Bullying And Bloody Letters

Tertawaan Yang Menyeramkan



Tertawaan Yang Menyeramkan

0"Sudah ayo cepat keluar dari sekolah ini Anda ini bertingkah aneh dan membuat keributan saja!" ucap security itu lagi."     
0

"Hey! jangan kasar! aku tahu, kamu akan membawaku ke rumah sakit! tapi biasakah menyeretku dengan pelan-pelan!" keluh Anton.     

Da  si Security itu pun kembali kebingungan. Padahal niatnya hanya untuk menyeret Anton keluar, tapi Anton malah mengira jika dia akan di antar ke rumah sakit.     

Dia merasa tubuhnya lemah dan lemas serta penuh darah, tapi dalam pandangan orang lain, Anton tampak sehat dan biasa saja, bahkan pakaiannya juga terlihat rapi tanpa setetes darah pun yang mengotori pakaiannya.     

"Aku benar-benar tidak tahu dengan apa yang sudah terjadi dengan tubuhku. Karna tertawaan itu, membuat aku lemah dan kehilangan banyak darah," ucap Anton kepada security.     

"Darah?" Security itu melihat seluruh tubuh Anton dari atas ke bawah. Tapi tak ada setetes darah pun yang dia lihat.     

"Hey, Bapak! Anda ini sedang mengada-ngada ya? di tubuh dan pakaian Anda itu sangat bersih tanpa darah sedikit pun," kata security itu.     

Tapi lagi-lagi Anton tidak mendengarnya. Justru dia malah semakin marah karna melihat security itu berbicara tanpa suara.     

"Hey! kau ini bisa tidak sih, bicara dengan suara yang kencang sedikit. Jangan hanya komat-kamit aku tidak dengar!" bentak Anton.     

"Komat-kamit?" Pak Security menggaruk-garuk rambutnya, "bicara sekencang itu tapi tidak dengar,"     

Dan Security itu memasukkan Anton kedalam mobilnya.     

"Bapak silakan pulang saja, mungkin Anda itu sedang depresi makanya berbuat onar di sekolah ini!" kata Security itu dengan nada tinggi, karna sejak tadi dia dibilang bicara hanya komat-kamit.     

Tapi suara sudah di keraskan dua kali lipat dari sebelumnya, Anton masih saja tak bisa mendengarnya.     

"Wah, si Bapak ini rupanya sedang mengalami gangguan di telinganya, aku takut akan terjadi sesuatu dengannya. Apa aku antarkan saja ya?" tukas Security itu.     

Tapi dia bingung, karna kalau mengantarkan Anton pulang, dia takut akan di marahi oleh pihak sekolah karna dia sudah lalai dengan tugasnya.     

Akhirnya dia berinisiatif mengambil ponsel Anton secara paksa dan menelpon Brian.     

Karna dia tahu jika Anton adalah ayahnya Brian.     

Tut ....     

Drrt ....     

"Ah, nyambung!" security itu tampak girang.     

Lalu dia segera berbicara kepada Brian yang sedang ada di dalam kelas.     

"Halo, ada apa, Yah?" tanya Brian.     

"Maaf, saya pak Security, dan saya meneleponmu karna di bawah Ayahmu tampak kurang sehat. Bisa turun sebentar," pinta sang Security.     

Akhirnya dengan terpaksa Brian pun turun ke bawah untuk menemui sang Ayah.     

Sambil berlari Brian menemui Ayahnya dilantai bawah dekat parkiran mobil.     

"Ayah! Ayah kenapa?!" tanya Brian.     

"Entalah, Ayah mu baru saja keluar dari ruang kepala sekolah, dan dia sempat membuat keributan di sana. Lalu Bu Tyas menyuruh saya membawa Ayahmu keluar," tutur Security.     

      

Lalu Brian pun mengecek kondisi sang Ayah di dalam mobil. Dan Ayahnya tampak baik-baik saja, hanya saja dia terlihat seperti ketakutan.     

Perlahan dia mendekat dan membuka pintu mobilnya.     

"Ayah, apa Ayah baik-baik saja?" tanya Brian.     

Dan Anton pun tak menjawab teriakan Brian, dia malah menengok dan mengocehi Brian.     

"Kamu itu tidak sopan, Ayah sedang sakit begini, masuk ke dalam mobil tanpa permisi. Memang kamu pikir aku ini sedang bermain-main ya?!" bentak Anton kepada Brian.     

"Tapi aku sejak tadi sudah memanggil Ayah, tapi Ayah tidak mendengarku," tutur Brian membela diri.     

"Kalau bicara yang jelas, aku tidak suka ada yang menggerutu di belakangku," tukas Anton.     

Lalu Security itu pun berbisik kepada Anton.     

"Sepertinya, Ayahmu ada masalah di pendengarannya," kata Security itu.     

Dan Brian kembali melihat kearah Ayahnya.     

"Apa benar, Ayah sedang ada masalah di pendengaran? tapi tadi saat di rumah baik-baik saja!" ucap Brian.     

Lalu Anton langsung menggebrak mobilnya.     

Brak!     

"Hey! ayo cepat! kamu tunggu apa lagi hah?!" bentak Anton.     

"Ba-baik Ayah!" jawab Anton.     

"Kalau bicara yang kencang! jangan berbisik aku tak bisa mendengar!"     

"Tapi Ayah—"     

"Ayo cepat pulang tinggalkan tempat ini juga, aku tidak mau berada di sekolah angker ini, lihat tubuhku jadi penuh darah, kalau begini caranya aku bisa mati karna kehabisan darah!" keluh Anton.     

"Darah? mana darahnya?" ujar Brian sambil melihat seluruh tubuh ayahnya.     

"Tertawaan itu benar-benar menyeramkan dan memekik telinga, aku nyaris tuli," tukas Anton lagi.     

"Hah, tapi sepertinya Ayah sudah tuli," ucap Brian.     

"Kamu itu bicara apa?!" teriak Anton.     

'Wah, celaka Ayah benar-benar tidak bisa mendengar ku' batin  Brian.     

Lalu dia langsung tancap gasnya dengan segera, dia sudah tidak sabar untuk membawa sang Ayah ke dokter dan mengetahui sebenarnya ayahnya sedang sakit apa saat ini.     

      

Setelah beberapa menit berlalu, Brian dan Anton sampai di rumah sakit. Tempat di mana sang Nenek juga di rawat di tempat itu.     

Dan dengan segera Anton memeriksakan kondisi sang Ayah.     

Dan dokter bilang ayahnya mengalami pecah gendang telinga di kedua telinganya.     

Dan dia juga harus dirawat karna tekanan darahnya menurun secara drastis.     

"Ayah, harus di rawat." ucap Brian.     

"Aku sudah tahu, karna kondisiku, memang parah. Lihat saja pakaianku sampai penuh darah," jelas Anton.     

"Darah? tidak ada darah, Ayah," ucap Brian.     

"Kamu tidak lihat darah sebanyak ini, aku sampai risi. Dan harusnya kamu bawakan Ayah pakaian ganti! dan ini!" Anton mencopot alat bantu pendengarannya.     

"Ayah, jangan di lepas! nanti Ayah tidak akan bisa mendengar!" teriak Anton.     

"Hah! apa kamu bilang?! memangnya Ayahmu ini tuli ya?!" teriak Anton.     

"Tapi, Ayah—"     

"Aih, sudahlah. Aku tidak butuh ini!"     

Anton tak percaya dengan ucapan Brian. Dia tetap kekeh mencopot alat bantu pendengaran itu.     

Dan benar saja, setelah alat itu di copot Anton sama sekali tidak mendengar apa pun. Saat itu Anton baru mempercayai ucapan Brian, jika dirinya memang tuli.     

"Apa ini?! aku benar-benar tidak bisa mendengar apa pun ini!" teriak Anton.     

Lalu Brian meraih alat bantu itu dan memasangkan kembali ke telinga ayahnya.     

"Kan aku sudah bilang kepada Ayah, jangan di lepas alat ini!" oceh Brian.     

"Ada apa dengan ku?! dan ada apa dengan sekolah itu. Kenapa aku bisa cacat hanya karna suara tertawaan yang menyeramkan itu,"     

"Suara tertawaan?!"     

"Iya?! dan aku tidak mau lagi masuk kedalam sekolah itu terutama di dalam ruang kepala sekolah. Jadi Ayah rasa sebaiknya kamu pindah saja dari sekolah itu!" perintah Anton.     

"Apa?! pindah!" Brian terlihat sangat keberatan, "aku baru saja dua bulanan sekolah di Superior High School. Masa iya aku harus pindah lagi?!"     

"Yah kamu harus pindah, karna kasusmu di sekolah itu juga tidak main-main!" oceh Anton.     

"Tapi, Yah—"     

"Turuti saja kemauanku, aku juga sudah tidak mau lagi bertemu dengan iblis wanita itu!"     

"Maksud Ayah, apa wanita iblis itu adalah Bu Tyas?"     

"Iya, siapa lagi kalau bukan dia?!"     

      

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.