Bullying And Bloody Letters

Berbicara Sendiri



Berbicara Sendiri

0Raisa sangat penasaran dengan sang ibu, karna di luar terdengar sang ibu sedang berbicara sendiri, tentu saja hal itu membuatnya keherannan, apa lagi tak ada siapa pun di rumah selain dirinya dan sang ibu.     
0

Ceklek!     

Raisa segera membuka pintu kamar sang ibu.     

"Mama! Mama bicara sama siapa?" tanya Raisa.     

"Sama, Eliza!" jawab Rima penuh yakin.     

"... tapi—"     

"Kamu pasti tidak percaya, 'kan?"     

"Bukan begitu, Ma, tapi—"     

"Tapi kenapa?!"     

"Eliza—"     

"Eliza, udah mati?!" cantas Rima.     

Dan Raisa pun terdiam menundukkan kepalanya.     

"Dengar ya, Raisa, Eliza memang sudah mati, tapi bagi Mama itu, Eliza masih ada, Eliza masih ada di sini, menemani Mama dan membalaskan dendam, Mama!" pungkas Rima.     

"Ya Tuhan ...." Raisa mengelus dadanya, ibunya benar-benar sudah tidak bisa di ajak berpikir normal.     

Akhirnya, Raisa pun mulai menghentikan pembicaraannya, karna justru ini akan membuat sang ibu berkata yang tidak-tidak, dan tentu saja akan membuat pikirannya semakin pusing.     

"Iya, Ma, Raisa percaya, dan sekarang, Mama tidur lagi ya," ujar Raisa.     

"Iya, Raisa, Mama akan tidur, dan tidur Mama sekarang akan selalu nyenyak, karna musuh-musuh Mama akan mati satu persatu," ujar Rima.     

"Ya, sudah ayo tidur, Ma," Raisa merapikan selimut sang ibu.     

"Ma, tidur ya, jangan banyak pikiran," ujar Raisa lagi, sambil mengelus rambut ibunya.     

Setelah sang ibu sudah terlelap, Raisa pun kembali keluar dari kamar.     

"Ya, Tuhan, kenapa Mama jadi begini?" keluh Raisa.     

***     

Esok harinya.     

Raisa berangkat ke sekolah untuk mengajar seperti biasanya, dan di perjalanan dia berpapasan dengan Rasty.     

Raisa tampak menebarakan senyuman.     

Tapi Rasty malah membuang muka.     

Seketika Raisa menghentikan senyumanya itu.     

Padahal, dia hanya ingin menyapa Rasty karna bagaiamana pun juga Rasty adalah atasannya saat ini.     

"Huuftt ... aku lupa, dia itu kan tidak seperti orang lain, mana mau dia membalas senyuman ku," gumam Raisa.     

"Bu Raisa!" teriak Aldo memanggil Raisa.     

Raisa menoleh ke belakang.     

"Ada apa, Do?" tanya Raisa.     

"Apa lagi rencana selanjutnya, Bu?" tanya Aldo.     

"Huuftt... untuk sementara waktu kita hentikan, Do," ujar Raisa.     

"Kenapa, Bu? Apa karna kematian, Ninna?"     

"Iya,"     

"Dan, Bu Raisa, berkata, akan menceritakan suatu hal kepada saya, apa itu?"     

"Oh, untuk yang itu ...."     

"Iya, apa, Bu?"     

"Kita, bicara di restoran, Sherly saja, karna kalau di sini terlalu terbuka dan tidak nyaman,"     

"Yasudah, kalau begitu, sampai bertemu nanti, di restoran kak Sherly, Bu Raisa!" ujar Aldo.     

"Iya," jawab Raisa     

Sepulang dari sekolah Raisa pun pergi ke restoran Sherly, seperti yang sudah dia janjikan bersama Aldo.     

Dan tak berselang lama, Aldo pun sampai dengan mengendari motornya.     

Mereka berdua masuk ke dalam restoran dan bertemu dengan Sherly.     

Dan di dalam restoran itu tampak Sherly sedang menangis, karna restorannya akan segera di tutup.     

"Sherly, kenapa kamu menangis?" tanya Raisa.     

"Raisa, restoran aku akan segera di tutup!" jawab Raisa.     

"Loh, memangnya kenapa?!" tanya Raisa yang syok.     

"Ada beberapa pelanggan yang mengadu, bahwa restoran ku mengunakan bahan-bahan berbahaya dan juga menggunakan daging yang sudah tidak layak konsumsi!" jelas Sherly.     

"Loh! Kok bisa?! Kamu kan selalu memilih daging dan bahan-bahan lainnya yang aman, 'kan?!" tanya Raisa.     

"Iya, Raisa! Benar! Aku selalu menggunakan bahan pangan yang aman serta daging pun aku juga membeli dengan kualitas terbaik!"     

"Terus kenapa mereka menuduh mu tanpa bukti?!"     

"Mereka ada bukti, Rai!"     

"Maksudnya?!"     

"Ketika petugas kesehatan datang, mereka memerikasa makanan kami, dan mereka menemukan beberapa bahan berbahaya dalam masakan resto ini, serta mereka menemukan daging dalam freezer yang sudah tidak fresh dan hampiri membusuk!"     

"Kok, bisa?!"     

"Aku juga gak tahu! Kenapa bahan-bahan itu bisa ada di dalam situ! Padahal aku dan para karyawanku tidak pernah menaruhnya sama sekali!" jelas Sherly penuh yakin.     

Hal ini membuat Rausa menjadi sangat bingung, karna sudah jelas dalam restoran ini sudah ada yang memsabotase, bahkan selama ini pelanggan Sherly tampak baik-baik saja, tidak pernah ada yang komplen apa lagi sampai ada yang melaporkan ke petugas BPOM seperti ini.     

'Apa mungkin, Tante Nindi yang melakukan ini? Tapi dia kan tidak tahu kalau aku dan Sherly itu berteman?' batin Raisa.     

"Ada apa, Kak Raisa? Apa Kak Raisa teringat dengan sesuatu?" tanya Aldo.     

"Iya, aku curiga dengan, Tante Nindi," jawab Raisa.     

"Tante Nindi?" sambung Sherly.     

"Tapi, dia kan tidak tahu hubungan, Kak Raisa, dengan Kak Sherly?" tanya Aldo.     

"Maka dari itu, Do! Kaka masih ragu," jawab Raisa.     

Mendengar tentang Nindi, membuat Sherly menjadi teringat dengan kejadian tempo hari, di mana saat dia sedang memata-matai Nindi dan hampir ketahuan saat dia memotretnya dengan kamera ponsel.     

"Apa karna waktu itu?" celetuk Sherly yang masih sambil berpikir.     

"Maksudnya?" tanya Raisa.     

"Kamu masih ingat tempo hari aku mengambil gambar Nindi, di sebuah restoran dalam pusat perbelanjaan?"     

"Iya! Aku ingat, saat Nindi pergi bersama Jeninna, 'kan?" tanya Raisa mastikan.     

"Iya, benar!" jawab Sherly antusias.     

"Mamangnya kamu ketahuan?!"     

"Entalah, aku tidak yakin, tapi sepertinya memang dia sempat melirik ke arah ku, dan mungkin juga dia mulai curiga kepadaku, karna dia sering melihatku duduk di dekat mejan mereka saat berada di restoran ini," jelas Sherly.     

"Mereka itu benar-benar sudah gila!" cantas Raisa.     

"Gimana dong, Rai?!"     

"Ini gak bisa di biarkan, Sher! Aku akan menemuinya!" ujar Raisa.     

Raisa pun segera berdiri dan hendak pergi meninggalkan restoran itu, untuk menemui Nindi.     

"Kak Raisa, mau kemna?!" tanya Aldo.     

"Iya, Rai! Kamu mau kemnaa?!" tanya Sherly.     

"Aku akan menemui wanita itu!" jawab Raisa dengan ketus.     

Dan Raisa langsung memasuki mobilnya kemudian berlalu pergi.     

"Aduh! Gimana dong, Do?" Sherly pun tampak kebingungan.     

"Biar saya susul, Kak Raisa! Kak Sherly di sini saja ya!"     

"Tapi—"     

"Udah! Kak Sherly, urus para karyawan restoran saja, kasihan mereka!" tukas Aldo sambil berlalu pergi keluar dari dalam restoran.     

Dia mengejar Raisa dengan mengendarai motornya.     

"Aduh, semua malah pergi, gimana dengan restoranku? Gimana dengan, Raisa?" tukas Sherly yang tampak sangat khawatir fan bingung.     

Tentu saja hal ini membuat Sherly menjadi takut terjadi apa-apa dengan Raisa.     

Apa lagi Sherly tahu jika Nindi utu sangat berbahaya, bahkan sudah merencanakan pembununan kepada Raisa sahabatnya.     

"Apa aku menyusul Raisa saja, ya?" ujar Sherly.     

Dan dia pun segera bergegas untuk turut mengejar Raisa bersama Aldo.     

Sherly sudah bersiap meraih kunci mobilnya dari dalam saku, tapi tiba-tiba saja ada yang memanggilnya dari belakang.     

"Bu Sherly!" teriak seorang wanita muda.     

Sherly pun langsung menoleh ke belakang. Dan ternyata adalah salah satu karyawannya.     

"Iya, ada apa?"     

"Bu, saya menemukan surat anacaman,"     

tukas karyawan itu.     

"Hah! Surat anacaman?!"     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.