Bullying And Bloody Letters

Tak Sadar Menyakitinya



Tak Sadar Menyakitinya

0Saat Wijaya mengatakan masih mencintai Larasati.     
0

Tiba-tiba Larasati pun datang dan merasuk kedalam tubuh Larisa.     

Seketika Larisa yang awanya biasa saja berubah bertingkah aneh dengan tertawa-tawa sendiri dan menangis.     

Wijaya mulai merasa heran dengan tingkah Larisa.     

"Dia itu kenapa?" tanya Wijaya yang heran.     

"Sepertinya dia datang," kata Alex.     

"Hah, dia?" Wijaya tampak bingung, "dia siapa?" tanya Wijaya lagi.     

"Larasati." Jawab Alex.     

Wijaya semakin kaget saja, karna Alex bilang yang datang adalah Larasati, padahal Larasati itu sudah mati.     

Sementara masih menunduk sambil menangis, dan tangisan itu mengingatkan Wijaya kepada Larasati.     

Karna sangatlah mirip. Dan perlahan Wijaya mendekati Larisa, lalu dia memegang pundaknya pelan.     

"Kamu tidak apa-apa?" tanya Wijaya.     

Lalu Larisa mengangkat wajahnya secara perlahan.     

"Wijaya ...," tukas Larisa dengan suara pelan setengah berbisik.     

"Lara ...?" tanya Wijaya.     

Dan Larisa langsung mengangguk, seketika Wijaya memeluk Larisa.     

Dan Larisa yang masih di dalam pelukan Wijaya itu tampak mengelus pundak Wijaya.     

"Apa kamu masih menungguku?" tanya Larisa dengan lembut.     

Wijaya mengangguk, "Apa alasannya?" tanya Larasati.     

"Karna aku masih mencintai mu," jawab Wijaya.     

"Jadi ini alasanmu tetap hidup sendiri?" tanya Larasati lagi.     

Dan Wijaya kembali menganggukkan kepalanya.     

      

"Kalau begitu, kenapa kamu tidak membongkar kejahatan mereka? kenapa kamu tega melihatku tetap di dunia ini dengan dendam?" tanya Larasati sambil menangis.     

Dan dengan suara pelan penuh penyesalan Wijaya berkata, "Semua tidak semudah itu, Lara. Aku memang salah sudah merahasiakannya. Tapi untuk membongkarnya sekarang juga sia-sia, aku kasihan melihat kedua orang tuamu yang sudah tua dan sakit-sakitan itu. Bagaimana kalau dia mendengar kabar tentangmu lalu mereka syok dan bertambah sakit?" tanya Wijaya.     

"Itu alasanmu saat ini, kenapa tidak dari dulu saja mengatakannya! saat orang tuaku masih muda dan sehat, mungkin dengan begitu mereka bisa tenang di masa tuanya tanpa menungguku!?" kata Larasati.     

"Maaf, Lara. Maaf ...,"     

"Kamu jahat, Jaya! kamu jahat!" tukas Larasati sambil melepaskan pelukannya dari tubuh  Wijaya.     

"Kamu malah membela keluarga dan menjaga kehormatan keluarga wanita jahat itu di banding aku!" cantas Larasati.     

"Maaf, Lara ... maafkan aku yang bodoh ini,"     

Wijaya begitu menyesal, lalu perlahan Larasati pun keluar dari tubuh Larisa, dan Larisa pun langsung pingsan.     

Alex dan Audrey langsung membantunya dan mengangkat tubuh Larisa dan meletakannya di atas sofa.     

Sementara Wijaya tampak syok bercampur sedih.     

Dia sangat menyesal karna mengapa tidak sejak dulu dia mengatakan kebenarannya. Dia malah menuruti ucapan ayah Seruni, yang terus memohon agar tidak membongkar rahasia itu.     

Padahal dia tahu jika Larasati sudah sangat menderita, selama hidupnya selalu di tindas oleh Seruni, dan walau sudah mati sekalipun dia masih dalam ketidak adilan karna Seruni sampai saat ini masih bisa bernafas bebas di luaran sana, tanpa mendapat balasan perbuatannya.     

"Aku ini pria macam apa?! aku sudah gagal dalam kehidupanku. Aku sudah hancur, harusnya aku lebih pantas mati saja!" ucap Wijaya yang penuh sesal dan putus asa.     

"Sabar Pak," tukas Alex yang mencoba menenangkannya.     

Tapi Wijaya masih tetap menangis histeris.     

Dan tak lama dia pun mengeluhkan bagian dadanya yang tiba-tiba terasa sakit.     

"Pak Wijaya, kenapa?" tanya Alex, sementara Audrey masih mencoba membangunkan Larisa dari pingsannya.     

Lalu tak berselang lama Larisa pun tersadar dan Wijaya terpaksa di pindahkan ke dalam kamar dan mereka memanggilkan dokter untuk memeriksanya.     

Ternyata selama ini Wijaya hanya hidup sendirian dan sebatang kara, dia hanya ditemani oleh satpam dan juga satu asisten rumahnya.     

Dan sekarang juga sudah sakit-sakitan, dia mengidap sakit jantung dan beberapa komplikasi lainnya.     

Menurut sang asisten rumah tangganya, sebenarnya Wijaya pernah menikah dan memiliki seorang anak. Tapi istrinya meninggalkan Wijaya karna suatu hal. Dan sejak saat itu Wijaya memutuskan untuk hidup melajang hingga saat ini juga.     

Dan setelah di periksa oleh dokter pribadinya, serta sudah meminum obat. Kondisi Wijaya sudah cukup membaik.     

Bahkan dia sudah bisa mengobrol dengan yang lainnya.     

      

"Larisa," panggil Wijaya.     

"Iya, pak Wijaya," sahut Larisa.     

"Apa saya boleh berbicara berdua saja denganmu?" tanya Wijaya.     

"Ah, boleh kok," jawab Larisa.     

Lalu Audrey dan juga Alex pun keluar dari kamar itu, dan membiarkan Wijaya dan Larisa berbicara berdua saja.     

***     

"Sekarang kita hanya berdua saja, Pak Wijaya, ingin bicara apa?" tanya Larisa.     

"Entah mengapa saat pertama melihatmu, aku merasa nyaman. Rasanya seperti pernah mengenalmu," tutur Wijaya.     

Larisa pun mulai berpikir yang tidak-tidak, karna dia mengira mungkin saja Wijaya menyukainya, karna dia yang hampir mirip dengan Larasati.     

      

"Tapi, Pak! usia kita ini—" kata Larisa yang mencoba menyangkal ucapan Wijaya.     

Tapi Wijaya memotong perkataannya, "Mungkin putri saya juga sudah sebesar kamu," kata Wijaya.     

Seketika Larisa merasa sangat lega karna mendengarnya.     

'Syukurlah, aku sudah berpikir yang tidak-tidak, huft ....' batin Larisa.     

      

"Mohon maaf sebelumnya, memangnya kenapa Bapak, bercerai dengan istri, Bapak?" tanya Larisa.     

Dan dengan tatapan sendu Wijaya menjelaskan alasannya.     

"Aku bercerai karna kemauannya, dan dia membawa anak kami yang masohi bayi. Dan sampai sekarang kami tidak lagi bertemu, bahkan aku tidak tahu sudah sebesar apa putriku itu," tutur Wijaya.     

"Wah Istri, Bapak tega sekali meninggalkan Pak Wijaya sendirian begini," kata Larisa.     

Lalu Wijaya menggelengkan kepalanya, "Itu bukan salahnya, tapi salahku. Harusnya setelah menikah aku itu hidup bahagia dan bisa mencintai istriku, tapi pada kenyataannya aku tetap tidak bisa,"     

"Tidak bisa? maksudnya?" tanya Larisa.     

"Yah, aku tetap tidak bisa melupakan Larasati. Setelah tidak jadi menikah dengan Seruni, aku merasa sangat bersalah kepada Larasati, dan dari situ timbul perasaan bahwa aku tidak pantas untuk hidup bahagia dengan siapa pun. Aku menyiksa diriku sendiri, dan terus mengurung diri dirumah sampai pada akhirnya aku di jodohkan dengan wanita yang menjadi istriku. Tapi walau setulus apa pun wanita itu mencintaiku, aku tetap tidak bisa membalas cintanya. Dan aku masih memikirkan Larasati, hingga wanita itu pun pergi meninggalkanku." Tutur Wijaya.     

      

Wijaya menceritakan kisah tentang Larasati, dan juga tentang istrinya yang telah pergi itu.     

Dia sangat menyesal karna sudah menyia-nyiakan perasaan wanita yang tulus kepadanya. Harusnya saat ini dia hidup bahagia dengan kekuarga kecilnya. Bukanya terlarut dalam kesedihan masa lalu seperti ini sendirian.     

Dia hanya memikirkan kesalahannya, dan lupa jika tindakannya turut menyakiti orang yang sudah tulus dan mau mendampinginya dalam suka dan duka serta mau menerima kekuarangannya.     

 'Aku ingin bertemu dan meminta maaf kepada mereka, karan aku sudah melakukan kesalahan terbesar dalam hidupku,' batin Wijaya.     

Wijaya pun terus menangisi segala kesalahan dan kebodohannya baik kepada Larasati mau pun mantan istrinya.     

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.