dan di saat itu Aldo tampak terpaku melihat Raisa yang sedang fokus membaca proposalnya.     

'Ya ampun, cantiknya, Kak Raisa,' batin Aldo sambil tak sadar mulai mengembangkan senyuman.     

"Ini proposalnya, sudah saya baca dan sudah saya tandatangani," ucap Raisa sambil tersenyum.     

"Terima kasih, Bu Raisa," ucap Aldo.     

Lalu Aldo hendak keluar dari ruangan Raisa.     

Tapi sesaat dia menghentikan langkahnya.     

"Loh, kenapa, Do! Kok malah berhenti?" tanya Raisa.     

"Ada yang ketinggalan, Bu!" jawab Aldo dan Raisa tampak heran. "Apa yang ketinggalan, Do?" tanya Raisa.     

Cup....     

Aldo mengecup kening Raisa lalu segera pergi meninggalkannya.     

"Aldo! Keterlaluan kamu ini! Ini sekolahan, Aldo!" teriak Raisa, dan Aldo malah tertawa sambil berlari.     

"Maaf, Bu Raisa!"     

Raisa pun kembali duduk di kursinya lagi, sambil memegangi keninganya, yang baru saja di kecup oleh Aldo.     

Aldo memang terlihat sangat tidak sopan, tapi entah mengapa bagi Raisa ini terasa manis     

Jantungnya berdegup kencang dan pipinya merah merona.     

Ini lah rasanya jatuh cinta, ini yang di bicarakan orang-orang, sampai usia sedewasa ini, Raisa baru merasakan hati yang bergejolak dan berbunga-bunga ini.     

Sedangkan Aldo tampak tersenyum-senyum sendiri memasuki kelasanya.     

"Eh, Do! Gimana proposalnya? Udah di tanda tangani?" tanya Nino.     

"Eh, udah kok!" jawab Aldo sambil meletakkan kertas itu di atas meja.     

"Perasaan, senyum-senyum terus?" tanya Derry.     

"Yaelah, Der! Kayak gak tahu aja, dia, 'kan habis dari ruangan, Bu Raisa, makanya senyum-senyum sendiri," imbuh Nino.     

"Lah, iya tu! Kan habis bertemu dengan wanita pujaan hati," sahut Derry.     

"Ssst, brisik, kalian bisa diam enggak sih?" sergah Aldo, lalu dia kembali tersenyum-senyum lagi, tak peduli kedua temannya sedang membicarakan dirinya.     

"Wah, kita di kacangin sama orang yang sedang kasmaran!" ujar Derry.     

"Iya!" sahut Nino.     

Suasana kelas menjadi kembali damai setelah Ayumi tak lagi ada.     

Tidak ada lagi yang membuat mereka menjadi kesal dan was-was karna Ayumi sudah tidak ada di situ.     

Terutama Nino, kini dia kembali ceria dan hilang rasa dendamnya.     

***     

Di dalam ruangan yang cukup sederhana, kecil, reot dan sebagian temboknya masih terbuat dari anyaman bambu, serta terletak jauh dari kota.     

Tampak Rasty baru saja terbangun dari tidur, dengan rambut kusut dan pakaian menggunkan sebuah daster yang terlihat sedikit lusuh.     

"Hufft... sampai kapan aku harus hidup begini? Dan kenapa, Pak Mark, memberikanku tempat seperti ini?!" keluh Rasty.     

Mark, sengaja menaruh Rasty di tempat yang seperti ini, karna dia tidak mau, keberadaan Rasty akan ketahuan.     

Makanya dia menyembunyikan Rasty sampai keplosok desa begini, karna dengan begitu, Rasty tidak akan ketahuan.     

Tok, tok tok!     

Terdengar seseorang mengetuk pintu rumah itu.     

Dan dengan segera Rasty membukakannya, karna dia tahu kalau itu adalah Mark, karna selama ini hanya Mark dan anak buahnya yang menengoknya di tempat ini.     

Ceklak!     

"Silahkan masuk, Pak Mark!" ucap Rasty.     

"Makasih!" jawab Mark tegas.     

Rasty terlihat sangatlah murung, dan Mark memperhatikan kemurungan itu.     

"Kenapa wajah kamu seperti itu, Rasty?" tanya Mark.     

"Saya, sudah tidak betah tinggal di sini, Pak mark," jawab Rasty.     

"Terus mau kamu apa?"     

"Saya, mau pindah ke tempat yang lebih layak, Pak,"     

"Hah?! Kamu pikir semudah itu?!"     

Dan Rasty pun terdiam.     

"Kamu tahu tidak kalau di luaran sana, Surya dan para anak buahnya sedang mencari-cari kamu!"     

"Tapi, Pak, tempat ini—"     

"Jelek?!" cantas Mark. Dan Rasty pun hanya bisa menunduk, karna dia tidak bisa melawan Mark, selama ini hanya Mark lah yang bisa menolongnya, meskipun hanya menaruhnya di tempat yang terpencil seperti ini.     

"Dengar, Rasty, nanti kamu harus bersabar sampai keadaan benar-benar aman," ujar Mark.     

"Baik, Pak, lalu apa rencana anda?"     

"Rencana saya adalah, membunuh Surya, terlebih dahulu beserta keluarganya, dan tentunya kamu akan turut andil dalam rencana itu," ujar Mark.     

"Baiklah kalau begitu, kapan rencana ini akan di mulai?"     

"Secepatnya,"     

"Baiklah, saya mengikuti apa arahan dari Pak Mark," ucap Rasty.     

"Bagus kalau begitu, dan kamu bertahan di sini, sampai tiba saatnya aku akan memanggilmu,"     

"Baik, Pak, tapi ...."     

"Tapi, apa lagi?"     

"Tapi, saya butuh persediaan makanan yang lebih banyak lagi, dan beberapa pakaian yang layak pakai, apa anda bisa membantu saya?"     

"Tenang, kalau soal itu dengan segera anak buahku akan mengirimkannya untuk kamu," jawab Mark.     

"Terima kasih, Pak Mark," ucap Rasty.     

Setelah itu Mark kembali pergi meninggakan kediaman Rasty.     

Dan esok harinya para anak buah Mark kembali datang dan membawakan segala kebutuhan untuk Rasty.     

Meski merasa tidak nyaman dan ingin sekali untuk segera pergi dari rumah itu, tapi Rasty tetap harus bertahan sampai tiba waktunya nanti.     

Sambil memegangi jimat keselamatan itu, Rasty meyakinkan dirinya bahwa dia akan menang.     

"Aku yakin sesulit keadaan ku saat ini, tapi tetap saja pada suatu hari nanti aku akan menyaksikan Rima dan keluarganya akan mati, dan aku yang akan mengambil seluruh harta mereka!" ucap Rasty penuh yakin.     

"Sekarang aku bersama, Mark! Aku yakin sekali setelah ini, Mark akan membantu membersihkan namaku yang telah tercoreng ini,"     

Masih dengan ketamakannya, Rasty yakin sekali bahwa dirinya bisa mendapatkan apa yang dia inginkan. Dan dia sangat yakin akan kembali hidup dalam kemewahan lagi.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.