Bullying And Bloody Letters

Perasaan Yang Tidak Enak



Perasaan Yang Tidak Enak

0Pagi yang begitu cerah, Surya mulai mempersiapakan segala keperluannya.     
0

Siang nanti dia akan bertolak ke Bandara, karna akan ada pertemuan bisnis di Singapura.     

Dan pagi ini setelah bersiap-siap, Surya ingin sekali pergi ke rumah Rima terlebih dahulu, karna dia akan pergi selama beberapa hari di Singapur.     

"Selamat pagi, Pak Surya, ini pesanan anda sudah siap," ucap salah satu ajudannya.     

"Terima kasih," jawab Surya.     

Lalu Surya menenteng papper bag itu dan membawanya pergi ke rumah Rima.     

"Ah, semoga saja, Rima suka dengan makanan ini," ucap Surya penuh harap.     

Sesampainya di rumah Rima, Surya tampak mengetuk pintu rumah itu, dan tak berselang lama Raisa membukakan pintu untuk Surya.     

Ceklek!     

"Ayah, ayo masuk," ucap Raisa.     

"Mama, kamu di mana?" tanya Surya.     

"Oh, Mama, tadi lagi jalan-jalan pagi sama suster," ucap Raisa.     

"Oh, begitu ya, sayang sekali,"     

"Papa, bawa apa itu?"     

"Oh, ini?" Surya menunjuk ke arah papper bag itu.     

"Iya, Pa, apa lagi," jawab Raisa.     

"Oh, ini makanan kesukaan mama kamu,"     

"Oh, jadi mama aja nih, Raisa enggak di beliin?"     

"Aduh, maaf, Papa lupa hehe,"     

"Hemmm ...." Raisa tampak cemberut.     

"Yaudah, nanti kalau Papa, pulang dari Singapura, Papa, beliin kamu oleh-oleh deh, kamu mau apa?" tanya Surya merayu putrinya itu.     

"Ah, gak usah, Pa, buat, Mama, aja," ucap Raisa.     

"Dih, ngambek ni ye?" ledek Surya.     

"Ih, enggak lah. Yaudah, Papa mau minum apa, biar Raisa buatkan?" tanya Raisa.     

"Kopi boleh tuh, "     

"Ok, Papa, tunggu sebentar ya, Raisa ke dapur dulu,"     

"Ok, Sayang,"     

Dan tak berselang lama Rima, beserta seorang perawat yang menjaganya baru saja pulang jalan-jalan pagi.     

Tampak perawat itu mendorong kursi roda Rima, lalu manghentikannya di dekat Surya.     

"Eh, Suster, ngapain saya di taruh di sini?!" tanya Rima.     

"Loh, kan sedang ada tamu, Bu Rima, jadi terpaksa saya taruh di sini, siapa tahu, Ibu akan mengobrol dengan beliau," ucap perawat itu.     

"Tidak! Aku tidak sudi mengobrol denganya,"     

"Rima, nanti siang aku akan pergi ke Singapur lo," ucap Surya.     

"Masa bodo! Bukan urusanku tuh!" ketus Rima.     

"Astaga, kamu itu kasar sekali sih, Rima, kepada ku," keluh Surya.     

"Bodo amat!" jawab Rima lagi.     

Dan tak lama Raisa pun keluar sambil membawakan secangkir kopi untuk sang ayah.     

"Ini kopinya, Pa,"     

"Terima kasih, Sayang," ucap Surya dengan manis.     

Sedangkan Rima tampak kesal melihatnya dan mulai memalingkan wajahnya.     

Rima tampak kesal dan tidak suka dengan keakraban antara Raisa dan Surya.     

"Kalian sudah ngobrol berdua saja, biar saya mau masuk ke kamar saja!" ujar Rima seraya mendorong roda kursinya.     

"Eh, Mama, mau kemana? Di sini aja dong, mumpung ada, Papa!" ucap Raisa.     

"Mama, capek, pengen istirahat aja," jawab Rima.     

"Mama, sini aja, Papa, bawa makanan nih," ucap Raisa.     

"Mama, gak lapar!" jawab Rima.     

Rima pun tetap ngotot untuk masuk ke dalam kamar dan Raisa hendak menghentikannya, tapi Surya melarangnya.     

"Biarkan saja, mungkin, Mama kamu sedang lelah, nanti tolong berikan makanan ini untuk, Mama ya," ujar Surya seraya menyodorkan Papper bag itu kepada Raisa.     

"Terus, Papa, mau kemana?"     

"Nanti siang, Papa, akan terbang ke Singapur," ucap Surya.     

"Oww, begitu, yasudah, Papa, hati-hati ya," ucap Raisa.     

"Iya, Sayang, kalau gitu, Papa, pamit dulu ya, jaga Mama baik-baik,"     

"Iya, Pa!"     

Surya mengecup kening Raisa, sesaat sebelum dia pergi meninggalkannya.     

Entah mengapa hari ini Raisa, merasa sedikit tidak enak ketika sang ayah berpamitan dengannnya.     

Dia merasa ada sesuatu yang mengganjal dan membuatnya ingin sekali melarang sang ayah untuk pergi, tapi tentu saja dia tidak dapat melakukaknya.     

Karna ini sudah menjadi pekerjaan sang ayah, dan juga sudah sering beliau lakukan.     

Bagi Surya bolak-balik pergi ke luar negeri itu sudah biasa.     

"Ya Tuhan, Raisa, mohon lindungi, Papa," ucap Raisa dengan pelan dan penuh harap.     

Dan setelah itu Raisa, membawa papper bag itu masuk ke dalam kamar sang ibu.     

Dan di dalam kamar itu tampak sang ibu sedang duduk santai sambil melamun dengan wajah yang terlihat kesal.     

"Ma...." panggil Raisa.     

Lalu perlahan Rima, menoleh ke arah Raisa.     

"Ada apa?" tanya Rima dengan ketus.     

"Mama, masih kesal ya?" tanya Raisa.     

"Papa, kamu udah pulang?" tanya balik Rima kepada Raisa.     

"Sudah, Ma," jawab Raisa.     

"Baguslah!" ucap Rima dengan suara tegas, namun dari wajahnya terlihat ada sesuatu yang tidak iklas.     

"Mama, kok kelihatan sedih begitu? Kenapa?" tanya Raisa.     

Dan seketika Rima langsung merubah ekspresnya agar sedikit lebih tenang dan tidak terlihat sedang bersedih.     

"Enggak tuh!" ujar Rima dengan ketus.     

"Ini, Ma...." Raisa menyodorkan Papper bag itu ke arah Rima.     

"Apa?" tanya Rima.     

"Ini dari, Papa, buat, Mama," jawab Raisa.     

"Buat kamu aja!" ujar Rima.     

"Ini buat, Mama, bukan buat Riasa jadi harus, Mama, yang membukanya," jawab Raisa lagi.     

Lalu Rima pun dengan terpaksa membukanya.     

Di dalam papper bag itu ada sebuah kotak yang berisi cup cake kesukaannya.     

Cup cake berukuran sedang dengan toping warna-warni dan juga beraneka rasa.     

Ini adalah makanan kesukaan Rima sejak dulu, dan Surya selalu membelikannya ketika masih duduk di bangku kuliah dulu.     

Rima mulai mengembangkan bibirnya dan tersenyum. Namun tak bertahan lama, lalu dia kembali menahannya lagi.     

Dia merasa terharu, Surya memberikan makanan manis ini kepadanya, membuatnya menjadi teringat kembali dengan masa lalunya yang manis.     

Tapi tentu saja Rima tidak mau menunjukkan ekspresi senyuman terharu ini.     

Meski begitu, Raisa sempat melihat senyuman yang tertahan itu, dan membuat Raisa yakin. Bahwa sang ibu itu masih memiliki perasaan cinta kepada sang ayah.     

Walau bahkan sudah di tutupi sekali pun.     

'Semoga sepulangnya Papa, dari Singapur nanti Mama, sudah mau memaafkan Papa, dan kami bisa berkumpul kembali,' batin Raisa.     

Sementara itu Surya baru saja sampai di rumahanya.     

Dan tampak sang sekertaris dan beberapa ajudannya sudah menunggu kepulanganya dan akan segera bertolak ke Bandaraya.     

"Maaf, Pak Surya, apa anda sudah siap berangkat sekarang?" tanya sang sekertaris.     

"Iya!" jawab Surya dengan singkat lalu mereka pun langsung berangkat.     

Namun bukannya pergi ke bandara, sang sopir malah membawanya masuk ke dalam sebuah jalan yang menuju hutan.     

Surya tampak sangat kebingungan lalu dia mulai bertanya kepada sopir itu.     

"Loh, kenapa malah belok ke sini?" tanya Surya.     

Dan sopir itu masih saja terdiam.     

Lalu Surya kembali bertanya kepada sopir itu.     

"Bukanya jalan menuju bandara itu lurus terus kenapa malah berbelok kemari?"     

Sopir itu masih hanya terdiam dan malah semakin mempercepat laju mobilnya.     

Surya dan yang lainnya tampak sangat kesal sengan sopir itu.     

Padahla dia itu masih baru 7 hari bekerja di sini tapi sepertinya orang ini malah hendak membuat masalah.     

"Hey! Kamu itu tuli ya? Kenapa tidak mau behenti?!" sergah Surya.     

Dan sopir itu akhirnya menghentikan mobilnya di jalannan yang cukup sepi, dan di sana sudah ada satu mobil sport berwarna hitam yang sedang terparkir.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.