Bullying And Bloody Letters

Meminta Maaf



Meminta Maaf

0Meskipun Raisa sudah memperingatkan, tapi Jarwo tak mendengarnya, baginya Raisa yang sudah berwujud Eliza itu terus mendekati kearahnya dan bertanya dengan pertanyaan-pertanayaan yang menyeramkan baginya.     
0

"Ayo turun, Pak Jarwo! Turun ke bawah! Tidak apa-apa?" ujar Eliza di matanya.     

Sedangkan pada kenyataannya Raisa terus menyuruhnya agar maju.     

"Pak Jarwo! Ayo maju! Jangan di sana! Berbahaya, Pak Jarwo! Ayo kembali kemari, Pak Jarwo!" teriak Raisa.     

Akhirnya Jarwo yang pikirannya sudah kacau itu pun malah terjungkal, dan tubuhnya sudah keluar dari pagar pembatas lantai tiga.     

Tapi tangannya masih memegang pagar pembatas lantai, sehingga tubuh Jarwo masih bergelantungan sambil berteriak-teriak ketakutan.     

"Tolong! Tolong! Tolong!" teriak Jarwo.     

"Aduh, bagaimana ini! Aku gak mau ada korban lagi!" ujar Raisa dengan raut wajah ketakutanya.     

Tanpa berpikir panjang Raisa langsung turun ke lantai bawah untuk mencari bantuan, sebelum Jarwo terhatuh ke lantai satu.     

"Tolong, semuanya! Pak Jarwo dalam. Bahaya! Tolong siapkan seluruh kasur matras, yang ada di sekolah ini!" teriak Raisa. mengomando para muridnya beserta para guru yang ada di lantai bawah.     

Dengan segera mereka bergegas mengikuti apa ya g di perintahkan oleh Raisa.     

Dan mereka menyusun seluruh kasur matras yang sekolah itu miliki.     

Dengan begitu, mereka berharap nyawa Jarwo bisa terselamatkan.     

Sementara itu Jarwo, masih bergantungan dan berteriak-teriak ketakutan, dia melihat kebawah tampak sekerumunan orang barwajah Zombi menatapnya dan seolah bersiap meghabisinya.     

Dan ketika Jarwo melihat ke atas ternyata sudah ada Eliza yang juga menatapnya dengan tatapan penuh amarah.     

"Apa, Pak Jarwo, sudah siap mati sekarang?" tanya Eliza.     

"Tolong jangan! Bunuh saya! Saya belum siap untuk mati, Non Eliza!" tukas Jarwo.     

"Tidak bisa, Pak Jarwo! Bapak juga harus mati! Ninna kan juga sudah mati!" tukas Eliza.     

"Non! Tolong! Biarkan saya hidup!"     

Dan dari lantai bawah terdengar suara serempak yang menyuruhnya untuk turun.     

"Ayo turun! Kamu harus mati! Ayo turun!" teriak orang-orang yang ada di lantai bawah.     

Padahal pada kenyataannya mereka berteriak, "Ayo turun saja, Pak Jarwo! Tidak apa-apa! Bapak akan selamat!" teriak orang-orang itu.     

Dan kembali Jarwo melihat kebawah, dan di bawah terlihat seperti hamparan pisau yang tertata rapi dan bersiap menghunjam tubuhnya ketika tubuhnya terjatuh nanti.     

Padahlah pada kenyataannya, di lantai bawah tersusun hamparan kasur matras yang tertata rapi agar ketika Jarwo terjatuh dia tidak terluka maupun cidera.     

Jarwo sangat ketakutan, dia kembali melihat ke atas, dan tampak Eliza membawa sebuah pisau dan mengiris-iris tangan Jarwo hingga darah mengalir deras dan dia merasa sangat kesakitan dan sudah tak tahan lagi lalu menjatuhkan tubuhnya ke bawah.     

"AKHHHHH! TOLONG!" terjak Jarwo.     

Buak!     

Seluruh siswa riuh berteriak melihat tubuh Jarwo yang terjatuh.     

Terlihat sangat menyeramkan, tapi berkat bantuan kasur matras yang berjajar itu, akhirnya Jarwo dapat terselamatkan.     

Namun sayangnya setelah kejadian menyeramkan itu, tubuh Jarwo menjadi lumpuh, padahal saat di periksa oleh pihak rumah sakit, tubuh Jarwo tidak ada yang terluka mau pun cidera tulang sama sekali.     

Tapi anehnya, dia tak bisa menggerakkan tubuhnya mau pun berbicara dengan benar.     

Dia hanya bisa berteriak-teriak histeris ketakutan setiap waktu, hanya pada saat tertidur saja, mulut Jarwo terdiam dan enggan berteriak.     

Kejadian yang menimpa Jarwo, membuat Rasty semakin depresi.     

Dia takut, hal yang sama juga akan menimpa dirinya.     

Masalah dengan sang kaka saja belum selesai, Rasty masih ketakutan jika Eliza akan membunuh Nindi sang kaka, tapi kecelakaan yang menimpa Jarwo, menambah kegalauan hati Rasty.     

Apalagi tempat kecelakaan Jarwo itu letaknya sama dengan tempat kecelakaan Ninna.     

Sudah pasti hal ini ada kautannya dengan Eliza.     

"Eliza, benar-benar akan membalas dendam kepada kami! Aku harus, untuk menghentikan semua ini?!"     

Rasty pun segera keluar dari ruanganya, dia mendatangi ruangan Raisa.     

Tok! Tok! Tok!     

"Iya silahkan, masuk!" sahut Raisa.     

Ceklek!     

Nindi pun segera berjalan menghampiri Raisa.     

Dengan tatapan sendu, dan nafas tersengal-sengal, perempuan berusia 30 tahun itu tampak sangat frustasi.     

"Ada apa, Bu Rasty?" tanya Raisa.     

Raisa pun tampak sangat heran dengan kedatangan Rasty.     

Tak biasanya Rasty masuk ke dalam ruanganya.     

"Apa ada masalah lagi?" tanya Raisa.     

Dan Rasty pun masih terdiam.     

Dalam pikiran Raisa, sudah pasti Rasty sedang menginginkan sesuatu darinya, entah apa itu. Atau mungkin Rasty ingin membuat perhitungan terhadapnya atas kejadian yang menimpa Jarwo.     

Karna Raisa sudah tahu kalau Jarwo, selama ini adalah anak buah Rasty dan yang di jadikan mata-mata untuk memantau gerak-gerik Raisa.     

"Apa, Anda, juga akan menyalahkan saya atas kejadian yang menimpa, Jarwo?" tanya Raisa.     

Dan Rasty menggelengkan kepalanya.     

"Lalu apa, tujuan, Bu Rasty kemari?"     

Rasty pun langsung bersujud di kaki Raisa, dia mendongakkan kepalanya ke arah Raisa.     

"Raisa! Aku meminta maaf kepadamu, Raisa!" tukas Rasty dengan penuh kerendahan hati sambil berlinangan air mata.     

Raisa sangat heran dan syok dengan apa yang sudah di lakukan oleh Rasty.     

Ini seperti bukan Rasty, karna Rasty yang dia kenal adalah seorang wanita yang arogan dan tidak akan mungkin meminta maaf kepada seseorang apalagi sampai bersujud seperti ini.     

"Bu Rasty, apa Ibu memiliki tujuan lain, atas semua ini?" tanya Raisa.     

"Tidak, aku tidak ada tujuan lain, murni tujuanku ingin meminta maaf, kepadamu, atas perbuatanku kepada Eliza," jelas Rasty.     

"Jadi ... benar kalau, Kalian pembunuhnya?!"     

Dan Rasty pun mengangguk seraya memegangi bagian kaki Raisa dengan erat.     

"Aku tahu, perbuatanku tidak pantas termaafkan, tapi aku mohon dengan segala kerendahan hatiku, maafkan aku, maafkan kami, hik hik ...."     

"Kenapa, tiba-tiba, Bu Rasty meminta maaf, kepadaku?" tanya Raisa.     

"Tentu saja, karna pristiwa-pristiwa buruk yang menimpa kami, tidak perlu di jelaskan pun pasti kamu sudah tahu, Rai,"     

"Maksudnya, pristiwa yang menimpa Ninna dan Jarwo?"     

"Iya, benar!"     

"Tapi sama sekali aku tidak tahu akan hal itu, bagaimana bisa Anda sampai memohon begini kepada saya?"     

"Tolong, bilang dengan hantu Eliza, bahwa dia harus menghentikan teror itu dari kami, kami sudah cukup menderita, kami sudah kehilangan Ninna,"     

"Tapi, bagimana caranya? Saya tidak bisa melakukan apa pun, ini di luar kendali saya!"     

"Tapi kamu tahu, kan, kalau peristiwa-peristiwa seram ini ada hubungannya dengan adikmu?"     

"Saya tahu, Bu Rasty! Tapi saya tidak yakin, karna ini terlalu tidak masuk akal!" jelas Raisa.     

"Tolong, Raisa! Hentikan Eliza! Aku berjanji akan mengembalikan apa yang menjadi hak kalian, termasuk sekolah ini,"     

"Bukan itu masalahnya, Bu Rasty, tapi saya benar-benar tidak tahu cara, bagaimana menghentikannya atau mungkin—"     

"Mungkin apa, Rai? Cepat katakan?!" tanya Rasty yang penasaran.     

"Mungkin Ibu saya yang bisa!" jawab Raisa.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.