Bullying And Bloody Letters

Biarkan Larasati Yang Turun Tangan



Biarkan Larasati Yang Turun Tangan

0Larasati menumpahkan bensin itu ke tubuh Holly, dan merasa ketakutan.     
0

Tubuh Holly basah kuyup karna tersiram bensin dan setelah itu Larasati merogoh korek api dari saku Holly dan dia membakar tubuh Holly hidup-hidup.     

      

Holly berteriak sejadi-jadinya, karna tubuhnya sudah penuh api, lalu tak lama orang-orang yang tak jauh dari tempat itu menghampirinya, karna telah mendengar suara teriakan Holly.     

Beramai-ramai para warga itu mulai menolong Holly.     

Setelah beberapa menit berlalu api di tubuh Holly dapat di padamkan dan Holly pun langsung di larikan ke rumah sakit.     

      

      

Holly mengalami luka bakar hampir 90%     

Dan  wajahnya sampai tidak dapat di kenali lagi.     

Akhirnya Holly mendapatkan kesialan lagi karna sudah berniat buruk kepada Larisa.     

Holly begitu bersedih, karna niat buruknya ini bukannya berhasil tapi malah membuat dirinya tertimpa musibah dan dia tidak bisa bertemu Brian sama sekali dengan keadaan seperti ini.     

"Sial! kenapa gadis itu selalu membawa kesialan dalam hidupku!" Holly pun mengamuk di dalam rumah sakit.     

"Harusnya yang menderita itu adalah LA! bukan aku!" teriak Holly.     

      

Ceklek!     

 "Holly!" panggil ibunya yang baru sampai di rumah sakit dan syok melihat wajah dan tubuh Holly yang sudah penuh perban.     

"Apa yang sudah terjadi?" tanya ibunya Holly.     

Dan Holly pun menangis histeris, dan sejak itu Holly pun terpaksa berhenti sekolah sementara karna harus menjalani pengobatan.     

      

      

      

***     

Alex dan Larisa tengah asyik duduk di kantin dan saat itu tiba-tiba Tyas datang menghampiri mereka.     

"Saya boleh bergabung tidak ya?" tanya Tyas.     

"Boleh kok, Bu Tyas!" jawab Alex.     

Lalu mereka pun makan bersama dalam satu meja, dan banyak siswa dan siswi lain yang melihati keakraban mereka bertiga.     

Karna kepala sekolah sebelumnya tidak pernah ada yang seakrab ini dengan muridnya, apalagi sampai makan bersama.     

      

"Kok, aku merasa mereka semua melihat ke arah kita ya," ucap Larisa.     

"Ah, biarkan saja, mungkin mereka iri karna kita dekat dengan Bu Tyas haha!" kelakar Alex.     

"Ah, kamu ini bisa saja!" tukas Tyas sambil menoyor kepala Alex.     

Dan saat mereka tengah asyik mengobrol bertiga, Larisa mulai berpikir ingin menceritakan tentang hubungannya dan Wijaya.     

"Bu, Tyas," panggil Larisa dengan pelan.     

"Iya, ada apa, Larisa? " tanya Tyas.     

"Sebenarnya, kami sudah bertemu dengan, Pak Wijaya," ucap Larisa.     

"Ha, apa?!" Tyas pun sampai kaget, "kapan?!" tanya Tyas.     

Lalu perlahan-lahan Larisa menceritakannya kepada Tyas, bahkan dia juga menceritakan jika Wijaya adalah ayah kandungnya.     

Tyas begitu syok dan tidak percaya mendengar berita itu.     

"Lalu bagaimana bisa kamu adalah anak dari Wijaya, sementara Ayah kami itu jelas-jelas adalah Pak Adi yang baru saja meninggal itu!" kata Tyas yang masih tidak percaya juga.     

Lalu Larisa pun menunjukkan foto-foto dari Wijaya saat itu.     

Dan setelah melihat foto-foto itu Tyas barulah percaya.     

"Baik, aku percaya. Tapi apa kalian bisa mengantarkanku bertemu dengan Wijaya sepulang sekolah nanti?" tanya Tyas.     

Lalu Larisa dan juga Alex pun saling melihat lalu dia mengangguk.     

      

      

***     

      

Sepulang dari sekolah akhirnya Alex dan Larisa pun mengantarkan Tyas pergi ke rumah Wijaya.     

Dan sesampainya tepat di depan rumah Wijaya, Tyas tampak begitu ragu-ragu.     

"Apa kalian yakin jika ini adalah rumah Wijaya?" tanya Tyas.     

"Tentu saja, kami sudah beberapa kali datang kemari, Bu Tyas," kata Larisa sambil tersenyum.     

Dan setelah beberapa kali mengetuk pintu itu, Wijaya pun keluar.     

Tyas sangatlah kaget melihat keadaan Wijaya yang sekarang, tubuh Wijaya yang kurus pucat dan seperti orang yang kurang sehat itu membuat Tyas langsung memeluk sahabatnya itu.     

"Wijaya! apa yang sudah terjadi?" tukas Tyas sambil menangis.     

"Tyas!?" ucap Wijaya yang masih dalam pelukan Tyas itu.     

"Wijaya? kamu sakit ya? kenapa kamu juga duduk di kursi roda?" tanya Tyas.     

"Ah, aku hanya menggunakannya sebagai alat bantu saat aku lemas saja," jawab Wijaya.     

"Kaki mu tidak apa-apa, 'kan?" tanya Tyas yang khawatir.     

"Tidak Tyas, aku baik-baik saja, Tyas!" jawab Wijaya.     

Lalu Wijaya pun duduk berdua saja bersama Tyas di ruang tamu.     

Mereka mengobrol dan menceritakan tentang masa lalu mereka.     

Wijaya juga menceritakan tentang pernikahannya bersama Ratih dan bagaimana dia sampai bisa bertemu dengan Larisa.     

"Kamu kemana saja, Tyas? setelah lulus sekolah aku tak pernah melihatmu lagi?" tanya Wijaya.     

Tyas pun menunduk sesaat, lalu dia menceritakan semuanya. Termasuk kebangkrutan perusahaan keluarganya, hingga dia bangkit dan bekerja sambil kuliah dan lulus serta bekerja di luar negeri.     

      

"Ternyata, perjuanganmu selama ini cukuplah berat ya, Tyas," kata Wijaya.     

Dan Tyas pun mengangguk, "Yah, begitulah Wijaya. Dan aku bisa seperti ini berkat Larasati, mungkin kalau bukan kata-kata dari mulutnya yang selalu aku ingat, aku tidak akan bisa bertahan hingga sekarang," tutur Tyas.     

      

Mendengar kata Larasati, Wijaya pun terdiam sesaat, karna dia merasa terenyuh.     

"Lalu apa yang menyebabkan menjadi sakit begini? dan kenapa kamu tidak mau menikah lagi?" tanya Tyas.     

"Ah, aku ...."     

Wijaya menceritakan kembali bagian ini. Dia tidak mau menikah lagi karna sampai detik ini dia masih mencintai Larasati.     

      

"Aku sudah salah menuduhmu yang tidak-tidak Wijaya, ku pikir kamu sudah menghianati Larasati karna telah berpacaran dengan Seruni," kata Tyas.     

"Yah, itu juga termasuk kesalahanku juga, sempat mencintai dan mempercayainya adalah kesalahan terbesarku," jelas Wijaya.     

"Bahkan karna hal itu juga yang membuatku merasa bersalah seumur hidupku kepada Larasati dan keluarganya. Aku menyesal sudah mempercayai wanita ular itu, sekarang hidupku hancur hik ...."     

Wijaya sampai menangis sesenggukan saat teringat dengan Larasati, Tyas mencoba menenangkannya.     

"Sebesar apa pun kesalahanmu, seharusnya kamu tidak perlu menyiksa dirimu begini, Wijaya,"     

"Yah, memang harusnya begitu, tapi aku tidak bisa. Aku merasa aku itu tidak pantas bahagia. Karna selama ini Larasati sangatlah menderita. Dan aku yang sudah mengetahui penderitaannya hanya bisa diam saja. Bahkan saat dia sudah meninggal sekalipun aku masih belum bisa membongkar semuanya,"     

      

"Kalau begitu kita, bongkar sekarang!" cantas Tyas.     

"Tapi kita tidak punya bukti sama sekali Tyas!"     

"Kita, paksa Seruni."     

"Tapi tidak semudah itu kan, Tyas. Seruni itu sangatlah licik!"     

"Ya, soal itu aku sangat tahu dan memang benar ucapan bahwa tidak semudah itu, yang artinya selamanya kita tidak akan mengungkapnya!"     

"Lalu kita harus berbuat apa?"     

"Ya kita biarkan saja, dan kita tidak perlu ikut campur biarkan Larasati yang akan turun tangan sendiri!"     

"Maksudmu!"     

"Seperti yang sudah dia lakukan kepada Amara dan yang lainnya, Larasati pasti juga akan membunuh Seruni!"     

"Hah, apa?!"     

      

Wijaya masih bingung dengan ucapan Tyas, dia sendiri masih ragu jika Larasati akan membunuh Seruni.     

      

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.