Bullying And Bloody Letters

Larisa Dan Kerasukan



Larisa Dan Kerasukan

0"Yah, kalau aku tidak bisa mendapatkan Alex, maka yang lain juga tidak boleh mendapatkan Alex, apa lagi kamu si Cewek Culun!" gerutu Audrey.     
0

Ckit ....     

Vroomm ...!     

"Kalian akan jadi pasangan abadi, yang akan mati di tempat ini haha!"     

Vroom!     

      

"Alex mobilnya datang lagi!" teriak Larisa.     

"Ayo cepat berpencar!" teriak Alex.     

Dan mereka pun berlari dengan cara berpencar.     

Dan akhirnya Larisa dan Alex selamat, sedangkan mobil Audrey menabrak pembatas jalan.     

Kepala Audrey sempat terbentur tapi untungnya dia tidak terluka, dia melihat di luar mobilnya mulai keluar asap.     

Melihat hal itu Audrey langsung keluar dari dalam mobilnya karna ketakutan.     

"Ah, tolong!" teriak Audrey  sambil berlari.     

"Loh itu, 'kan Audrey!" teriak Larisa sambil menunjuk kearah Audrey.     

"Iya, benar!" sahut Alex, "pantas saja ingin menabrak kita, rupanya di dalam mobil adalah Gadis Iblis itu!" teriak Alex.     

Audrey langsung masuk kedalam mobil taksi dan meninggalkan mobilnya yang menabrak pembatas jalan itu begitu saja.     

Akhirnya orang-orang mulai berkerumun melihat kebisingan itu.     

"Ada apa ini?"     

"Ada kecelakaan ya?!"     

"Sepertinya  tadi mobil ini sedang ingin menabrak pemotor itu, saya tadi sempat lihat sendiri!"     

"Wah, kasihan ayo kita tolong mereka berdua!"     

      

Lalu mereka menghampiri Alex dan juga Larisa.     

"Hey, kalian tidak apa-apa?" tanya salah satu warga itu.     

Dan Larisa pun menggelengkan kepalanya.     

"Tidak apa-apa, kami baik-baik saja!"     

      

Dan mereka berdua pun membawa motor Alex ke sebuah bengkel.     

Sambil mengusap-usap betisnya yang terkena knalpot motor.     

Alex bertanya kepada Larisa, "Kamu beneran gak papa? " tanya Alex kepada Larisa.     

"Ah, enggak papa, kok cuman lecet sedikit." Jawab Larisa.     

"Perempuan itu benar-benar sudah gila! dia sampai tega akan membunuh kita!"     

"Yah, itu karna aku, Lex. Dia cemburu kepadaku, dia yang jauh lebih sempurna dari ku malah kalah dengan gadis yang culun sepertiku,"     

"Hah, sempurna katamu! bahkan dia itu tidak ada seujung kukunya di banding kamu,"     

"Ah, Alex, bikin aku jadi terbang saja. Kamu itu memujinya terlalu berlebihan,"     

"Loh, enggak dong, justru. Aku bersyukur. Bisa dapatkan kamu. Dan merasa aku ini pria paling beruntung di banding siapa pun."     

"Ah, gombal!"     

"Hey, aku serius tau!" Alex mencubit hidung Larisa.     

"Awwh, sakit Alex," teriak Larisa.     

Dan setelah satu jam berlalu motor pun berhasil di betulkan.     

"Ayo kita pulang, motornya sudah beres ini," kata Alex.     

Alex menggandeng tangan Larisa sambil berjalan agak pincang.     

"Eh, itu serius gak papa?" tanya Larisa.     

"Ah, tidak apa-apa, lagi pula aku ini kan pria perkasa,"     

"Haha, pria perkasa kok kao, kena knalpot,"     

"Ih siapa yang kao, ini buktinya aku kuat,"     

"Udah jangan sok kuat, sini biar aku obati," Larisa langsung mengeluarkan sebuah pot kecil, obat luka bakar dari dalam tasnya.     

"Loh, apa itu?" tanya Alex.     

"Ini, obat luka bakar," jawab Larisa.     

"Loh, kok kamu bisa bawa obat begituan sih?"     

"Lah, 'kan aku tukang sate, jadi riskan terkena api, harus selalu siaga dong,"     

"Ah, iya aku lupa, pacarku kan tukang sate?"     

"Tu tahu, eh ngomong-ngomong kamu gak malu ya, punya pacar kayak aku?"     

"Ah ... lagi-lagi ngomongnya begitu, aku kan sudah bilang, aku cinta kamu apa adanya. Lagi pula aku bangga kok punya pacar tukang sate. Karna kamu sudah bisa menghasilkan uang sendiri dan gak bergantung kepada orang tua."     

"Tapi itu kan warung sate punya orang tuaku, jadi aku belum menghasilkan uang sendiri, Alex,"     

"Ya, gak papa dong, punya orang tua, tapi kamu kan turut andil di dalamnya, artinya kamu itu gadis pekerja keras,"     

"Makasi, ya Sayang,"     

"Sayang ...?"     

"Loh, iya ... kita, 'kan pacaran, kamu gak suka aku panggil Sayang?"     

"Ah, iya suka ... suka banget malahan," kata Alex penuh semangat.     

"Eh, kok kita malah mengobrol terus, harusnya kan kita pulang sekarang!" kata Larisa.     

"Wah iya ya!"     

      

      

***     

Esok harinya.     

Brian berjalan gontai memasuki ruangan sekolah yang sepi, dia berangkat pagi-pagi karna tak tahan dengan sang Ayah yang terus mengocehnya.     

"Ayahku ini benar-benar menyebalkan. Semalaman aku berada di rumah sakit menunggunya, tapi dia malah mengocehiku terus hanya karna persoalan sepele di sekolah!" gerutu Brian.     

Dan saat masuki kelas tiba-tiba dia melihat Holly tengah duduk sendirian di bangku dengan wajah menunduk.     

"Hah, dia lagi," Brian langsung memutar balik langkahnya.     

"Eh, tunggu!" teriak Holly.     

Dan Brian pun menghentikan langkahnya sesaat, dia menoleh kearah Holly sebentar.     

"Aku sedang malas berdebat, Holly," ucap Brian.     

Tapi Holly berlari menghampirinya, "Tunggu! aku mohon di sini saja!" pinta Holly.     

Brian kembali menggelengkan kepalannya, "Mau apa lagi?"     

"Please Brian, aku butuh kamu. Aku ingin bercerita," ucap Holly.     

Akhirnya dengan wajah terpaksa dia pun kembali kekelas dan duduk di depan tempat duduk Holly.     

"Cepat katakan! aku tidak mau berlama-lama denganmu," tukas Brian.     

"Akhirnya Holly pun menceritakan segala beban dalam otaknya kepada Brian. Terutama tentang kejadian kemarin saat Larisa sedang kerasukan.     

"Apa kamu tidak merasa aneh, dengan gadis obsesimu itu?" tanya Holly kepada Brian.     

"What?! maksud kamu Larisa ya?" tanya balik Brian.     

Holly mengangguk, "Tentu saja, siapa lagi!"     

"Tidak." Jawab Brian singkat.     

"Jangan bohong! aku pernah dengar, sebelum kamu mengenalku, kamu pernah berniat memerkosa Larisa, 'kan?"     

"What?!"     

"Sudah jangan sok kaget, aku sudah tahu segalanya. Lagi pula itu bukan rahasia lagi di sekolah ini,"     

"Ah, terserah saja!" jawab Brian pasrah.     

"Baik, aku akan melanjutkan, kamu gagal melakukan itu kepadanya karna Larisa yang kerasukan, 'kan?" tanya Holly dengan wajah sungguh-sungguh, "dan kamu juga hampir mati karna di cekik olehnya, bukan?"     

Brian diam saja, dan Holly melanjutkan ucapannya, "Aku juga hampir bernasib sama denganmu, aku kemarin juga hampir mati karna di cekik, oleh Larisa,"     

"Iya, terus apa lagi?" tanya Brian lagi.     

"Yah, tentu saja aku merasa heran. Larisa si Gadis pecundang itu tiba-tiba mengamuk dan memiliki kekuatan super. Apa itu tidak terdengar aneh hah?"     

Lalu Brian pun menarik nafas panjang setelah mendengar cerita dan pertanyaan Holly itu.     

"Yah, jujur aku merasa aneh. Dan aku juga sering dengar tentang orang yang kerasukan, ya aku pikir Larisa hanya kebetulan saja kerasukan dan dapat menghindar dariku. Tapi suatu saat aku pasti akan mendapatkannya," tutur Brian penuh percaya diri.     

"Wah, kamu itu terlalu percaya diri sekali ya, padahal aku sendiri saja mulai merasa was-was saat ingin mengganggunya," ujar Holly.     

"Ya, kalau kamu was-was ya jangan mengganggunya!" tegas Brian.     

"Aku mengganggunya karna kamu! kalau kamu tidak menduakanku dan memilik gadis jelek itu, aku tidak akan mengganggunya!"     

"Holly, Holly! kamu itu terlalu menganggap serius hubungan ini. Harusnya kamu itu jangan sampai seperti itu. Bukannya lebih bagus kalau kita tidak ada ikatan, dan kamu bisa berkencan dengan pria lain?"     

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.