Bullying And Bloody Letters

Surat Ancaman



Surat Ancaman

0"Surat ancan apa?!" tanya Sherly.     
0

"Entalah, Bu saya menemukan di dalam tempat penyimpanan daging," jawad karyawan itu.     

"Masa?" Dan dengan segera Sherly pun meraih surat itu, dia segera membacanya.     

"Surat apa sih?!" Dia melihatnya dan ternayata hanya sebuah kertas kosong.     

"Hah, surat apaan! ini hanya kertas kosong!" tukas Sherly.     

"Tapi, saya melihat ada isinya kok, Bu!" Karyawan itu masih tetap ngotot karna tadi dia melihat ada kata-kata anacaman dalam surat itu.     

"Ah, sudah-sudah! Jangan mengada-nagada, ujar Sherly.     

Akhirnya karayawan itu masih terdiam sambil memegangi kertas surat itu.     

Dia merasa sangat heran kenapa kertas itu mendadak kosong, padahal tadi jelas-jelas ada tulisan ancaman.     

Kemudian karyawan itu menaruh, surat yang dia temukan itu di atas mejanya Sherly.     

***     

Sementara itu Raisa baru saja sampai di rumah sang ayah, dan kedatanganya saat ini tak lain dan tak bukan adalah ingin menemui Nindi, si ibu tirinya.     

Tok! Tok! Tok!     

Raisa mengetuk pintu rumah itu dengan kasar.     

Dan tak berselang lama seorang ssisten rumah tangga membuakakan puntunya.     

"Ada apa, Mbak?" tanya asisten rumah tangga itu.     

"Di mana, Tante Nindi?!" tanya Raisa dengan kasar.     

"Oh, Nyonya, sedang ada di kamarnya, Mbak Raisa, apa perlu saya panggilkan?!"     

"Tidak perlu!" cantas Raisa.     

Dan Raisa pun segera menerobos pintu rumah itu dan menaiki tangga atas untuk menemui Nindi.     

"Eh, Mbak Raisa! Tolong jangan naik, nanti Nyonya bisa marah!" sergah asisten rumah tangga itu kepada Raisa.     

Tapi Raisa enggan mendengarkannya. Dia berjalan setengah berlari menaiki tangganya.     

Dan setelah sampai di tangga atas, dia kembali mengetuk paksa pintu kamar Nindi.     

Tok! Tok! Tok!     

"Cepat buka pintunya!" teriak Raisa.     

Ceklek!     

Nindi pun membuka pintu kamarnya, dengan tubuh masih menggunkan handuk berbentuk kimono, karna dia baru saja selesai mandi.     

"Mau apa kamu kemari?! Lancang sekali?!" tanya Nindi dengan suara yang sangat kasar.     

Plak!     

Raisa langsung menampar wajah ibu tirinya itu. Karna dia sudah tidak tahan lagi dengan rasa kesalanya terhadap Nindi.     

Ini untuk pertama kalainya Raisa menampar wajah ibu tirinya, padahal biasanya walau sudah sekesal apa pun dia masih bisa menahanyannya, bahkan saat Nindi menamparnya ketika berada di lantai satu sekolahan waktu itu, Raisa enggan membalasnya.     

Tapi kelakuan Nindi terhadap Sherly ini baginya sudah tidak ada ampun.     

Apa lagi, restoran Sherly adalah mata pencaharian Sherly satu-satunya.     

"Berani sekali kamu menamparku begini?!" teriak Nindi yang tak terima.     

"Kenapa? Kamu tidak terima?!" tanya Raisa dengan suara menantang.     

"Tentu saja! Dasar anak tidak sopan!" hina Nindi.     

"Aku sudah cukup bersabar terhadapmu! Tapi kenapa kamu selalu mencari masalah kepadaku! Terutama kepada orang terdekatku!?"     

"Haha! Maksudmu pemilik restoran itu ya?" tanya Nindi dengan suara yang meledek.     

"Wah, jadi benar ya, rupanya kamu orangnya?!" cantas Raisa.     

"Dasar anak tidak sopan! Begini-begini aku ini ibu tirimu! Jadi tolong hargai aku, apa pantas berbicara dengan orang yang lebih tua dengan sebutan, KAMU!?"     

"Wah, kamu masih, memikirkan tentang sebutan yang pantas untuk mu, Nindi!" cantas Raisa.     

Nindi semakin murka dan Nindi hendak mengayunkan tangannya untuk menampar Raisa tapi Raisa menghentikannya.     

"Kamu ingin menamparku?!" tukas Raisa.     

Dan Raisa memuntir tangan Nindi.     

"Awww! Sakit! Dasar anak sialan!"     

"Diam kamu, Pelakor!" sahut Raisa.     

"Jangan sebut aku dengan sebutan itu!" cantas Nindi.     

"Lalu aku harus menyebutmu apa, wanita jalang?!"     

"Kalau kamu tidak bisa membuat restoran sahabatku, kembali buka, maka tanganmu akan patah saat ini juga!" ancam Raisa.     

"Kalau begitu aku akan, melaporkan mu ke polisi!" ancam balik Nindi.     

"Sebelum kamu melaporkan aku ke polisi, maka aku akan membunuh mu terlebih dahulu!"     

Seketika Nindi pun langsung terdiam karna takut tangannya benar-benar akan di patahkan oleh Raisa atau bahkan Raisa akan membunuhnya.     

"Berjanji kalau kamu akan menuruti ucapanku dulu! Atau kalau tidak aku akan benar-benar mematahkan tanganmu!" ancam Raisa sekali lagi.     

Tapi Nindi tidak menyahutinya dia masih gengsi untuk mengaku kalah, tapi di dalam hatinya sangat takut, sekaligus menahan sakit.     

"Ayo, katakan iya! Atau kamu benar-benar akan kehilangan tanganmu sekarang! Eh bukan!"     

Raisa mengencangkan lagi, cengkramannya di tangan Nindi.     

"Akh!" tetiak Nindi.     

"Aku tidak akan mengambil tanganmu, tapi hanya akan mematahkannya saja! Yah, paling butuh beberapa bulan untuk pemulihan!" ujar Raisa menakut-nakuti Nindi.     

"Baik! Baik! Aku akan kembali membuat restoran temanmu itu kembali buka! Dan aku juga akan membuat nama restoran itu kembali bersih!" tukas Nindi yang merasa ketakutan.     

"Bagus!"     

Raisa melepaslan cengkraman tangannya.     

"Aku, akan benar-benar kembali kemari dan mematahkan tanganmu kalau kamu tidak menuruti ucapanku ini!" cantas Raisa.     

Dan tak lama Aldo serta Sherly pun datang ke rumah itu.     

"Raisa!" teriak Sherly.     

Dan Raisa pun menghampiri mereka sambil tersenyum penuh kemenangan.     

"Ayo kita pulang!" ajak Raisa.     

Sesaat Raisa melihat ke arah Nindi yang masih peringisan memegangi tanganya.     

"Aku tunggu sampai besok! Kalau restoran Sherly masih tutup aku akan mendatangi mu lagi!" anacam Raisa lagi.     

"Iya! Iya! Aku akan menuruti ucapan mu!" teriak Nindi.     

Raisa kembali tersenyum, "Bagus!" ucap Raisa.     

Setelah keluar dari rumah Nindi, Raisa dan yang lainnya pun kembali ke restoran Sherly.     

***     

"Kamu beneran gak apa-apa, 'kan?" tanya Sherly kepada Raisa.     

"Seperti yang kamu lihat, aku baik-baik saja," jawab Raisa dengan santai.     

"Serius?!" Sherly memeriksa seluruh bagian tubuh Raisa, takut kalau ada yang terluka.     

"Iya, benar tidak apa-apa," ujar Sherly.     

"Kan aku sudah bilang,"     

"Sekarang kamu bilang kepada karyawanmu, kalau besok kalian akan kembali buka lagi!" ujar Raisa     

"Maksudnya!?"     

"Maksudnya, restoran mu tidak jadi tutup!" ujar Raisa penuh yakin.     

"Ha! Sungguh?!"     

"Iya!?"     

Dan seketika Sherly memeluk Raisa dengan erat.     

"Terima kasih, Raisa! Terima kasih!" tukas Sherly yang sangat gembira.     

"Iya, sama-sama, Sherly, ini juga salahku! Kalau kamu tidak membantuku, maka kamu tidak akan mendapatkan masalah seperti ini," ujar Raisa.     

"Ya, kalau soal itu, kamu kan sahabatku, masa iya aku akan membiarkan dalam bahaya,"     

"Sebumnya maaf, Kak Raisa dan Kak Sherly, saya sedang ada urusan, jadi saya mau pulang duluan," ujar Aldo.     

"Oh, iya, Do! Sebelumnya aku berterima kasih kepadamu karna sudah membantu kami," tukas Sherly.     

"Iya, sama-sama, Kak!"     

Setelah Aldo pulang, Sherly mengajak Raisa masuk ke dalam ruangannya.     

Dan tepat di atas meja Sherly, Raisa melihat secarik kertas.     

"Ini apaan sih?" ujar Raisa sambil membukanya.     

"Loh, itu kan kertas kosong yang di berikan oleh karyawanku tadi," ujar Sherly.     

"Kertas kosong?" Raisa pun tampak heran, karna dalam kertas itu seperti ada tulusannya.     

Dan Raisa pun mulai membacanya.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.