Bullying And Bloody Letters

Kecelakaan



Kecelakaan

0Beberapa jam kemudian, Nindi pun terbangun dan sudah berada di dalam rumah sakit, dengan selang infusan yang tertancap di tangan, serta tangan yang sebelahnya lagi tampak sedang di perban dan di bagian kedua kakinya tidak bisa di gerakkan.     
0

"Aku kenapa ini?! Kenapa kedua kaki ku tidak bisa gerakan dan tidak bisa merasakan apa pun?" tanya Nindi yang tampak sangat syok.     

Dan Surya yang sejak tadi menunggu Nindi siuman pun segera menghampiri.     

"Ma! Mama, udah siuman!?" tanya Surya.     

"Pa! Mama kenapa, Pa?!" tanya Nindi yang merasa ketakutan.     

"Mama, sedang berada di rumah sakit, Mama, baru saja mengalami kecelakaan," jelas Surya.     

Mendengar ucapan dari Surya, seketika Nindi teringat dengan peristiwa yang terjadi sebelum ia mengalami kecelakaan.     

Dia ingat betul jika Eliza mendatanginya, lalu sebuah teruk menabrak tubuhnya hingga terental.     

Yang artinya, apa yang di katakan oleh Rasty itu memang benar, bahwa Eliza memang benar-benar ingin membunuhnya.     

Tapi yang membuatnya merasa sangat aneh, kenapa saat ini dia masih hidup, padahal jelas-jelas mobil tadi menabraknya, harusnya tubuhnya terlindas oleh truk itu, bukanya malah terpental, dan kalau pun terpental, harusnya tubuhnya tidak bisa melayang sejauh itu.     

"Kalau memang dia ingin membunuhku, harusnya tadi truk itu melindasku sampai mati?! Kenapa tubuhku malah terpental, dan aku, masih selamat?" gumam Nindi yang masih merasa keheranan dan bertanya-tanya.     

"Mama, ngomong apaan sih?" tanya Surya.     

"Eng-enggak, Pa!" jawab Nindi.     

Dia tidak mau menceritakan peristiwa yang baru saja ia alami, karna kalah dia bilang bahwa kecelakaan ini di sebabkan oleh Eliza, sudah pasti Surya tidak akan percaya. Dan kalau pun Surya sampai percaya, maka posisinya akan berada di dalam bahaya.     

Sudah pasti Surya akan tahu bahwa dia yang sudah membunuh Eliza dan seolah-olah membuatnya seperti kecelakaan. Nindi tidak mau diceraikan Surya dan masuk buih.     

"Mama, yang sabar ya. Walau apa pun yang sudah menimpa hidup Mama, saat ini, Papa tetap akan menerima, Mama, apa adanya," ujar Surya.     

"Maksud, Papa, apa?" tanya Nindi yang tampak heran.     

Lalu Nindi kembali melihat ke arah bagian kaki yang tertutup selimut, dan kenapa di bagian selimut itu tidak terlihat ada apa pun, tidak ada gundukan seperti kaki yang sedang di selimuti pada umumnya.     

"Pa, ada apa dengan kaki, Mama? Kenapa bagian ujungnya tidak bisa di gerakkan?" tanya Nindi.     

"Papa, akan memberitahu kepada Mama, tapi Mama, yang sabar ya?"     

Nindi pun terdiam dan seketika perasaannya menjadi tak tenang.     

Lalu perlahan-lahan Surya membuka selimut yang menutup bagian kaki istrinya.     

"PAPA! KAKI, MAMA?!" teriak Nindi yang sangat syok.     

Nindi pun akhirnya pingsan kembali, karna melihat kedua kakinya yang sudah tidak ada lagi.     

Kedua kaki Nindi, dari bagian lutut ke bawah sudah tidak ada karna di amputasi.     

Rupanya saat tubuhnya terpental, kedua kaki Nindi menghantam bahu jalan dengan sangat keras, hingga tulang-tulang kakinya hancur beserta daging-dagingnya.     

Oleh karna itu, dokternya segera mengamputasi kaki Nindi karna memang sudah tidak ada harapan sembuh, dan justru kalau dibiarkan akan membahayakan bagi tubuh Nindi sendiri.     

"Ma, bangun, Ma, bangun," panggil Surya yang mencoba membangunkan istrinya.     

"Suster! Suster! Tolong! Istri saya pingsan lagi!" teriak Surya.     

Lalu seorang perawat dan dokter yang menanganinya pun datang dan memeriksa keadaan Nindi.     

Sementara Surya menunggu di luar ruangan.     

Dan tak lama Rasty pun datang untuk menengok keadaan sang kaka.     

"Mas Surya!" teriak Rasty, dengan langkah yang tergesa-gesa.     

"Gimana keadaan, Kak Nindi?!" tanya Rasty dengan wajah paniknya.     

"Kaka, kamu benar-benar sangat parah," jawab Surya dengan suara lemas penuh putus asa.     

"Sebenarnya apa yang terjadi, Kak?" tanya Rasty yang masih belum paham, karna dia benar-benar tidak tahu kalau kakanya mengalami kecelakaan. Tadi Surya hanya memberitahunya kalau Nindi sedang berada di rumah sakit.     

"Bagaimana ceritanya? Kenapa, Kak Nandi, bisa di rawat di sini?!" tanya Nindi sekali lagi     

"Kaka, kamu menaglami kecelakaan, dia baru saja tertabrak mobil truk," jawab Surya.     

"Apa?!" Rasty pun tampak sangat syok.     

"Tapi, bagaiamna itu bisa terjadi?!"     

Dan tepat saat itu dokter yang menangani Nindi pun keluar dari ruang perawatan.     

Seketika Rasty langsung berlari menghampiri dokter itu.     

"Dok! Gimana keadaan, Kaka saya, Dok?!" tanya Rasty.     

"Maaf, saat ini keadaan, Bu Nindi, sedang lemah, kondisinya benar-benar drop dikarnakan terlalu banyak fikiran, nampaknya beliau belum bisa menerima keadaannya saat ini. Jadi usahakan jangan membuatnya terlalu stress, tolong jangan di beri banyak pertanyaan yang membuatnya menjadi teringat kembali dengan kejadian yang menimpanya," tutur dokter itu.     

"Ya ampun, Kak Nindi," Rasty pun tak kuasa menahan tangis, dan dia segera menemui kakanya.     

Rasty memandangi tubuh sang kaka yang di penuhi luka memar dan perban, bahkan sekarang sang kaka sudah tidak miliki kedua kaki lagi.     

Nindi sekarang menjadi orang cacat, yang tidak lagi mempunyai kedua kaki.     

"Kak, aku, 'kan sudah bilang, tapi, Kaka, tidak mau mendengarkan aku," ujar Rasty sambil menangis.     

Surya tampak keheranan dengan apa yang baru saja adik iparnya itu katakan.     

"Memangnya kamu bilang apa?" tanya Surya.     

Dan Rasty pun terdiam sesaat, dia benar-benar belum siap untuk mengatakan semuanya kepada Surya.     

Dia masih merasa takut jika Surya akan murka karna sudah mengetahui semua kejahatan yang dia dan kakanya lakukan kepada Eliza.     

"Eng-gak, kok, Kak! Bukan apa-apa!" tegas Rasty.     

Dan Surya pun nampakmya mulai menyadari bahwa adik iparnya itu sedang menyembunyikan sesuatu darinya.     

"Rasty, apa kamu tidak mau mengatakan sesuatu kepadaku?" tanya Surya.     

"Maksud, Kak Surya, apa?" tanya balik Rasty.     

"Apa ada rahasia di antara kalian berdua, dan yang sampai saat ini tidak aku ketahui?" cecar Surya.     

"Enggak, Mas! Gak ada sama sekali," jawab Rasty.     

"Kamu yakin? Kalau pun ada ceritakan saja, jangan takut Rasty," tukas Surya meyakinkan Rasty.     

"Sungguh, Kak. tidak ada rahasia apa pun di antara kami."     

"Baiklah, kalau begitu,".     

"Pa, Papa," panggil Nindi, yang nampaknya mulai siuman kembali.     

"Iya, Ma, Papa, ada di sini," jawab Surya sembari memegang tangan istrinya.     

"Mama, gak terima, Pa. Mama cacat, hik hik ...."     

"Sabar, Ma. Mama yang sabar ya," ujar Surya menenangkan sang istri.     

Sementara Rasty tampak sedang terdiam sembari menangisi nasib sang kaka.     

"Kak Nindi, Kaka, yang kuat ya," ujar Rasty yang memberi dukungan untuk sang Kaka.     

"Rasty! Rasty! Kaka minta maaf!" ucap Nindi yang merasa sangat menyesal.     

Karna dia tidak mau mendengarkan ucapan adiknya.     

Mungkin kalau dia mau mendengarkan ucapan Rasty dia tidak akan mengalami kejadian seperti ini.     

"Pa, apa, Papa, bisa pergi sebentar dan meninggalkan Mama dan Rasty berdua saja?" tanya Nindi kepada sang suami.     

To be continued.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.