Bullying And Bloody Letters

Takut Seperti Anak Kecil



Takut Seperti Anak Kecil

0Masih berada di kantin rumah sakit.     
0

Rima tampak lahap memakan, makan siangnya.     

Bukan karna dia yang sangat kelaparan, tapi karna dia yang sangat ingin segera menyelesaikan makan siangnya dan kembali menemani Raisa.     

"Aku sudah selesai makan!" ujar Rima.     

Dan Surya pun tampak sangat kaget, mendengarnya, karna dia baru saja menghambiskan separuh dari makanan yang ada di piringnya.     

"Kok cepet amat?" celetuk Surya.     

Dan Rima pun hanya terdiam dan melihat ke arah Surya dengan sinis sambil melipat kedua tangannya.     

"Tunggu sebentar ya, Rima," ujar Surya.     

"Huuuft... yasudah habiskan dulu makanan mu! Aku duluan!" ujar Rima, sambil mendorong roda di kursinya.     

"Eh, Rima! Tungguin dong!" sergah Surya.     

Tapi Rima tidak mau mendengarkannya, dia malah mempercepat laju roda di kursinya itu.     

Sedangkan Surya segera meletakkan piringnya lalu merogoh dompet dari sakunya dan membayar makanan yang baru saja dia pesan itu.     

"Berapa, Bu?" tanya Surya.     

"Semuanya jadi 30 ribu, Pak," jawab si penjaga kantin.     

"Ini, uangnya, Bu!" ujar Surya sambil menyodorkan uang pecahan 100 ribuan.     

"Bentar ya, Pak, kembaliannya jadi 70 ribu ya," ucap si penunggu kantin seraya membuka dompet untuk mengambilkan kembalian uang itu.     

"Udah kembaliannya buat, Ibu, aja!" jawab Surya seraya berlari mengejar Rima.     

"Wah terima kasih banyak, Pak!" teriak si penjaga kantin sambil mengacungkan lembaran Seratus Ribuan itu.     

Sedang kan Surya semakin mempercepat langkah kakinya, agar segera berhasil menangkap Rima.     

Rima terus mendorong kursi rodanya, dan tiba-tiba dia berhenti di depan sebuah pembatas pintu, karna lantainya di buat sedikit bergelombang, dan tentu saja hal itu akan mempersulit dirinya untuk lewat, bisa jadi malah dia akan terjatuh.     

Tapi Rima, tetap nekat, dia tidak mau meminta bantuan orang apa lagi kepada Surya yang masih berlari mengejarnya.     

Dengan penuh yakin Rima mendorong roda kursinya.     

Lalu....     

Bluk!     

Kursi itu terguling, tapi masih untung dirinya tidak terjatuh, karna di belakang ada Surya yang sudah berhasil menangkap tubuhnya.     

"Hati-hati, Rima!" ucap Surya dengan nafas tersengal-sengal.     

"Mas, Surya! Kapan kamu nyampeknya?" tanya Rima.     

"Barusan!" jawab Surya singkat.     

Lalu tanpa banyak bicara Surya langsung menurukan Rima, lalu mendudukkan sesaat di atas lantai, dan selanjutnya dia mengambil kembali kursi roda milik Rima, dan membetulkan posisi kursinya, kemudian menaruh kembali tubuh Rima ke atasnya.     

Rima hanya terdiam dengan pandangan kaku, dan wajah yang sangat tidak nyaman.     

Dia bingung harus berkata apa, ingin marah, tapi Surya sudah menolongnya, dan ingin berkata terima kasih, tapi dia merasa sangat gengsi.     

"Kamu gak apa-apa, 'kan?" tanya Surya, sambil mendorong kembali kursi roda milik Rima.     

"Enggk, Mas, Terima ...." Rima memotong sebagian katanya.     

Tapi Surya, sudah terlanjur tahu maksud dari ucapan Rima. "Iya, sama-sama," jawab Surya.     

Seketika Rima menengok ke arah Surya, dan kedua matanya melotot tajam ingin mengoceh kepada Surya, tapi lagi-lagi dia tidak bisa marah, karna Surya sudah menolongnya.     

"Lain kali hati-hati, Rima, kamu itu bikin khawatir saja," ujar Surya.     

Tapi Rima hanya terdiam saja dan masih tetap setia dengan mulut cemberutnya.     

Lalu sampailah mereka di ruangan Raisa, dan di sana Raisa sudah menyambut kedua orang tuanya itu dengan sebuah senyuman.     

Betapa senangnya hati Raisa, melihat kedua orang tuanya kembali akur, walau belum akur sepenuhnya, tapi melihat mereka bergi dan makan bersama saja, membuat hatinya sangatlah bahgia sekali.     

"udah, makanya? Kok cepet banget?" tanya Raisa sambil tersenyum, masih dalam keadaan berbaring lemah.     

"Raisa, kamu sudah siuman, Sayang?" tanya Rima.     

"Udah, Tante, baru aja " jawab Aldo.     

"Kok, makannya cepet banget?" tanya Aldo lagi.     

"Iya, soalnya tadi ada insiden—"     

Dan Rima langsung mencubit tangan suaminya dengan lencang, sampai Surya terlihat pringisan.     

"Jangan di bilangin, sama mereka," bisik Rima.     

"Ada, apa, Pa?" tanya Raisa.     

"Ah, enggak, yang penting tadi Mama kamu udah makan dan habis banyak benget!" jawab Surya sambil tertawa, dan Rima mamandang ke arah Surya dengan tajam, seperti tak terima.     

Lalu Surya menghentikan tertawaannya. "Iya, Rima maaf," ujar Surya pelan.     

"Sekarang gimana keadaan kamu, Sayang? Apa kepalanya masih pusing?" tanya Rima yang masih sangat khawatir.     

"Sedikit, kok, Ma. Dan sebentar lagi juga palingan sudah sembuh," ujar Raisa.     

"Mama, khawatir banget, Rai! Sebenarnya siapa yang sudah membuat kamu seperti ini?! " tanya Rima.     

"Katanya, tadi Raisa, masih lemah jangan banyak di kasih pertanyaan dulu" celetuk Surya pelan.     

"Diam! Jangan berisik!" sergah Rima kepada Surya.     

Dan seketika Surya kembali terdiam.     

"Ah, jadi ada yang menculik, Raisa, Ma, dan orang itu adalah Tante Rasti dan murid di sekolah ku," tutur Raisa.     

Dan mendengar kata Rasty, membuat Rima kaget dan begitu sangat marah.     

"Wanita itu lagi!" ujar Rima dengan gigi gemertak.     

"Sabar, Rima," tukas Surya yang masih ada di sampingnya itu.     

"Sabar kata kamu, Mas?!" ucap Rima dengan mata melotot ke arah Surya.     

"Gara-gara keluarga istri keduamu itu! Anakku Eliza, mati!" tegas Rima.     

"Iya, Rima, aku minta maaf soal itu," ucap Surya.     

"Makanya, untuk apa menyuruh ku sabar, Mas! Sudah pasti aku tidak bisa sabar! Karna anakku yang tinggal satu-satunya juga akan dia bunuh!" ujar Rima.     

Dan Surya pun masih terdiam.     

Dia tidak bisa berkata-kata lagi, karna posisinya akan selalu salah di mata Rima.     

Karna Rima sudah terlanjur membencinya, tapi meski begitu, Surya percaya bahwa dia akan kembali merebut hati Rima.     

Dan akan kembali hidup bahagia lagi dalam keluarga.     

"Ma, udah dong, Ma jangan marahin, Pa, terus kasihan, Papa," ujar Raisa membela Surya.     

"Tuh, dengerin, tuh," ujar Surya.     

"Diam!" sergah Rima lagi     

Dan Aldo pun tampak tertawa melihat Surya, yang sedang terdiam seperti anak kecil yang yang di marahi oleh ibunya.     

"Aldo, kenapa kamu tertawa?" tanya Surya dengan sinis.     

"Eh, enggak kok, Om," jawab Aldo sambil pura-pura santai.     

***     

Sedangkan di rumah Ayumi, tampak Mark sedang bersedih karna baru saja di tinggalkan oleh putri semata wayangnya.     

"Ayumi, kenapa kamu tinggalkan, Papa, Sayang! Kenapa!" ujar Mark sambil menangis.     

Betapa bersedihnya Mark saat ini, karna putri semata wayang yang sangat sayang malah tewas, padahal dia selalu melindungi Ayumi, dan bahkan rela melakukan apa pun demi putri kesayangannya itu.     

Tapi takdir berkata lain dan dia malah kehilangan putrinya untuk selama-lamanya.     

Dia tahu jika sebelum putrinya tewas Raisa sedang merencanakan pembunuhan kepada Raisa, dan bahkan dia juga mentransfer uang kepada pembunuh bayaran itu, tapi bukannya berhasil menghabisi Raisa, tapi Ayumi dan satu orang suruhannya yang meninggal. Ini terasa janggal dan membuatnya yakin jika Raisa lah yang sudah menyebabkan Ayumi meninggal.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.