Bullying And Bloody Letters

Senyuman Kemenangan



Senyuman Kemenangan

0'SALAH SATU DARI MEREKA AKAN SEGERA MATI!'     
0

tulisan dalam secarik surat itu.     

Seketika Raisa pun tampak kaget.     

"Kenapa, Rai?" tanya Sherly.     

"Surat dari mana ini?"     

"Kan aku sudah bilang, kalau surat itu dari karyawanku, dia menemukanya dalam freezer," jelas Sherly.     

"Kamu, yakin?"     

"Tentu saja, aku masih ingat dengan warna kertasnya,"     

"Tapi, ini surat ancaman?"     

"Surat anacaman dari mananya, orang tidak ada tulisannya sama sekali!" tegas Sherly.     

Raisa tampak keheranan, jelas-jelas dalam surat itu tertulis dengan huruf kapital dan terlihat sangat jelas, tapi Sherly sama sekali tidak melihatnya.     

"Kamu beneran gak bisa ngelihat?" tanya Raisa.     

"Enggak, tuh!" ujar Sherly sambil melihat ke arah kertas itu.     

"Bagaimana bisa, kamu tidak bisa melihatnya?!"     

"Loh, memang apa yang harus aku lihat, toh, memang tidak ada tulisan apa pun, kenapa kamu itu bisa bertingkah aneh, mirip dengan karyawan ku tadi,"     

"Hah?! Aku tidak aneh, tapi kertas ini memang benar-benar ada tulisannya," ujar Raisa.     

"Ah, bikin pusing saja. Aku pikir karyawanku tadi berbicara begitu, karna dia memang sering bertingkah aneh, orang-orang yang bekerja di sini bilang kalau dia mempunyai indra ke enam dan bisa melihat hantu, tapi sama sekali aku tidak percaya. Hingga dia menemukan kertas ini, dan dia bilang ini adalah surat ancaman, padahal hanya kertas kosong. Tapi, rupanya kamu pun juga bilang kalau dalam surat ini ada tulisannya, aku jadi bingung!" tutur Sherly.     

"Hais!" Raisa menggelengkan kepalanya dan berlalu pergi membawa surat itu.     

"Rai! Tunggu!" teriak Sherly.     

"Apa lagi!" jawab Raisa seraya menghentikan langkah kakinya.     

"Kamu mau kemana?!" tanya Sherly.     

"Aku mau pulang, Sher!" jawab Raisa     

"Kamu tidak marah, 'kan?!"     

"Marah kenapa?!"     

"Karna aku tidak mempercayaimu, dan malah menganggapmu aneh seperti karyawanku!"     

"Tidak!"     

"Yang benar?!"     

"Iya, Sherly!"     

"Ya sudah hati-hati!" tukas Sherly.     

"Iya!" Raisa mengangguk dan berlalu pergi.     

Di dalam mobilnya dia masih memikirkan secarik kertas yang dia temukan di ruangan Sherly.     

Raisa merasa sangat bingung, karna bagaima bisa tulisan sejelas itu tapi Sherly tidak bisa membacanya.     

"Apa mungkin ini adalah surat dari Eliza?" tukas Raisa     

"Tapi rasanya tidak mungkin, dia kan sudah tidak ada, memangnya hantu bisa mengirim surat?" Raisa menggelengkan kepanya.     

***     

Suasan di sekolah tampak sangat sepi, karna memang sedang jam masuk belajar.     

Rasty masih berada di dalam ruangannya, dan dia tampak sedang asyik mengotak-atik kursornya dalam layar komputernya.     

Laap....     

Tiba-tiba layar komputernya mati.     

"Kenapa lagi ini?" gumam Rasty.     

Dan tak lama layar kembali hidup dan yang membuatnya terkejut adalah tiba-tiba saja terdapat tulisan dengan huruf kapital berwarna merah darah di dalam layar itu.     

'NINDI AKAN SEGERA MATI!'     

Rasty segera mengusap kedua matanya, dan saat dia melihat layar monitornya lagi, ternyata sudah kembali normal.     

"Apa yang terjadi? Aku tidak mimpi, 'kan?" ujar Rasty.     

Dia kembali teringat dengan peristiwa yang dia alami sebelum kematian Ninna.     

Dia juga mendapatkan surat peringatan yang tidak tahu siapa pengirimnya.     

Dan dia juga menagalami peristiwa aneh dalam layar komputernya.     

Hal ini membuat Rasty menjadi sangat takut.     

Dia takut kalau dia akan mengalami kejadian yang sama. Dan kakaknya akan benar-benar mati seperti Ninna.     

"Jangan-jangan—" Rasty pun segera keluar dari dalam ruangannya dengan langkah yang cepat. Dia ingin menemui sang Kaka.     

"Hari ini, kak Nindi, sedang ada di rumah, aku harus segera memberi tahunya!" tukasnya sambil berjalan setengah berlari.     

Dan karna saking tergesa-gesanya dia sampai tak sengaja menabrak seseorang.     

Brak!     

"Akh! Hati-ha—" tukas Rasty yang belum selesai bicara.     

"Bu Rasty, yang harusnya berhati-hati!" cantas Raisa.     

Ternyata Rasty menabrak Raisa yang sedang berjalan sambil membawa tumpukkan buku.     

"Maaf!" ketus Rasty dan berlalu pergi tanpa membantu Raisa yang sedang memunguti buku-buku cetaknya.     

"Dasar! Tidak punya etika!" celetuk Raisa.     

Dan Rasty pun menghentikan langkahnya, lalu menengok ke arah Raisa.     

Rasty kembali berjalan menghampiri Raisa.     

"Begitu, cara kamu berbicara dengan seorang atasan?!" tanya Rasty dengan ekspresi yang sangat marah.     

"Atasan itu harusnya menjadi teladan! Bukan seperti Anda!" sahut Raisa sambil memunguti buku-bukunya.     

Rasty pun semakin marah dan kembali menendang buku-buku yang sudah di kumpulkan oleh Raisa itu hingga kembali berhamburan.     

"Sekali lagi kamu berani berbicara kurang ajar kepadaku, maka aku akan memecatmu!" ancam Rasty.     

Dan Raisa pun membanting buku yang ada di tangannya.     

"Coba saja kalau bisa!" tantang Raisa.     

"Kamu menantangku?!"     

"Iya! Bagaimana kalau aku menggantikan posisi jabatanmu saat ini?!"     

"Apa maksud mu?!" Rasty tampak tak terima.     

"Kamu itu tidak punya tata krama dan sopan santun. Kamu lebih cocok tinggal di jalanan dan menjadi preman atau perampok, bukan kelala sekolah!" ujar Raisa.     

"Kurang ajar kamu ya?!" Rasty hendak menampar Raisa.     

Tapi Raisa menangkap tangan Rasty terlebih dahulu.     

"Kamu pikir kamu itu siapa?! Berani menindasku! Kamu berada di sini hanya karna kakamu yang licik itu! Sedangkan aku adalah anak kandung pemilik yayasan ini!" tukas Raisa penuh percaya diri.     

Dan Rasty terdiam dengan nafas tersengal-sengal karna marah.     

"Begini, contoh seorang kepala sekolah yang baik?" tanya Raisa dengan wajah menyindir.     

"Aku sudah bilang, sikap liar kalian itu tidak cocok menjadi keluarga Sucipto!" hina Raisa.     

"Lapaskan tanganku, karna aku sedang buru-buru!" sergah Rasty.     

"Tidak! Aku akan mematahkan tanganmu kalau kamu tidak mau memunguti buku-buku itu!" jawab Raisa.     

"Sialan kamu itu!"     

"Wah, bahkan cara bicara, Bu Rasty, seperti orang rendahan ya? Benar-benar kasar dan tidak beretika padahal ini lingkungan sekoahan loh!" sindir Raisa.     

Dan Raisa langsung memuntir tangan Rasty, mirip seperti saat dia memuntir tangan Nindi kemarin.     

"Kalau kamu kasar terhadapku, maka aku bisa berbuat yang jauh lebih kasar lagi!" ancam Raisa.     

"Akh, sakit! Dasar Wanita Jalang!" umpat Rasty.     

"Ini belum seberapa, karna kalau sampai patah, rasanya akan jauh lebih sakit lagi!" ancam Raisa lagi.     

"Mau memunguti buku itu atau pilih tanganmu akan patah?!" tanya Raisa dengan nada mengancam.     

'Ah, sialan dia ini sangat menyebalkan sekali, padahal aku buru-buru, kak Nindi dalam bahaya, tapi kalau tidak kuturuti pasti dia akan terus menahanku disini' batin Rasty.     

"Baik! Baik! Aku akan mengambilnya!" ujar Rasty.     

Dan akhirnya Raisa melepaskan tangannya dari tangan Rasty.     

Dan Rasty memunguti buku-buku milik Raisa yang jatuh berserakan itu.     

"Nah, memang harusnya begitu," ujar Raisa sambil tertawa-tawa penuh bangga.     

Sedangkan Rasty tampak sedang menahan kesal.     

"Ini sudah selesai!" ketus Rasty.     

"Bisa tolong bawa sekalian ke ruanganku?" tanya Raisa.     

Seketika kedua bola mata Rasty melotot tajam, menatap Raisa.     

"Haha! Tidak usah marah, Bu Rasty, saya hanya bercanda kok," ledek Raisa.     

To be Continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.