Bullying And Bloody Letters

Sindiran Tyas



Sindiran Tyas

0"Mungkin kalau Larasati tidak membantuku, aku sudah bernasib sama sepertinya, mungkin juga aku sudah mati atau hamil karna di perkosa oleh Brian," tutur Larisa.     
0

"Iya, kamu benar Larisa. Walau bagaimana pun juga, tak bisa di pungkiri kalau dia itu juga sudah banyak menolongmu," tutur Tyas.     

"Iya, Bu Tyas."     

"Ya sudah kalau begitu, saya mau ke ruangan saya dulu, karna ada beberapa kerajaan yang belum saya selesaikan," tutur Tyas.     

"Ah, saya juga akan pergi ke kelas, Bu Tyas." Tukas Larisa.     

"Loh, memangnya kamu sudah baikan? kalau belum  sebaiknya kamu disini saja dulu!" ujar Tyas.     

"Ah, saya sudah mendingan kok, serius. Dan saya sudah siap mengikuti ulangan matematika hari ini!" jawab Larisa penuh semangat.     

"Wah, Larisa! kamu ini benar-benar hebat ya, di saat yang lain malas ikut ulangan tapi kamu malah bersemangat seperti ini," ucap Tyas.     

"Tentu saja  Bu Tyas, 'kan pacar saya ini juara tetap Olimpiade, tentu saja, dia paling semangat belajar!" tukas, Alex yang tak sengaja keceplosan mengucap kata pacar.     

"Hah, pacar?!" Tyas tampak kaget, tapi sambil tersenyum meledek, "perasaan kemarin kalian kompak banget jawab tidak pacarannya," ucap Tyas.     

"Eh, upss!" Alex menutup mulutnya.     

"Ah, sudah jangan malu-malu. Namanya juga anak muda, Ibu juga pernah seperti kalian. Yang penting satu!" Tyas memegang pundak Larisa dan Alex, "kalian harus bisa jaga diri." Tegas Tyas.     

Lalu Larisa pun menunduk dan tersipu malu. Sementara Alex langsung mengangkat tangan kanannya membentuk formasi hormat dan berkata, "Siap, Bu Tyas!" tegas Alex.     

"Good boy!" Tyas mengelus-ngelus kepala Alex dengan gemas.     

Dan setelah itu Tyas pergi sambil tertawa     

"Tunggu, tadi Bu Tyas bilang Good Boy kepadaku, kayak pernah dengar dimana gitu?" ucap Alex sambil menggaruk-garuk kepalanya.     

Dan Larisa menutup mulutnya sambil menahan tawa.     

"Kok malah ketawa, jawab dong!" paksa Alex.     

"Kayak, di tempat pelatihan guguk kalau gak salah," ucap Larisa pelan sambil menahan tawa.     

"Astaga!" Alex menepuk jidatnya sendiri.     

      

***     

Sementara itu, Seruni hari ini sudah di perbolehkan pulang oleh pihak rumah sakit.     

Dan saat hendak keluar dia bertemu dengan Anton.     

"Eh, kamu, Seruni, 'kan?" tanya Anton dengan nada yang agak ragu-ragu.     

Dan Seruni yang masih berada di atas sepatu roda itu pun juga membalas sapaan Anton.     

"Hey! tidak di sangka, kita bisa bertemu di sini ya  Playboy Sekolahan, haha!" ucap Seruni sambil tertawa.     

"Waduh, siapa yang bilang aku Playboy?" tanya Anton.     

"Aku, haha!"     

"Wah, aku juga tidak menyangka bisa bertemu dengan si Penguasa Sekolahan!"     

"Haha! masih ingat saja! tapi hubungan kita dulu tidaklah buruk, 'kan?" tukas Seruni sambil mengulurkan tangan.     

"Tentu saja tidak, hanya saja aku pernah di tolak mentah-mentah oleh mu!"     

Seruni pun kembali tertawa, "Haha, sudahlah, itu, 'kan hanya masa lalu. Lagi pula sekarang aku sudah punya keluarga, dan bagaimana dengan dirimu,  anakmu sudah sebesar apa?"     

"Anakku, sudah lumayan dewasa, namanya Brian. Tampan dan berwibawa seperti Ayahnya!" Tutur Anton penuh bangga.     

"Oh my God!"     

"Yah, dan sekarang, Putraku sekolah di tempat yang sama dengan kita dulu, lalu bagaimana dengan anakmu, Seruni?"     

"Ah, putriku juga sudah dewasa, dan sekarang dia sedang di luar negeri karna suatu hal. Awalnya dia juga bersekolah di  tempat itu. Tapi aku mengeluarkannya paksa!"     

"Kenapa kamu menyuruhnya keluar? bukankah itu hal yang baik? sekolah itu sekolah yang elite!"     

"Yah, aku tahu. Tapi ada sesuatu yang membuatku tidak mau menyekolahkan Putriku di sana,"     

"Apa alasannya? apa aku boleh tahu?"     

Seruni menggelengkan kepalanya, "Maaf, tapi aku tidak bisa menceritakannya soal itu," jawab Seruni.     

"Ah, begitu ya. Baik kalau begitu, lalu apa kau sudah tahu jika, Tyas teman gadis kampungan itu sekarang menjabat menjadi kepala sekolah di sana?"     

Seruni mengangguk dengan wajah sinis, "Iya."     

"Aku sangat benci dengan wanita sombong itu," ucap Anton.     

"Benci? kenapa?" tanya Seruni.     

"Yah, pokoknya aku benci saja. Dan sepulang dari rumah sakit ini aku harus datang ke sana lagi, karna aku dengar putraku membuat masalah lagi,"     

"Wanita itu memang menyebalkan, bahkan aku malas melihat wajahnya saja!"     

"Iya, apa kau mau bercerita apa alasanmu yang membuatmu benci kepadanya?" tanya Anton kepada Seruni.     

Dan Seruni langsung menggelengkan kepalanya dan dengan tegas berkata, "Tidak!"     

"Oh, baiklah kalau tidak mau. Tapi kalau kau butuh batuan atau ingin bekerja sama untuk menghabisinya, aku siap!" ucap Anton sambil tersenyum tipis dan berlalu pergi.     

Da n tak lama Tirani pun datang dan menghampiri Seruni.     

"Maaf, Kak. Agak lama, tadi dokter mengajakku membicarakan tentang kondisi Kaka," jelas, Tirani.     

"Ah, iya terserah saja." Jawab Seruni.     

Dan pikiran Seruni malah masih berfokus kepada ajakan Anton tadi, dia mulai menebak jika Anton juga memiliki masalah serius kepada Tyas. Karna saking bencinya, dia sampai berniat akan membunuhnya,"     

      

***     

Sepulang dari rumah sakit karna menengok sang Ibu, Anton pun langsung bertolak ke sekolah putranya.     

"Hah, andai saja dia tidak menyebalkan, mungkin aku sudah menjadikannya kandidat istriku selanjutnya. Tapi sayangnya selain galak dia juga berbahaya, jadi aku terpaksa harus menghabisinya entah dengan cara apa pun itu," ucap Anton sambil menyetir mobilnya.     

      

Dan beberapa menit kemudian Anton sampai ke Superior High School.     

"Hah, sampai juga di sini!" gerutu Anton yang terlihat sangat kesal.     

      

Lalu dia berjalan masuk dan hendak ke ruangan Tyas.     

Saat hendak ke ruangan Tyas, dia melewati perpustakaan dan di depan perpustakaan itu dia melihat ada gadis yang sangat mirip Larasati tersenyum kepadanya.     

Dan seketika Anton pun langsung kaget. Dan saking tidak percayanya dia sampai melepas kaca matanya dan mengusap kedua mata serta kedua lensa kaca miliknya. Kemudian dia memakainya lagi, untuk memastikan dia itu sedang salah lihat atau tidak.     

Lalu setelah kaca mata terpakai dan pandangannya  di rasa sudah beres, ternyata gadis yang mirip dengan Larasati itu pun menghilang.     

"Ah, sial aku hanya salah lihat saja, lagi pula gadis yang mirip sepertinya itu pasti banyak di dunia ini." Tutur Anton.     

Dan Anton pun langsung masuk kedalam ruangan Tyas.     

      

Tok tok tok ...!     

Anton menggedor pintunya, dan Tyas pun mempersilahkan masuk.     

"Iya, silakan masuk!" tukas Tyas.     

Anton pun menghadap Tyas dengan wajah kaku dan kesalnya.     

"Wah, Bapak Anton yang terhormat rupanya," pungkas Tyas dengan nada melecehkan.     

"Iya! saya datang!" sahut Anton.     

"Bagus, karna anak Anda membuat masalah lagi, di sini. Dan saya rasa kita perlu membahasnya," Pungkas Tyas.     

"Apa lagi yang sudah di perbuat oleh putraku?" tanya Anton sambil melotot.     

"Wah, mohon maaf, matanya bisa tidak biasa saja. Jujur agak seram melihatnya," kata Tyas sambil tersenyum tipis.     

"Cepat bahas, dan tolong jangan buat saya menjadi naik pitam!" ancam Anton.     

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.