Bullying And Bloody Letters

Mengingatkan Orang Yang Sombong



Mengingatkan Orang Yang Sombong

0"Eh, kalian ngapain di sini? kalian mengikutiku ya?" tanya Seruni ketus.     
0

"Iya, kami sengaja mencarimu, karna kami sedang ingin memberitahu sesuatu yang penting kepadamu," tukas Tyas.     

"Memberitahu apa?! tolong jangan ganggu waktu santaiku dengan keluargaku!" cantas Seruni.     

Lalu Tyas mengeluarkan surat berdarah itu dari sakunya.     

"Lihat ini," Tyas menaruh surat itu secara paksa ke tangan Seruni.     

"Apa ini?!" tanya Seruni.     

"Itu surat berdarah, yang ada namamu di dalamnya, yang artinya nyawamu dalam bahaya!" tutur Tyas.     

"Cih! terus aku harus percaya?!" Seruni melempar kertas itu ke tanah.     

"Eh, Bu Seruni, jangan di buang, surat itu adalah surat peringatan, bahkan sebelum, Bu Amara meninggal saya juga mendapatkan surat yang sama. Jadi sebaiknya Bu Seruni akui perbuatan Bu Seruni di kantor polisi sebelum dia membunuh Bu Seruni seperti dia membunuh Bu Amara!" tukas Larisa.     

      

Seruni menggelengkan kepalanya, "Aku tahu dia memang selalu menerorku, tapi akan aku pastikan dia tidak akan bisa membunuhku!" tegas Seruni dengan percaya diri.     

"Tapi lihat isi surat ini!" Tyas membuka lembaran kertas itu.     

Tapi dalam kertas itu hannyalah sebuah kertas kosong saja.     

"Hah! kau itu menunjukkan apa?" tanya Seruni dengan wajah menghina Tyas.     

Lalu Tyas membalik lembaran kertas itu kerahnya.     

"Hah! kosong!" Tyas merasa sangat kaget.     

"Kalian akan menakut-nakutiku ya?!" tanya Seruni.     

Dan Larisa menggelengkan kepalanya, "Tidak Bu Seruni, tidak!" jawab Larisa.     

"Awas, minggir! dan jangan mengganggu ku lagi! sampai kapan pun aku tidak alan melakukan apa yang kalian ingin kan itu!"     

"Tapi, Bu Seruni!"     

"Diam kamu anak kecil!" bentak Seruni kepada Larisa.     

Lalu Seruni pun dengan penuh percaya diri masuk ke dalam ruangan toilet.     

"Seruni!" panggil Tyas.     

Seruni berhenti sesaat lalu berjalan menghampiri Tyas.     

"Tyas, bukannya waktu itu kamu bilang tidak akan mengotori tanganmu untuk menghajarku, kamu juga bilang Larasati si Jelek itu yang akan membalasnya?" Seruni memegang pundak Tyas, "jadi untuk apa sekarang kamu seolah-olah peduli padaku?" tanya Seruni lagi.     

Dan Tyas pun terdiam, lalu Seruni pun pergi meninggalkan Tyas.     

Sambil bicara, "Dia tidak akan bisa membunuhku sampai kapan pun itu!" teriak Seruni sesaat sebelum pergi.     

"Apa, kita akan  pergi sekarang?" tanya Larisa.     

"Iya, karna tidak ada gunanya kita mengingatkan orang sombong sepertinya, biarkan saja dia melakukan apa yang dia mau itu bukan lagi urusan kita, meski dia harus mati sekalipun!" cantas Tyas.     

Lalu Tyas dan Larisa pun pergi meninggalkan Seruni yang masih berada di dalam toilet.     

      

Tak berselang lama Seruni pun kuar dari dalam Toilet itu, lalu dia mendapati Tyas dan juga Larisa sudah pergi.     

"Akhirnya pergi juga ya para pengganggu," gumam Seruni.     

Lalu Seruni melanjutkan langkahnya.     

"Mereka pikir aku sebodoh itu, aku tidak akan pernah mau menuruti ucapan mereka yang jelas-jelas akan menghancurkanku. Dan aku percaya aku bisa menjaga diriku dengan baik. Tak peduli hantu bodoh itu akan terus menggangguku. Aku sudah tidak takut lagi. Karna aku sudah punya ini," Seruni merogoh sebuah buntelan kecil yang ia dapat dari seorang dukun.     

Benda itu dia gunakan sebagai jimat perlindungan agar hantu Larasati tidak bisa mengganggunya.     

Dan saat dia melangkah tepat di depan pantai di mana dia melempar kertas tadi, dia melihat kertas itu masih ada di lantai itu dan belum  berpindah.     

Tapi dia merasa aneh saat melihat surat itu, karna di atas surat itu terdapat banyak tetesan darah.     

"Itu surat yang kosong tadi, 'kan?" tukas Seruni, lalu Seruni yang penasaran karna melihat ada bercak darah, akhirnya dia mengambilnya.     

Dan perlahan dia membalik di sisi belakangnya, yang terdapat tulisan namanya di belakang.     

Seketika dia kaget dan segera melemparnya.     

"Akh, sial!" teriaknya yang kaget.     

Dan melihat hal itu, Seruni mulai merasa sangat takut.     

"Ah, jadi mereka itu bicara benar ya?" ucapnya sambil gemetar.     

Lalu dia merogoh kembali sakunya, dan memegang benda dalam kantung itu.     

"Huuft ... tenang, aku tidak apa-apa, ada jimat ini yang akan melindungiku," ucap Seruni.     

Dan dia pun kembali berjalan cepat menghampiri anak dan suaminya.     

"Huh! itu Mami!" teriak Audrey, "Mami, lama banget sih?" tanya Audrey yang cemberut.     

"Maaf, Sayang perut, Mami sedang tidak enak," jawab Seruni, yang terpaksa berbohong.     

"Ya sudah kalau begitu atau kita pulang!" ajak suami Seruni.     

"Ah, baiklah ayo, Mas!" sahut Seruni.     

Dan mereka bertiga pun pulang ke rumah.     

      

Dan setelah sampai di rumah Audrey berpamitan untuk pergi ke mini market.     

"Mi, Pi, Audrey pergi sebentar ya?" tanya Audrey meminta yang meminta izin.     

"Mau pergi kemana sih, Sayang?" tanya Seruni.     

"Audrey lupa, mau beli sesuatu di mini market depan," jelas Audrey.     

"Kenapa gak dari tadi saja sih?" sambung ayahnya.     

"Audrey, lupa Pi, "     

"Ok, yasudah, jangan kelayapan dan membuat masalah seperti kemarin, kalau sudah dapat barangnya cepat pulang!" pesan Seruni.     

"Iya, Mi!" sahut Audrey.     

"Perlu, Papi, antarkan tidak?" tanya sang Ayah.     

"Tidak usah, Pi. Aku jalan kaki saja sekalian olah raga!" kata Audrey.     

"Ok, take care Baby!" ucap sang Ayah.     

"Ok!" sahut Audrey.     

Lalu Seruni menggandeng suaminya dan mengajaknya masuk kedalam rumah.     

"Ayo, Mas. Aku cape," kata Seruni.     

"Ah, kamu duluan saja, aku mau cari angin di luar dulu, mau merokok sekalian menunggu Audrey pulang," jawab suami Seruni.     

"Ya sudah kalau begitu, aku duluan ya?"     

"Ok, good night honey!"     

"Good night," jawab Seruni sambil tersenyum.     

      

Sambil menunggu Audrey pulang dari mini market Adji menunggu menyalakan puntung rokoknya.     

Sambil menikmati hawa sejuk malam dan pemandangan lampu yang menerangi bunga-bunga sekitar taman rumahnya, Adji mengotak-atik ponselnya.     

Dan sesaat dia melihat sekitar halaman rumahnya.     

"Wah, malam ini cerah sekali ya," gumamnya.     

Lalu dia mendengar suara lirih, mirip antara orang sedang bersenandung dan menangis.     

Sekilas dia mendengar seperti sedang bersenandung, dan sekilas lagi dia mendengar sedang menangis atau merintih.     

"Hem hem hem .... "     

"Nana na na na ...!"     

"Hik hik hi ii ...."     

Adji pun mulai bingung karna mendengar hal itu.     

"Siapa sih, iseng malam-malam begini?" gerutu Adji.     

Lalu datanglah security yang bekerja di rumahnya menghampiri Adji.     

"Tuan, ada apa tumben ada di sini?" tanya security itu.     

"Ah iya, saya sedang menunggu Audrey pulang dari mini market depan," jawab Adji.     

"Oh, tadi kenapa Non Audrey tidak minta tolong Bi Ajeng saja?" tanya security itu.     

"Ah, entalah, mungkin dia sedang  ingin jalan-jalan malam, l" jawab Adji.     

"Oh, kalau begitu saya permisi, Tuan. Saya mau kembali ke pos," ucap Security itu dengan sopan.     

"Baik, silakan," jawab Adji.     

      

Dan setelah dia di tinggal sendiri dia baru teringat tentang suara tadi.     

"Huh, kenapa tadi aku tidak tanya kepadanya," gumamnya.     

Lalu tiba-tiba dari luar gerbang dia melihat gadis berseragam sekolah tengah menatapnya sendu.     

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.