Bullying And Bloody Letters

Kenapa Harus Datang Kembali



Kenapa Harus Datang Kembali

0"Biarkan kami pergi, dan aku akan mengajukan surat gugatannya," kata Ratih.     
0

Lalu Ratih meninggalkan Wijaya yang hanya bisa pasrah menerima segala keputusan Ratih.     

      

      

"Terus, bagaimana Ibu bisa mengenal Ayah?" tanya Larisa.     

Lalu Ratih kembali melanjutkan ceritanya, tentang pengalaman masa lalunya itu.     

      

Setelah pergi dan bercerai dengan Wijaya, Ratih memutuskan untuk pulang ke kampungannya. Dan di kampungnya bukannya mendapat ketenangan, tapi Ratih malah mendapatkan cemooh.     

Karna saat itu Ratih yang lama tak pulang ke kampung halamannya tiba-tiba pulang dengan membawa seorang bayi.     

Mereka mengira Ratih memiliki anak di luar nikah.     

Ratih pun hampir stres karna mendengar tuduhan-tuduhan itu.     

Hingga dia yang geram pun menunjukkan surat gugatan cerai terhadap suaminya kepada orang-orang yang telah mencemoohnya itu.     

Dan di mulai dari situ orang-orang mulai mengerti dengan posisi Ratih dan mulai menerimanya.     

      

Ratih melewati hari-harinya cukup berat, karna harus tinggal dengan kedua orang tuanya yang miskin dan harus bekerja serabutan untuk mencari nafkah bagi Larisa kecil.     

Dan dari situ dia bertemu dengan seorang pria baik hati dan mau dengan tulus mencintainya dan menjadi suaminya.     

Pria itu bernama Adi. Adi pria yang sangat baik hati dan mau menikahi Ratih dan juga sudah menganggap Larisa sebagai anak kandungnya sendiri.     

      

"Aku tidak menyangka, Bu. Jika ternyata Ayah itu bukanlah Ayah kandungku, melainkan hanya Ayah tiriku," ucap Larisa dengan mata berkaca,     

"Iya, Nak. Hampir tidak ada yang tahu jika dia bukan Ayah kandungmu, karna dia selalu menyayangi mu dengan tulus, kemana-mana kamu selalu di bawa. Dan Ibu sangat beruntung bisa bertemu malaikat baik hati sepertinya." Tutur Ratih sambil tersenyum haru.     

Larisa pun memeluk ibunya sambil berbisik, "Lalu apa ibu mau bertemu dengan, Pak Wijaya," tanya Larisa.     

Dan Ratih pun menggelengkan kepalanya.     

"Maaf, Nak. Ibu tidak bisa," kata Ratih,     

"Kenapa, Bu?" tanya Larisa sambil mengelus wajah sang Ibu, "apa Ibu masih belum bisa memaafkan, Pak Wijaya?" tanya Larisa.     

Dan Ratih pun mengangguk, sambil mengelap air matanya dengan kedua telapak tangannya.     

"Aku tahu, Ibu sudah melewati kesulitan karna Pak Wijaya, tapi perlu Ibu ketahui, Pak Wijaya pun juga sangat menyesal dan tersiksa saat ini. Bukankah saling memaafkan itu lebih baik?" tanya Larisa.     

"Iya, Ibu tahu. Tapi untuk saat ini, Ibu minta maaf, karna Ibu belum bisa memaafkannya apalagi bertemu degannya" jelas Ratih dengan suara yang lembut tapi hatinya terasa sesak.     

      

Larisa pun mengerti perasaan ibunya yang belum bisa menemui mantan suaminya kembali. Dan setelah itu dia memutuskan untuk mendatangi rumah Wijaya sang ayah sendirian.     

      

Sesampai di rumah Wijaya Larisa langsung mengetuk pintunya.     

Tuk tuk tuk!     

Ceklek!     

Dan tak lama Wijaya sendiri yang membuka pintu rumahnya.     

"Larisa, tumben pagi-pagi se—"     

"Ayah," panggil Larisa sambil memeluk tubuh Wijaya.     

Dan Wijaya pun merasa sangat heran dan bingung, karna tiba-tiba saja Larasati datang dan memeluknya serta memanggil dengan sebutan ayah.     

"Larisa, tunggu ... ada apa ini?" tanya Wijaya.     

Lalu Larisa melepas pelukannya sesaat dan berkata, "Aku Larisa Oktaviani, aku putrimu Ayah!" jelas Larisa sambil menangis bercampur senyum.     

Tapi Wijaya masih bingung dan tak percaya, karna ini terasa tiba-tiba dan Larisa juga belum menjelaskannya secara detail.     

"Tunggu, Larisa! apa kamu bisa menjelaskan semuanya?" kata Wijaya.     

Dan pelan-pelan Larisa menjelaskan segalanya  dia menceritakan bahwa foto dalam amplop itu adalah ibunya dan dirinya saat masih bayi.     

Larisa juga membawa foto kebersamaan dirinya dan sang ibu ketika dewasa ini.     

Wijaya merasa tak percaya dengan kenyataan yang baru saja dia dapat.     

Ternyata selama ini Larisa yang bertanya tentang Larasati dan sering di rasuki oleh Larasati itu adalah putri kandungnya.     

Dia sangat bahagia karna dia bisa bertemu dengan putri kandungnya yang selama ini sudah ia cari-cari.     

"Maafkan, Ayah ya Sayang!" tukas Wijaya sambil mengecup kening Larisa.     

Dan Larisa pun hanya menjawabnya dengan tersenyum.     

"Lalu di mana Ibumu?" tanya Wijaya.     

Larisa terdiam sejenak, "Ibu ...."     

"Ibu mu tidak mau menemui Ayah ya?" tukas Wijaya.     

Dan Larisa mengangguk, Wijaya pun melanjutkan pembicaraannya.     

"Aku bisa mengerti soal itu, memang aku tidak pantas di maafkan." Tutur Wijaya.     

"Sabar ya, Ayah. Aku yakin suatu saat nanti hati Ibu akan terketuk dan mau memaafkan, Ayah." Kata Larisa yang mencoba menenangkan Wijaya.     

      

      

***     

      

Sementara itu Ratih yang masih berada di rumah, tampak kembali meratapi kepergian sang Suami.     

"Mas, mungkin ini sudah menjadi jalan takdir kita karna Mas Adi, pergi duluan. Tapi kenapa saat Mas Adi pergi dia datang lagi, si pria yang jahat yang sudah menghancurkanku," kata Ratih sambil memegangi foto mendiang suaminya.     

"Tapi, aku juga bersyukur sudah mengenal dia itu, mungkin kalau aku tidak mengenalnya, aku tidak akan punya anak Larisa, dan aku tidak akan bertemu dengan mu, Mas Adi, hik ...."     

Ratih merebahkan tubuhnya di atas kasur sambil memeluk foto suaminya.     

Tak sadar dia pun tertidur, dan dalam mimpinya dia bertemu dengan Larasati.     

      

"Aku ada di mana ini?" tanya Ratih yang bingung.     

Dan dari kejauhan tampak seorang wanita berseragam SMU yang hampir mirip dengan Larisa.     

"Larisa!" panggil Ratih.     

Tapi pada saat dia mendekatinya ternyata itu bukan Larisa.     

"Kamu?" kata Ratih sambil menunjuk gadis itu. Dia ingat jika gadis itu adalah gadis yang ada di foto dalam dompet Wijaya dulu.     

"Kamu Larasati?" tanya Ratih memastikan, dan Larasati pun mengangguk.     

Saat itu Ratih mulai melampiaskan segala isi hatinya tentang kemarahannya kepada Larasati dan juga Wijaya.     

"Kamu itu, sangat kejam! kamu tahu tidak, karna kamu aku dan Wijaya bercerai, hidupku nyaris hancur!" teriak Ratih.     

Tapi Larasati tetap diam saja dan tak mau menjawabnya.     

"Aku tahu, sepanjang hidupmu kamu menderita, tapi bukan berarti kamu juga membuat hidup ku menderita juga, 'kan?!" ucap Ratih.     

Ratih pun menangis histeris di hadapan Larasati yang hanya terdiam dan berdiri tegak tanpa bicara.     

      

"Dan setelah sekian lama aku melupakan pria itu, pria yang mencintaimu. Kini dia malah hadir lagi, di saat suami tercintaku sudah pergi!" keluh Ratih, "Dan kamu juga kenapa harus menemuiku sekarang?!" Ratih sampai menghampiri Larasati dan menyentuh tangannya yang terasa dingin.     

"Kenapa kau mendatangiku? apa kau ingin bicara?" tanya Ratih.     

Tapi lagi-lagi dia hanya diam. Dan Ratih terus memaksanya agar Larasati mau bicara sesuatu kepadanya.     

"Ayo bicara? jangan diam saja!" paksa Ratih.     

"Kalau kamu tidak mau bicara untuk apa mendatangiku, jangan buat aku menjadi bingung begini! ayo cepat katakan apa maumu?!" teriak Ratih.     

Lalu tepat saat itu juga Larasati menghilang dari hadapan Ratih, dan Ratih pun langsung terbangun dari mimpinya.     

Dia terduduk di atas kasur sambil menghapus air matanya.     

      

      

      

To be continued.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.