Bullying And Bloody Letters

Mimpi Buruk



Mimpi Buruk

0Dalam sunyinya malam, Nindi masih terjaga.     
0

Dia masih meratapi kepegian sang putri.     

Sambil memandang foto Jeninna, tampak kedua netra Nindi mulai mengeluarkan butiran bening.     

"Jeninna, Mama kangen, Sayang," tukas Nindi.     

"Mama, bersumpah tidak akan membiarkan mereka hidup tenang. Kematian mu itu tidak masuk akal, dan Mama sangat yakin semua ini ada hubungannya dengan mereka!" ujar Nindi.     

Nindi memeluk potret Ninna yang ada dalam bingkai itu.     

Dia memeluknya sembari menangis hingga terlelap.     

"Mama, kangen ...."     

"Mama,"     

"Mama,"     

"Mama ...,"     

"Ninna! Apa itu kamu?" seketika Nindi pun terbangun dari tidurnya.     

"Tadi yang memanggil itu, mirip Ninna, suaranya benar-benar sangat mirip Ninna." Tukas Nindi.     

Lalu Nindi pun memutuskan untuk tidur kembali, karna dia tahu jika yang baru saja dia alami itu hanya perasaannya saja.     

"Mama!"     

"Mama!"     

Suara itu kembali terdengar, dan yang kali ini terdengar sangat jelas sekali.     

Nindi pun kembali terbangun lagi dari tempat tidurnya.     

"Ninna! Apa itu benar kamu, Sayang?" tukas Nindi.     

Ceklek!     

Terdengar seseorang membuka pintunya.     

Seketika Nindi pun terkejut sekaligus ketakutan campur aduk karna mengira jika yang datang itu adalah Ninna.     

"Mama, ngapain malam begini belum tidur?" tanya Surya.     

Karna rupanya seseorang yang membuka pintu itu adalah Surya suaminya.     

"Papa, udah pulang?"     

"Iya,"     

"Kok gak bilang sama, Mama dulu?"     

"Ah, tadi sore, Papa, udah kirim pesan di ponsel Mama,"     

"Ah, Masa?"     

"Sama, Mama, belum di baca sampai sekarang? Mama, sibuk apa sih?" tanya Surya.     

"Ah, tadi sore Mama, ketiduran. Maaf ya, Pa,"     

"Iya, Mama, habis nangis ya?" tanya Surya, dan Nindi pun mengangguk.     

"Iya, Pa," jawab Nindi.     

"Ingat dengan, Ninna, lagi?"     

"Iya, Pa. Mama masih kangen sama, Ninna,"     

"Sabar, Ma. Papa, 'kan sudah bilang, kalau Mama, harus mengiklaskan Ninna, biarkan Ninna tenang di alam sana, Ma,"     

"Iya, Pa. Mama juga sudah berusaha."     

"Yasudah, ayo masuk kamar lagi. Kita tidur, Papa udah ngantuk banget,"     

"Papa, gak makan malam dulu?"     

"Enggak, Ma. Udah terlalu malam, gak baik untuk kesehatan,"     

"Yasudah,"     

Nindi pun membukakan dasi dan jas suaminya.     

Setelah itu dia merapikan tempat tidurnya.     

"Mama, tidur duluan saja, Papa, mau mandi dulu," ujar Surya.     

"Loh, katanya, Papa, udah ngantuk banget,"     

"Iya, sih. Tapi gak enak kalau gak mandi. Badan, Papa, lengket."     

"Iya, Pa."     

Ketika Surya sedang mandi, Nindi pun tidur duluan.     

Dan saat dia mulai memejamkan matanya, suara panggilan yang sangat mirip dengan suara putrinya itu kembali terdengar lagi.     

"Mama,"     

"Mama!"     

"Ma ... Ninna, di sini,"     

Seketika Nindi membuka matanya, dan melihat ternyata Ninna sudah ada di hadapannya, wajahnya sangat pucat rambutnya kusut, dengan tatapan kosong dan raut memelasnya.     

"Ninna, ini beneran kamu, Sayang?!" ucap Nindi yang merasa sangat syok dan tak percaya.     

"Mama, beneran kangen sama kamu, Mama ingin peluk kamu," tukas Nindi.     

Lalu Nindi pun langsung memeluk putrinya itu.     

"Mama, cepat minta maaf dengan, Tante Rima," tukas Ninna dengan suara yang lemas.     

Dan seketika Nindi melepas pelukannya, karna mendengar ucapan dari Ninna itu.     

"Kenapa kamu bilang begitu, Sayang?! Mereka itu musuh kita?! Kita harus segera membununya!" ujar Nindi.     

Tapi Ninna tak berekspresi, tatapannya masih terlihat sangatlah kosong.     

"Sayang, sekarang jangan katakan itu, yang terpenting, sekarang Mama bahagia karna sudah bertemu kamu. Mama mau peluk, Ninna, lagi,"     

Nindi kembali memeluk Ninna, lagi dia menangis sambil memejamkan matanya.     

Dia ingin meluapkan pasa rindunya saat ini bersama Ninna.     

Bluk!     

Terdengar sesuatu yang jatuh entah apa itu.     

Lalu Nindi mencium aroma yang sangat menyengat, terasa begitu anyir dan dirinya sampai mau muntah.     

"Huek! Bau apa ini?!" tukasnya.     

Lalu Nindi merasakan ada cairan hangat yang membasahi wajah dan sebagian tubuhnya.     

Nindi segera membuka kedua matanya.     

Rupanya cairan hangat yang membasahi, wajah dan tunuhnya itu adalah tetesan darah yang mengucur dari tubuh Ninna, dan yang sudah tanpa kepala.     

Bunyi benda jatuh itu adalah kepala Ninna yang terepas dari lehernya.     

Seketika Nindi berteriak histeris.     

"Tolong! Tolong! Ahk ... tolong! Tolong!" teriaknya dengan histeris karna sangat ketakutan.     

Lalu Nindi merasa ada yang menepuk-nepuk wajahnya.     

"Ma, Mama! Ma! Mama, ayo bangun!" panggil Surya yang membangunkan istrinya.     

Perlahan, Nindi membuka kedua matanya.     

"Papa?!" Dan dia pun langsung memluk Surya suaminya.     

"Ma, Mama, kenapa?" tanya Surya.     

"Mama, takut, Pa! Mama, takut ...."     

"Takut apa? Mama, mimpi buruk ya?"     

"Gak tau, pokoknya, Mama takut banget!" ujar Nindi sambil bersbunyi dalam pelukan Surya.     

"Yasudah, Mama, duduk dulu, biar Papa, ambilkan air putih," ujar Surya yang berusaha menenangkan istrinya.     

"Enggak, Pa! Mama takut, Papa, jangan pergi! Papa, di sini aja, Mama, takut, Mama beneran takut," ujar Nindi yang masih bersembunyi di balik pelukkan suaminya.     

***     

Esok harinya.     

Nindi masih tampak sangat murung, mimpi yang semalam berhasil membuat suasana hatinya hari ini menjadi sangat kacau.     

"Kenapa semua ini terjadi kepadaku. Rasa rinduku kepada putriku sendiri kini berubah menjadi menakutkan," tukas Nindi.     

Lalu Nindi pun beranjak dari tempat tidurnya, dan berganti pakaian yang sedikit lebih modis untuk pergi.     

"Sebaiknya aku pergi ke rumah Rasty. hari ini, 'kan hari minggu, aku harap mengobrol dengannya bisa menghilangkan rasa ketakutan ini," gumamnya.     

Nindi pun pergi dengan mengendarai mobilnya.     

Berharap, hari ini Rasty bisa di ajak pergi entah kemana, setidaknya untuk menghibur dirinya yang sedang galau.     

Setelah beberapa menit berlalu, Nindi pun sampai di rumah Rasty.     

Dia melihat keadaan rumah Nindi tampak sepi, dan pintu serta gorden jendela masih tertutup.     

"Masa iya, jam segini dia belum terbangun?" gumam Nindi.     

Nindi pun mengetuk pintu rumah Rasty, tapi Rasty tidak membukakan pintunya.     

Lalu, Nindi mulai memutar kenop puntunya     

Dan ternyata pintunya tidak di kunci.     

Ceklek!     

"Astaga, ceroboh sekali, masa iya, pintunya tidak di kunci begini?" gumam Nindi.     

Dan tanpa permisi akhirnya, Nindi masuk ke dalam rumah Rasty.     

"Rasty! Ras!"     

"Iya ...."     

Terdengar suara Rasty yang berada di dalam kamar dan suaranya terdengar begitu lemas.     

Nindi juga langsung masuk ke dalam. Kamar, Rasty.     

Nindi seketika kaget, saat melihat ternayata adiknya sedang terbaring lemas dengan tubuh yang menggigil karna meriang.     

"Rasty, kamu sakit?" tanya Nindi sembari memegang kening adiknya.     

"Astaga! Badan kamu panas banget! Ayo sini , Kaka, antarkan ke rumah sakit!" ujar Nindi.     

Dan dengan tenaga yang dia miliki, Nindi tampak kesulitan memapah tubuh adiknya untuk membawanya masuk ke dalam mobil.     

Ceklek!     

"Huftt... akhirnya berhasil masuk ke dalam mobil juga!" ujar Nindi.     

Lalu Nindi membawa adiknya pergi ke rumah sakit.     

"Duh, mau di ajak jalan-jalan malah sakit! Kalau begini bukanya menghilangkan stress, tapi malah tambah stres!" gerutu Nindi.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.