Bullying And Bloody Letters

Kematian Anton



Kematian Anton

0Satu minggu kemudian. Setelah peristiwa yang menyeramkan terjadi kepada Anton,  kini Brian sudah mulai berangkat ke sekolah lagi.     
0

Dengan wajah sendunya dia berjalan gontai memasuki ruangan kelasnya.     

Dan di dalam kelas sudah ada Holly yang menyambutnya.     

"Good morning, Brian!" sapa Holly.     

Dan Brian masih terdiam tak mau menjawabnya.     

"Apa kamu sudah baik-baik saja?" tanya Holly.     

Dan Brian hanya melirik Holly sesaat dan lagi-lagi dia enggan menjawabnya.     

"Brian, aku turut berduka atas peristiwa yang telah menimpa Ayahmu," ucap Holly.     

"Terima kasih!" jawab Brian ketus.     

"Aku tahu kamu bisa melewati semua ini, meski kamu sudah tidak punya orang tua lagi, tapi kamu jangan merasa sendiri ya, karna ada aku di sini." Ucap Holly, sambil memegang tangan Brian.     

Brian menundukkan wajahnya, karna dia benar-benar masih bersedih jika mengingat pristiwa tragis itu.     

Dan perlahan-lahan Holly merangkul pundak Brian, dan memeluknya.     

"Is ok. Kamu tidak usah malu, kamu boleh menangis sekarang, aku siap mendengar segala keluhanmu," kata Holly.     

Holly memang sedang mencari-cari kesempatan agar bisa dekat dengan Brian.     

Tapi justru Brian merasa risi, entah mengapa setelah Holly terus mengejar-ngejarnya, Brian merasa tidak nyaman saat berlama-lama dengan Holly.     

"Holly, bisa kau lepas pelukanmu," ucap Brian pelan.     

Dan Holly pun segera melepasnya, "What, bukanya kamu akan merasa nyaman jika aku peluk," ucap Holly.     

"No, tidak sama sekali Holly, justru aku merasa sangat risi." Jelas Brian.     

"Hey! kenapa kamu harus sejahat itu kepadaku?!" tanya Holly yang tak terima, "aku ini sangat peduli denganmu, tapi kamu malah mengabaikanku!" teriak Holly.     

Dan Brian pun menggelengkan kepalanya sambil beranjak dari tempat duduknya.     

"Sudahlah Holly, aku benar-benar sedang tidak ingin berdebat denganmu!" ucap Brian.     

Lalu Brian pun pergi meninggalkan Holly.     

Holly tampak sangatlah kesal dan marah.     

Dia tidak terima di perlakukan begini oleh Brian. Padahal sebelumnya tidak ada satu pun pria yang menolak untuk dekat dengannya. Dia merasa tidak berharga di mata Brian.     

"Sial! kenapa dia sangat membenciku?! salahku itu apa hah?!"     

Break!     

Holly menggebrak mejanya, karna saking kesalnya.     

"Aku tidak terima begini, pokoknya aku harus membalasnya, dan akan aku pastikan dia akan bertekuk lutut di kakiku suatu saat nanti," tukas Holly penuh percaya diri.     

      

***     

Sementara itu Brian yang keluar kelas, malah berpapasan dengan Tyas.     

"Brian, kamu sudah mulai masuk sekolah?" tanya Tyas.     

"Iya." Jawab Brian singkat.     

Dan perlahan Tyas memegang pundak Brian, "Saya turut berduka cita atas meninggalnya Ayahmu ya," ucap Tyas.     

Dan Brian dengan segera menepis tangan Tyas.     

Dia menatap Tyas sesaat dengan wajah sinisnya. Dan Brian pun berlalu pergi tanpa sepatah kata pun.     

Tapi Tyas tak menyerah, sebagai kepala sekolah yang baik, tentu dia tidak mau melihat anak didiknya tampak kacau begitu.     

Dan akhirnya Tyas pun mengejar Brian.     

"Brian! tunggu!" teriak Tyas.     

Brian menghentikan langkahnya, "Mau apa lagi!?" cantas Brian.     

Dan Tyas dengan sabar menghampiri Brian, dan pelan-pelan mengajak Brian bicara.     

"Brian, ayo kita bicara di ruangan saya," tukas Tyas.     

"Tidak!" cantas Brian.     

Tyas terus membujuk Brian agar Brian mau masuk ke ruangannya  dan akhirnya berhasil.     

"Brian, saya tahu kamu itu sedang berduka, tapi ada baiknya kamu bercerita dengan saya, segala keluh kesahmu, mungkin dengan begitu kamu akan merasa lebih baik," tukas Tyas.     

Mendengar ucapan Tyas, membuat Brian  langsung melotot.     

"Kamu pikir saya itu bodoh! kamu itu wanita yang memiliki kekuatan sesat, dan sudah membuat ayahku gila dan tuli, hingga pada akhirnya mati!" tutur Brian dengan nada tinggi.     

"Apa?!" Tyas tampak syok mendengar hal itu, "kenapa kamu menuduhku seperti itu?!" tanya Tyas.     

"Aih, jangan pura-pura! Ayah ku menjadi tuli dan bertingkah aneh setelah keluar dari dalam ruanganmu!"     

"Tapi, Brian! aku tidak melakukan apa pun terhadap Ayah mu. Justru Ayahmu yang sudah menyerang dan hendak membunuhku!" jelas Tyas.     

"Hah, tidak mungkin! aku yakin kamu itu wanita penganut aliran sesat, makanya kamu bisa melakukan hal-hal aneh untuk mencelakai orang!"     

"Tidak, Brian! Aku tidak melakukannya, tapi yang melakukan semua itu terhadap Ayahmu adalah Larasati!" Tyas pun terpaksa menyebut nama Larasati, karna dia tidak mau di salahkan oleh Brian atas meninggalnya Anton.     

"Larasati, siapa dia?!" tanya Brian.     

"Dia adalah gadis yang sudah di hamili oleh Ayahmu dulu, dan dia adalah sahabatku!" tegas Tyas.     

"Apa?!" Brian tampak tak percaya, " kamu pikir aku percaya dengan semua ini!?" tanya Brian dengan wajah selengean karna merasa tak percaya dengan ucapan Tyas.     

"Aku berbicara sungguh-sungguh, Brian! gadis yang bernama Larasati itu adalah mantan siswi di sekolah ini, dia sudah menghilang dan di duga sudah mati, tapi jasadnya hingga saat ini belum juga di ke temukan!" tutur Tyas menjelaskan.     

      

Brak!     

Saking kesalnya Brian sampai menggebrak meja Tyas.     

"Sudah cukup mengarang ceritanya, Bu Tyas! saya sudah muak! dan saya tahu kalau Anda sangat membenci kami, tapi bukan dengan cara begini kan membalasnya!"     

Dan Brian langsung berdiri dan hendak pergi meninggalkan ruang kepala sekolah itu.     

"Brian! tunggu, dan tolong dengar penjelasan saya!"     

"Saya tidak akan mau mendengar omong kosong Anda!" cantas Brian.     

Akhirnya Tyas pun menyerah dan membiarkan Brian pergi dari ruangannya. Tapi Brian malah berhenti sesaat, dan dia kembali memandang Tyas dengan tatapan yang penuh kebencian.     

"Tenang, Bu Tyas! sebentar lagi saya akan mengurus surat pindah saya!" tegas Brian.     

"Hah, apa?!" Tyas tampak kaget.     

Karna awalnya dia yang selalu mengancam ingin mengeluarkan Brian dari selolah ini dan Brian beserta ayahnya selalu berusaha untuk tetap bertahan di sini, tapi malah sekarang Brian sendiri dengan  lantang mengatakan akan pindah dari sekolah ini.     

Melihat Tyas yang tertegun membuat Brian memutar balik lagi langkahnya, dia menghampiri Tyas.     

"Loh, kenapa terdiam? harusnya Anda senang, 'kan mendengar saya akan pindah?" tanya Brian dengan senyum sinisnya.     

Dan Tyas menggelengkan kepalanya, dia seolah tak rela mendengar Brian akan pindah, apa lagi kondisi pikirannya saat ini sedang kacau begini.     

Awalnya dia memang tidak suka dengan Brian yang suka membuat onar dan bahkan nekat akan berbuat mesum di sekolah. Tapi melihat Brian yang tampak hancur karna baru saja kehilangan sang Ayah membuat Tyas merasa kasihan.     

Di tambah lagi, Brian mengira jika Anton meninggal karna ulahnya. Padahal dia tidak melakukan apa pun.     

"Larasati, aku tahu kamu ingin membalaskan dendammu, tapi aku tidak tega melihat mereka," ucap Tyas sambil menangis.     

Dan saat itu muncullah sebuah surat di atas meja Tyas.     

Surat dengan kertas yang penuh hiasan darah.     

Dan di dalam surat itu bertuliskan, "Seruni,"     

      

      

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.