Bullying And Bloody Letters

Mendadak Tuli



Mendadak Tuli

0"Waduh, jangan marah-marah begitu, Bapak Anton yang terhormat. Perasaan saat awal bertemu dengan saya, Anda sangat ramah dan bahkan sempat mengeluarkan jurus mata keranjang Anda kepada saya, upss!" Tyas menutup mulutnya.     
0

"Diam kamu Tyas! jangan main-main dengan saya!" ancam Anton.     

"Baiklah, kita lanjutkan ke pembahasan kita." Dan Tyas pun mengeluarkan sebuah ponsel milik Brian yang sudah dia sita, dan juga satu bungkus rokok milik Brian juga.     

"Ini yang ingin saya bahas!" Tyas meletakkan barang-barang itu di atas meja.     

"Apa ini?" tanya Anton yang masih bingung.     

"Itu adalah barang-barang milik anak Anda." Ucap Tyas.     

"Baiklah, aku mengerti soal roko, pasti putraku diam-diam ketahuan merokok bukan?" dan Tyas mengangguk, "lalu ada apa dengan ponselnya? bukan kah di sekolah ini tidak di larang membawa ponsel selama tidak mengganggu jam pelajaran?" tanya Anton.     

"Sebelum saya jelas kan, Anda bisa cek isi ponsel itu terutama di bagaikan galerinya," suruh Tyas.     

Lalu Anton pun membuka ponsel itu dan memeriksa di bagian galeri dan penyimpan ponsel itu.     

Lalu Anton pun tercengang saat melihat isi ponsel Anton itu banyak berisi konten dewasa dan sebagian adalah videonya sendiri dengan beberapa pacarnya.     

"Bagaimana, apa Anda sudah tahu maksud saya?" tanya Tyas.     

Dan Anton terdiam dengan gigi gertak karna kesal bercampur malu.     

"Sebenarnya yang kemarin adalah kasus terakhir, tapi saya masih memberi kesempatan putra Bapak untuk berada di sini dengan satu syarat,"     

"Syarat apa lagi?" Anto menggebrak meja, "cepat katakan dan jangan bertele-tele!"     

"Ah, baiklah. Syaratnya adalah ...?"     

Tyas menarik kerah baju Anton dan berkata, "Katakan perbuatanmu kepada Larasati dulu di depan polisi. Dan minta maaf kepada keluarga Larasati," Lalu Tyas melepas kembali kerah baju Anton.     

"Bagaimana? persyaratannya terlalu gampang, 'kan?" ucap Tyas dengan senyuman tipis.     

"Sial! terus kalau aku tidak mau kamu mau apa?!" tantang Anton.     

"Tentu saja aku akan mengeluarkan putramu dengan paksa dan dengan cara memalukan. Serta aku akan menyerahkan vidio itu ke pihak berwajib atau bisa juga si aku publis," pungkas Tyas sambil menggaruk-garuk dagu dengan wajah santai.     

"Sial! berani kau mengancamku!?"     

"Ah, tentu saja! aku kan hanya ingin keadilan untuk mendiang sahabatku!"     

"Hah, mendiang! belum tentu kan dia sudah mati! , dan bagaimana kalau dia masih hidup lalu mau aku nikahi, apa kau juga akan tetap menuntutku?"     

Mendengar pertanyaan Anton, membuat Tyas yakin jika pelakunya bukanlah Anton.     

Karna terlihat jika Anton, tampak masih belum yakin jika Larasati sudah meninggal. Dan lagi pula menghilangnya Larasati itu, ketika Anton sudah berada di Jerman. Sudah jelas tidak ada sangkut-pautnya.     

Tapi meskipun begitu, Dia tetap membenci Anton  karna Anton juga turut membuat Larasati menderita, yaitu dengan menghamilinya.     

"Anton! apa sedikit pun kamu tidak mau menebus dosa-dosa mu itu?" tanya Tyas.     

"Maksudmu itu apa, Tyas?!"     

"Aku itu sudah tahu semua, jadi kamu tidak usah mengelak lagi!" ucap Tyas.     

"Baik, kalau begitu, terus kamu mau apa?! memangnya kalau aku meminta maaf, bisa membuatnya kembali hah?!"     

"Yah, tentu saja tidak, tapi mungkin dengan kau di penjara maka dengan begitu Larisa bisa sedikit tersenyum dan tentu dosamu akan berkurang!"     

"Dosa?! cih! tau apa kamu soal dosa?!" bentak Anton.     

"Aku memang tidak begitu tau soal dosa tapi aku ingin kamu mendapat karmanya!" teriak Tyas.     

"Dasar wanita sialan!" umpat Anton.     

Dan saat itu juga Anton langsung mencekik leher Tyas.     

"Kamu pikir kamu itu siapa hah?!"  teriak Anton dengan tangan yang masih mencekik Tyas.     

"Ah, Ba-bajingan!" teriak Tyas terbata.     

"Yah, aku mang bajingan dan Bajingan seperitku ini tidak akan membiarkanmu hidup lebih lama lagi!" kata Anton.     

"Akh! to--"     

"Mati kau!"     

Cring!     

Tiba-tiba sebuah bingkai foto bergambar Tyas Dan Larasati terjatuh. Dan hal itu membuat Anton kaget, lalu mengendurkan cekikannya dari leher Tyas.     

Dan Tyas pun langsung menendang tubuh Anton hingga terjatuh lalu dia hendak pergi keluar, meninggalkan ruangannya.     

Tapi Anton kembali menarik baju belakang Tyas hingga Tyas pun terjatuh dan Anton menungganginya lalu mencekik leher Tyas lagi.     

"Akan aku pastikan ini hari terakhirmu bernafas!"     

"Dasar Baj—"     

"Hihihi! hihi! hihi!"     

Tiba-tiba terdengar suara tertawaan yang begitu memekik telinga Anton, namun Tyas sama sekali tidak mendengarkannya.     

Dan Anton perlahan melepaskan cekikkan dari leher Tyas, Anton mendekap kedua telinganya karna dia sudah tidak tahan lagi.     

"Ah, sialan! suara apa ini?!" pekik Anton.     

Dan suara itu pun terdengar semakin kencang saja.     

Hingga perlahan gendang telinga Anton pun mulai pecah dan keluar dari yang terus menetes dari lubang telinganya.     

Bahkan tak hanya dari lubang telinga saja, hidung dan dua bola mata Anton juga mengeluarkan darah.     

Anton mulai melihat tetesan hangat dari beberapa panca indranya itu.     

Dia pun kaget saat melihat yang terasa hangat itu adalah darah.     

Tangannya di penuhi darah.     

Bahkan pakaian yang ia kenakan saat ini pun sudah di penuhi darah, nyaris tidak terlihat warna aslinya lagi     

"Akh, apa ini?! kenapa bisa begini?!" teriak Anton sambil memandangi kedua tangannya serta seluruh tubuhnya.     

Tyas merasa aneh dengan tingkah Anton yang terlihat tidak wajar.     

Anton terlihat gusar, ketakutan dan heboh sendiri.     

"Dia itu kenapa?" tanya Tyas.     

Anton pun semakin heboh dan dia berteriak-teriak sendiri.     

Lalu Tyas pun langsung keluar dari ruangannya dan memanggil petugas keamanan.     

Dan tak lama petugas keamanan pun datang dan membawa Anton keluar dari ruangan Tyas.     

Saat petugas keamanan membawanya keluar, Anton masih bertingkah aneh.     

Seluruh penghuni sekolahan pun langsung melihatnya dengan wajah ke heranan.     

Dan suasana sekolahan terlihat sangat ramai.     

Tapi anehnya Anton tidak bisa mendengar kebisingan dalam keramaian itu.     

Dia hanya melihat mereka semua melihatnya dengan tatapan nanar. Lalu tatapan nanar itu berubah menjadi tatapan sangat kosong dan wajah mereka semua berubah menjadi pucat dan lingkar mata mereka mulai menghitam.     

Seluruh siswa dan siswi sekolah itu melihatnya dengan wajah yang menyeramkan.     

"Ah, kenapa mereka berubah menjadi hantu semua!" teriak Anton histeris.     

      

"Loh, itu Ayahnya Brian itu, 'kan?"     

"Loh, kenapa dia aneh begitu?"     

"Entalah dia seperti sedang tidak waras,"     

obrolan para  siswa yang ada di sekolah itu.     

      

Lalu security terus menariknya menjauh dari dalam gedung sekolah.     

"Bapak ini sudah membuat keributan! dengar ya walau Anda orang kaya dan terhormat sekali pun, tapi tidak berarti Anda bisa bertingkah seenaknya!" gerutu Security. Tapi Anton sama sekali tak mendengarkannya. "Kalau bicara itu yang kencang! jangan hanya berbisik-bisik!" teriak Anton.     

"Hah, perasaan saya tadi ngomongnya kencang, masa di bilang bisik-bisik," ucap security itu yang merasa bingung."     

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.