Bullying And Bloody Letters

Larisa Yang Marah



Larisa Yang Marah

0Mendengar pernyataan Holly yang mengaku bahwa dia menjadi korban dari Brian, Larisa pun menjadi iba, akhirnya dia mempersilakan Holly untuk masuk kedalam mobil taksi.     
0

"Ya sudah kalau begitu silakan masuk kedalam Holly." ucap Larisa.     

Holly begitu bahagia karna telah di beri izin pulang bersama Larisa.     

"Rumah kamu masih jauh ya?" tanya Holly.     

"Ah, aku tidak pulang ke rumah, karna aku harus pergi ke lapak jualan Ibu ku," jawab Larisa.     

"Jualan?"     

"Iya, Ibu ku jualan makanan di sekitar tempat ini,"     

"Ah, boleh aku ikut?"     

"Ikut?"     

"Iya, ikut."     

"Tapi, Holly—"     

"Kenapa, aku juga ingin lihat kamu berjualan. Aku juga ingin membantumu,"     

"Apa, aku tidak salah dengar,"     

"Tentu saja tidak memangnya kenapa?"     

"Holly, kamu anak orang kaya raya, kamu tidak pantas berjualan bersamaku,"     

"Tidak masalah, aku suka belajar hal baru, memangnya kenapa?"     

Tapi mendengar ucapan Holly Larisa sedikit merasa aneh. Bukanya melanjutkan curhatnya tentang hubungannya dengan Brian, tapi Holly malah membahas hala lain yang sangat bertolak belakang dengan kehidupannya.     

Apalagi sebelumnya hubungannya dengan Holly sama sekali tidak baik.     

Kemarin saja Holly memakinya sesuaka hati, lalu tiba-tiba saja saat ini dia berlaku sok baik.     

Tentu Larisa mulai merasa curiga jika ada maksud lain dari niatan Holly mendekatinya.     

Dia sedikit menyesal telah membawa Holly pulang bersamanya.     

'Duh apa aku kabari Alex saja ya?' batin Larisa sambil menggaruk-garuk pelan kepalanya.     

"Kamu kenapa Larisa, kok kayak gelisah begitu?" tanya Holly.     

"Ah, tidak apa-apa kok," jawab Larisa, dan Holly pun tersenyum tipis.     

Larisa langsung mengetik pesan chat untuk Alex, dan dia menceritakan kebersamaannya bersama Holly saat ini.     

"Kamu kirim pesan untuk siapa?" tanya Holly kepada Larisa.     

"Ah, enggak kok," jawab Larisa.     

"Can i see that?"     

"Ah, maaf Holly, tidak bisa, ini pesan untuk pacarku," jawab Larisa.     

"Pacar? em ... maksud kamu Brian?" tanya Holly.     

"Bu-bukan, aku bukan pacar Brian. Aku sama sekali tidak suka dengan Brian," jelas Larisa.     

"Seriously?"     

"Iya. Dan ngomong-ngomong soal Brian, apa saja yang sudah ia lakukan kepadamu? apa dia sudah menyakitimu?" tanya Larisa.     

Dan saat itu Holly langsung berakting sesedih mungkin, agar Larisa percaya.     

"Hik, dia sudah melakukan segalanya, bahkan kami sempat berpacaran, tapi setelah itu Brian mencampakkanku demi gadis lain. Dan itu sangat menyakitkan hik ...!"     

"Benarkah," Larisa memegang pundak Holly, "kamu yang sabar ya, Holly," tukas Larisa.     

Dan Holly pun tersenyum tipis dengan tatapan sendu lalu mengangguk, "Iya, Larisa terima kasih banyak ya, untuk semuanya." tukas Holly.     

Dan sampailah ke tempat di mana sang Ibu sedang berjualan. Dan mereka pun turun dari taksinya.     

"Sampai!" ucap Larisa dengan ceria.     

Dan Holly melihat tempat mereka berjualan dengan ekspresi wajah yang jijik. Karna letak lapak jualan ibunya Larisa agak berdekatan dengan pasar, sehingga kadai terkesan kumuh dan selain itu juga tercium aroma got atau saluran air yang menyengat.     

Tapi sesungguhnya, jika masuk dan melihat dari dekat lapak jualan Larisa itu sebenarnya sangat bersih.     

Hanya lingkungan sekitar saja yang membuatnya terlihat ikutan kumuh.     

"Oh my God! serius ini tempat jualan orang tua kamu?" tanya Holly yang seolah tak percaya. Karna baru kali ini dia terjun langsung ke tempat seperti ini.     

"Iya, ini adalah satu-satunya tempat kami mengais rezeki,"  tutur Larisa.     

Dan Holly tak sadar menggelengkan kepalanya, 'Tempatnya benar-benar kumuh dan menjijikkan, eww,' batin Holly.     

"Holly," panggil Larisa pelan.     

"Iya, ada apa Larisa?"     

"Kamu gak papa?"     

"Ah, enggak kok,"     

"Serius gak papa, tapi aku lihat kamu agak keberatan, jadi sebaiknya kamu pulang saja. Memang tempat ini tidak pantas untukmu." Tutur Larisa.     

"No no no! aku mau belajar jadi rakyat jelata kok, makanya aku mau temenan sama kamu." Jelas Holly.     

Dan Larisa pun tersenyum. Tapi di balik senyumannya itu Larisa menyimpan banyak kecurigaan.     

Dan tepat saat itu juga terdengar bunyi ponselnya.     

Drrtt ... Kling!     

"Heandphone kamu berbunyi tu," ucap Holly.     

"Ah, iya sebentar ya Holly," dan Larisa pun membacanya secara diam-diam.     

Dan pesan chat itu rupanya dari Alex yang menyuruhnya tetap berhati-hati kepada Holly.     

Berkat pesan chat dari Alex itu pun membuat tingkat kewaspadaannya menjadi   lebih ketat lagi.     

***     

      

"Ini bagaimana caranya?" tanya Holly.     

"Oh, jadi begini cara membakar sate itu, apinya jangan besar-besar, cukup pakai bara yang di kipas-kipas saja agar tidak gosong," tutur Larisa memberikan contoh kepada Holly.     

"Waw, enak ya baunya," ujar Holly.     

"Tentu saja Holly, apa kamu mau?" tanya Larisa.     

Dan Holly menggelengkan kepalanya, "No! aku masih kenyang,"     

jawab Holly.     

      

Kruyuk ....     

Tak sadar perut Holly pun berbunyi dan terdengar sampai ke telinga Larisa.     

"Kamu lapar ya?" tanya Larisa.     

Dan dengan semangat Holly pun berkata,     

"No, 'kan sudah ku bilang jika aku itu masih kenyang," tegas Holly yang berbohong.     

"Tapi tadi suara perut mu, 'kan?" tanya Larisa.     

"No! itu kamu hanya salah dengar!" tegas Holly     

'Selapar apa pun aku, aku tidak sudi makan di pinggir jalan dan di tempat yang kumuh begini,' batin Holly.     

"Ah, yasudah. Aku juga takutnya kamu malah sakit perut saat makan di kedai kami yang  pinggir jalan ini," sindir Larisa, karna sesungguhnya Larisa tahu jika itu adalah bunyi perut Holly.     

Dan Holly menolak untuk makan di kedainya karna dia merasa jijik, dan tidak terbiasa makan di tempat seperti ini.     

Yang artinya semua yang di lakukan oleh Holly di sini itu hanya terpaksa, dan Larisa yakin jika Holly ada maksud tertentu sampai berada di tempat ini.     

Maka dari itu tak sedetik pun Larisa berkedip dab lengah dengan segala yang di lakukan Holly di tempat ini.     

Bahkan saat dia sibuk sekali pun, karna saat ini mulai banyak pelanggan yang datang untuk membeli sate jualan Larisa dan Ibunnya.     

      

'Ah heran makanan jorok begini, kok banyak peminatnya sih?' batin Holly, "huh dasar Rakyat Jelata, aku akan mengerjai Larisa sekarang,' batin Holly.     

Lalu Holly menguarkan sesuatu dari dalam tasnya secara diam-diam.     

Sebuah botol kecil berisi obat pencuci perut hendak ia tuangkan kedalam sate-sate dagangan Larisa.     

Namun Larisa tidak tinggal diam, Karna sejak tadi dia melihat-lihat  gelagat Holly.     

Dan belum sempat Holly menuangkan obat itu, Larisa pun malah sudah menampiknya dengan kasar, hingga terjatuh tepat mengenai sepatu Holly.     

"Awh! sepatuku!" teriak Holly sambil melihat kearah sepatunya yang kotor akibat ketumpahan cairan obat pencuci perut itu.     

"Oh my God, kamu tidak tahu ya, harga sepatuku?!" bentak Holly.     

Larisa pun terdiam menunduk, tapi dia sangat marah. Akhirnya Larisa mengoceh, dengan wajahnya tak berani melihat Holly.     

"Dengar ya, Holly. Awalnya aku sangat kasihan kepadamu, karna kamu bilang kamu adalah korban dari Brian. Tapi ternyata kamu hanya akan mencelakaiku!  aku menyesal sudah percaya kepadamu!"     

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.