Bullying And Bloody Letters

Menghasut Yang Gagal



Menghasut Yang Gagal

0'Pembullian?' batin Seruni.     
0

Seketika Seruni terdiam, dan dia mulai merasa panik karna pertanyaan Dian.     

Dia berpikir jika Dian juga tahu tentang masa lalunya yang seorang tukang tindas.     

Padahal pada kenyataannya Dian ingin membahas tentang putrinya bukan tentang masa lalu Seruni dengan teman-teman sekolahnya dulu.     

Dan Seruni malah sudah panik duluan.     

"Jeng Dian, kenapa bertanya begitu, memangnya apa yang sudah Jeng Dian tahu soal bullying di sekolah itu?" tanya Seruni.     

      

"Ah, begini Jeng Seruni, saya mendengar jika anak-anak kita sering menindas dan menyakiti teman sekelasnya terutama kepada gadis yang bernama Larisa," jelas Dian.     

      

'Haih, lagi-lagi gadis itu,' batin Seruni.     

Dan Seruni pun langsung bersikap seolah-olah biasa saja. Dan sejujurnya dia merasa lega karna ternyata Dian tidak tahu tentang masa lalunya.     

      

"Jeng Dian, mereka itu masih anak-anak dan belum dewasa. Mereka itu tidak bermaksud membully, tapi mereka hanya saling bercanda dan kebetulan si Gadis yang bernama Larisa itu terlalu gampang tersinggung," jelas Seruni, yang mengarang cerita.     

      

"Tidak Jeng Seruni, saya pikir mereka tidak bercanda. Mana ada bercanda sampai di musuhi oleh teman satu kelas?"     

      

"Satu kelas? maksudnya apa?"     

      

"Jeng Seruni, Nana anak saya sebelum dia sakit, dia di musuhi oleh seluruh teman satu kelasnya. Mereka merundung putri saya, karna sebelumnya Nana dan teman satu gengnya yaitu, Sisi dan Audrey adalah tukang tindas. Dan setelah kedua teman Nana itu tak lagi berada di sekolah, mereka jadi menindas balik Nana, karna mereka dendam, apalagi sekarang Nana tidak lagi ada dua teman yang membelanya,"     

      

"Ah, masa iya sampai segitunya, saya pikir anak saya Audrey itu anak yang baik lo," ucap Seruni.     

Lalu Dian pun melanjutkan ucapannya, "Dan saking tidak tahannya, Nana sampai mencoba bunuh diri di sekolah!"     

      

"Apa bunuh diri?!"     

      

"Iya, Jeng Seruni. Bahkan saat Nana bunuh diri tidak ada teman-teman yang mau menolongnya untuk melarikan ke rumah sakit, karna saking bencinya mereka. Dan untungnya ada Larisa yang dengan sigap membawa putri saya ke rumah sakit, bahkan dia juga sampai mendonorkan darahnya untuk putri saya, Nana." Tutur Dian.     

Namun Seruni hanya menanggapinya dengan selengean. Dia sama sekali tak begitu iba mendengar kisah Nana, apalagi tentang Larisa yang sampai rela mendonorkan darahnya.     

"Jeng Dian. Sudah jangan terlalu di pikirkan. Nana bunuh diri karna stres merasa sendiri ditinggalkan oleh Audrey dan Sisi. Bukan karna bullying. Sebaiknya Jeng Dian jangan terlalu percaya dengan gadis aneh itu. Bisa jadi kan dia hanya berpura-pura baik saja!" ucap Seruni yang mencoba menghasut Dian.     

      

"Tapi Larisa itu anak yang baik dan sangat polos, Jeng,"     

      

"Baik dan polos? haha, itu hanya kedok, Jeng Dian. Jeng Dian jangan mudah percaya dengan anak ingusan sepertinya," tutur Seruni.     

      

"Tapi, Jeng Seruni. Dia itu gadis yang baik sungguhan. Saya bisa lihat dari segi dia bicara dan sorot matanya, dia itu tulus dan lugu," tutur Dian.     

Dan Seruni menggelengkan kepalanya dengan ekspresi melecehkan, "Jeng Seruni, Jeng Seruni! Jeng, 'kan belum lama kenal gadis itu. Gadis semacam Larisa itu jangan mudah di percaya, iblis bisa berwujud seperti malaikat, Jeng Dian!"     

Mendengar ucapan Seruni, Dian tak mudah percaya begitu saja, dia merasa jika Seruni sedang mengada-ngada. Dia tak mudah di hasud oleh Seruni, karna dia tahu sendiri bagaimana sikap anak Seruni yaitu Audrey yang sangat kasar dan tak sopan.     

Audrey di mata Dian sangat sombong, belagu, bahkan saat bertemu dengannya saja Audrey jarang menegur sapa kepadanya.     

Berbeda jauh dengan Larisa, yang sangat sopan dan baik hati.     

Dan karna hal itu, Dian pun tak terima dengan ucapan Seruni yang terus menjelek-jelekkan Larisa.     

      

"Dengar ya, Jeng Seruni. Saya itu lebih percaya kepada Larisa dari pada Audrey putri Jeng Seruni. Karna Audrey itu anak yang tidak sopan kasar dan sombong. Bahkan dia juga tidak terlalu menganggap adanya saya ketika berkunjung di rumah Nana, lain halnya dengan Larisa yang sangat baik dan sopan serta tulus. Tidak jahat seperti Audrey!" tutur Dian dengan nada kasar.     

      

"Apa maksud, Jeng Dian itu?! kenapa Jeng Dian malah menghina putri saya?!" bentak Seruni yang tak terima.     

      

"Saya bicara apa adanya, Jeng Seruni!"     

      

"Itu bicara yang tidak sopan! karna putri saya Audrey itu adalah anak orang terhormat, seenaknya Anda bicara begitu?!"     

      

"Oh, begitu ya! Anda tidak terima anak Anda di katai orang, tapi Anda sendiri menghina anak orang seenaknya saja!" balas Dian.     

Mendengar ucapan Dian, Seruni pun terdiam sesaat, lalu Dian pun pergi dan Seruni menatap Dian dari belakang dengan wajah yang teramat sangat kesal.     

Seruni pun juga langsung meninggalkan cafe itu dalam keadaan marah.     

Dan dia langsung masuk kedalam mobilnya.     

Jeglek!     

Seruni menutup pintu mobil itu dengan kasar.     

"Ayo jalan sekarang, Pak!" perintah Seruni kepada sang Sopir.     

      

"Baik, Nyonya!" jawab sopirnya.     

      

Break!     

"Ugh! ada apa sih dengan hari ini?! kenapa semua orang sangat menyebalkan!" teriak Seruni di dalam mobil sambil sesaat menggebrak-gebrak kursi mobilnya.     

"Mereka itu apa tidak tau siapa saya?! saya ini bisa melakukan apa pun yang saya mau dan bisa berbuat nekat kepada  orang yang sudah mengusik ku!" teriaknya lagi.     

Seruni berbicara dan berteriak-teriak seenaknya di dalam mobil, seolah-olah  dia sedang sendirian. Padahal di dalam mobil juga ada sopirnya yang hanya terdiam dan mendengar segala kemarahan Seruni kepada orang-orang tanpa berani berkata apa pun, meski sesungguhnya dia merasa terganggu.     

Dan sopir itu pun sesaat menengok kearah Seruni dengan wajah ingin tahu dan bercampur takut.     

Lalu menyadari hal itu Seruni pun membentaknya, "Hey! apa lihat-lihat?!" tanya Seruni, "kamu sudah bosan kerja denganku ya?!" ancam Seruni.     

Seketika sopir itu langsung terdiam dan berfokus dengan pekerjaannya.     

Namun meski sopir itu sudah tak lagi menatapnya, Seruni masih saja marah-marah kepadanya.     

Sebenarnya Seruni masih kesal terhadap Tyas dan Dian. Tapi berhubung yang ada hanya sang Sopir, maka dia melampiaskan kekesalannya kepada sang Sopir.     

"Dengar ya! Rakyat Jelata seperti kamu itu, tidak perlu ikut campur dengan urusanku, sebaiknya kamu diam dan fokus dengan pekerjaanku. Kamu di gajih untuk itu  jadi jangan menyinggungku yang sedang kesal ini, walau hanya sekedar dengan tatapan saja!" oceh Seruni.     

Dan sopir itu pun hanya menggelengkan kepalanya. Karna selama ini dia merasa Seruni terlalu berlebihan hanya tak sengaja memandang saja, tapi perlakukan Seruni sudah keterlaluan kepadanya.     

Tapi sopir itu masih memakluminya, asal setelah ini Seruni tidak marah kepadanya.     

Tapi pada kenyataannya Seruni masih juga mengocehinya.     

"Saya lihat kamu tadi menggelengkan kepalanmu seolah sedang menyepelekan ku, apa kamu ini sudah benar-benar bosan hidup ya?!" teriak Seruni lagi yang perasaannya benar-benar sedang kacau.     

Dan sopir pribadinya itu seketika menginjak tombol remnya.     

      

Ckit ...!     

Break!     

      

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.