Bullying And Bloody Letters

Teror Eliza Yang Kembali Lagi



Teror Eliza Yang Kembali Lagi

0Sedangkan Mark sang ayah, malah mulai mengkhawatirkan sang putri.     
0

Karna tak biasanya Ayumi seperti ini, dan hal itu membuat Mark berpikir kalau Ayumi itu sedang stres berat karna memikirian permasalahannya dengan Raisa, atau teman-teman yang lainnya.     

Entahlah, Mark terus memikirkan itu sembari berbaring di kamarnya, dia tidak mau melihat anaknya seperti ini, dan terjadi hal-hal buruk kepadanya.     

***     

Esok harinya, Mark mengajak Ayumi untuk berjalan-jalan santai sembari berolah raga pagi ini.     

"Papa, kenapa, Papa, mengajak aku pergi, sepagi ini?" tanya Ayumi.     

"Ayumi, kita ini kan sedang berada di vila, dan tempat ini kan sangat asri dan sejuk, pamandangannya juga sangat bagus, jadi tidak ada salahnya kita menikmati pemandangan di sini, kan?"     

"Iya, tapi kenapa harus sepagi ini?" ujar Ayumi yang memang biasanya sangat malas untuk bangun lebih awal.     

"Ayumi, kamu itu sepertinya sedang banyak masalah ya?" tanya Mark dan Ayumi masih terdiam.     

"Makanya kamu harus banyak-banyak mencari hiburan di sini,"     

"Huufttt ... yah," jawab Ayumi seraya mendengus kesal.     

Lalu Mark mengajak Ayumi berjalan-jalan mengelilingi perkebuman teh yang sangat indah dan sejuk, lalu mengajaknya berhenti di sebuah kedai kopi sederhana yang juga menjual jagung bakar dan aneka makana ringan lainnya.     

"Kita berhenti di sini!" tegas Mark kepada Ayumi.     

"Ngapain sih, Pa, kita berhenti di sini?" tanya Ayumi.     

"Yah, kita istirahat dan makan di sini, " jelas Mark.     

"Di tempat ini?" tanya Ayumi seraya mengernyitkan dahinya.     

"Iya!" jawab Mark antusias.     

"Pa, masa kita makan di tempat yang seperti ini?" ujar Ayumi yang tampak tidak suka dengan ajakan sang ayah.     

"Loh, memangnya kenapa? Di sini, kan tempatnya bagus, dan kopi di sini terkenal enak lo,"     

"Ya tapi aku gak mau makan di sini, Papa, tempatnya kumuh, iyuuh,"     

"Gak boleh kayak gitu, Sayang,"     

"Ya, tapi aku gak mau, Papa! Lagi pula sejak kapan seorang Mark Pujiantoro, si konglomerat dan pengusaha sukses itu menyukai makanan pinggiran seperti ini! Iyuuh ini gak banget, Papa!"     

"Ayumi ..."     

"Ayo, pulang sekarang, Papa!"     

"Tapi, Sayang—"     

"Ayo, Papa!" Ayumi menarik tangan sang ayah.     

Dan Mark pun terpaksa mau menuruti ajakan sang putri.     

"Iya! Iya! Jangan main tarik-tarik dong, Yumi!"     

Tentu saja, Ayumi tidak menyukai tempat seperti itu, dia terbiasa dengan tempat makan yang sangat mewah, dan berkelas.     

Memakan atau sekedar ngopi di tempat pinggiran tentu saja mambuatnya merasa turun derajat.     

Sedangkan itu di rumah Raisa, tampak Raisa sedang mengepel halam rumahnya, yang begitu terciun bau bensin yang menyengat di hidung.     

"Aneh sekali tiba-tiba rumahku tercium bau bahan bakar seperti ini," gumam Raisa sambil menggerakkan alat pelnya.     

"Apa jangan-jangan ada orang yang berniat jahat semalam? Apa jangan-jangan orang itu hendak membakar rumah ku ini?"     

Dalam hati Raisa terus bertanya-tanya tentang hal ini, dia sudah mulai mencurigai jika pelaku orang yang hendak membakar rumahnya itu adalah Rasty, atau bahkan malah Ayumi, karna tempo hari dia sempat cekcok dengan Ayumi di dalam ruangan kepala sekolah.     

***     

Tak terasa malam pun kembali tiba, Ayumi dan sang ayah sudah berada di Vila, dan tampak sedang duduk santai, sembari menyeruput kopi hangat di depan teras.     

"Di sini suasana sangat sejuk ya, berbeda dari jakarta," ujar Mark.     

"Iya!" jawab Ayumi ketus.     

"Loh kenapa jawabnya ketus begitu sih?"     

"Ya habisnya aku kesal sama, Papa, karna gak percaya sama ucapan, aku!"     

"Ucapan soal hantu maksud kamu?"     

"Iya!"     

"Huftt ... Yumi, kamu itu sedang stres, makanya kamu kepikiran yang aneh-aneh,"     

"Tuh, kan! Papa, itu ngeselin!" ujar Ayumi seraya berjalan meninggalkan ayahnya.     

"Yumi! Yumi!" teriak sang ayah memanggil Ayumi.     

Tapi Ayumi tidak peduli dia terus berjalan cepat meningglakan sang ayah.     

Lalu masuk ke dalam kamarnya dan menguncinya.     

Tok tok tok!     

"Yumi! Buka, Yumi!" teriak Mark sambil mengetuk-ngetuk pintu kamar anaknya, tapi Ayumi enggan membuka pintu itu, hingga pada akhirnya Mark menyerah dan menghentikan ketukan pintunnya, lalu kembali masuk ke dalam kamarnya.     

Malam pun semakin larut dan Ayumi pun tampak pulas tertidur di dalam kamar, namun tak lama Ayumi kembali terbangun, entah mengapa tiba-tiba saja sekujur tubuhnya merinding.     

Ayumi langsung duduk di atas kasur, dan mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan kamarnya.     

Tak ada apa pun, tapi entah mengapa perasaannya tidak enak dan bulu kuduknya serasa berdiri.     

"Gila, ini ada apaan sih? Kenapa gak ada apa-apa tapi badan ku terasa merinding begini?" gumam Ayumi.     

Lalu tiba-tiba saja guci yang teriak di atas mejanya terjatuh, padahal tidak ada angin atau siapa pun yang menyentuhnya.     

Tentu saja hal itu membuat Ayumi merasa sangat ketakutan.     

Dan seketika Ayumi langsung lompat dari atas kasur dan segera membuaka kunci pintu, tapi entak mengapa, dia merasa kesulitan untuk membuka pintu kamarnya itu, bahkan kuncinya sampai patah di dalam.     

Ayumi pun merasa sangat panik sekali, dia berteriak-teriak meminta tolong.     

"Papa! Tolong, Papa! Tolong, Yumi, Papa!" teriak Ayumi.     

Lalu sebuah cermin yang ada di dalam kamar itu pun terjatuh dan pecah berhamburan di atas lantai.     

Tentu saja hal itu membuat Ayumi merasa semakin lebih takut lagi, perasaan semakin tak enak, dan jantungnya berdegub lebih kencang lagi.     

"Papa! Tolong Papa!" teriak Ayumi, sambil menggebrak-gebrak pintu kamarnya itu.     

"Papa! Please! Datang kemari, Papa!"     

Dan dari sudut tembok muncul bayangan hitam dan ada genangan darah, yang mulai mengalir dan terus membasahi lantai kamarnya hingga merata.     

Aroma yang sama dengan malam yang kemarin kembali tercium.     

Aroma amis menyengat itu terasa menusuk indra penciuman Ayumi.     

Hoek!     

Hoek!     

Hoek!     

Umpp....     

Hoek!     

"Papa! Papa!"     

Kembali dari sudut tembok itu, terlihat bayangan hitam sangat nyata, dan perlahan berubah menjadi seorang gadis berseragam sekolah. Orang yang sama menemui dia kemarin malam.     

"Siapa kamu?! Kenapa kamu terus menggangguku! Memangnya apa salahku sama kamu?!" tanya Ayumi dengan wajah paniknya.     

Tapi hantu Eliza itu hanya terdiam dan memandang ke arah Ayumi dengan tatapan tajam.     

"Tolong pergi! Ayo pergi!" teriak Ayumi mengusir hantu itu.     

Tapi hantu itu malah semakin berjalan mendekat ke arahnya, dan sudah mengangkat kedua tangannya hendak mencekik Ayumi.     

Ayumi pun langsung berlari dan menuduk di sudut tembok karna dia tidak bisa menghindar lagi.     

Namun si hantu Eliza terus berjalan mendekat ke arahnya dan hendak mencekiknya.     

Ayumi terus menuduk untuk melindungi lehernya dari tangan Eliza.     

Ayumi terus berteriak-teriak histeris tapi dia tak berani melihat wajah Eliza.     

"Tolong! Tolong! Papa!"     

Dan tangan Eliza sudah mulai mencekik leher Ayumi, Ayumi sudah mulai kesulitan bernafas.     

Brak!     

"Ayumi! Kamu kenapa, Nak?" tanya Mark yang tiba-tiba sudah ada di depan Ayumi.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.