Bullying And Bloody Letters

Tak Peduli Meski Hantu



Tak Peduli Meski Hantu

0Dan perlahan-lahan anak kecil itu tersenyum kepada Seruni. Senyumannya seperti meledek, dan senyuman itu semakin melebar hingga seluruh pipinya terbuka dan matanya berubah menjadi hitam.     
0

Anak kecil itu berubah menjadi sangat menyeramkan, dan seketika Seruni pun berteriak sekencang-kencangnya.     

      

"AKHH! PERGI!"     

      

Anak itu pun lenyap dan menghilang dari hadapannya. Seruni merasa sangat lega akhirnya makhluk menyeramkan itu pun pergi.     

      

"Ah syukurlah," ucapnya yang lega.     

Kemudian ruang gudang pun kembali menjadi gelap lagi.     

Seruni kembali merasa ketakutan, apalagi ada banyak suara yang seperti berada di dekatnya.     

Suara tertawaan, tangisan dan bahkan seperti ada yang sedang membicarakannya.     

Ruangan pun terasa begitu sesak, pengap dan seperti berada ditengah-tengah kerumunan orang banyak.     

"Ibu, Audrey! tolong aku hik hik!" Seruni kembali berteriak-teriak minta tolong lagi.     

Dan seluruh makhluk penghuni gudang tua atau lapangan tenis itu tampak sedang berbisik-bisik dan menertawakan dirinya.     

"Diam kalian! diam! jangan menertawakanku!" teriak Seruni.     

      

"Haha! haha!"     

Tapi mereka merasa tidak peduli dengan teriakan Seruni. Mereka malah asyik menertawakannya.     

Seruni merasa sedang menjadi serang korban bullying dalam dunia gaib.     

"Jadi begini ya, rasanya di bully!?" ucap Seruni.     

      

      

Seruni begitu kesal bercampur marah bagaimana caranya dia bisa keluar dari tempat ini, apa lagi tubuhnya semakin merasa     

 lemas saja. Serangan demi serangan dari makhluk astral terus menyerangnya dan kini dia sudah tak tahan lagi.     

Seruni terus berteriak-teriak sekencang-kencangnya. Memohon agar Larasati mau membebaskannya sekarang juga.     

"Larasati! tolong bebaskan aku! aku ingin bertemu dengan anakku! aku mohon Larasati ...."     

      

Larasati sama sekali tak Meresponya dan malah hantu-hantu lain yang ada di yaitu yang terus meresponya.     

"Sudah ikut bergabung bersama kami, dan jangan berharap bisa keluar dari tempat ini, kamu itu lebih cocok bersama kami, jadi mainan kami hihi!" ucap seorang hantu perempuan yang memiliki rambut awut-awutan terurai dan menyeramkan.     

      

"Tidak! aku tidak mau! aku tidak sudi terkena di sini bersama kalian! kalian itu terlihat sangatlah menyeramkan!" ucap Seruni.     

"Hihi, kamu itu manusia sombong! kamu memang pantas di siksa!" ucap hantu itu lagi, dan kali ini dia membelai rambut Seruni.     

Dan dia mengangkat tubuh Seruni dengan cara menjambak rambutnya, lalu dia tertawa-tawa cekikikan.     

"Ligat, dia itu lucu, 'kan?!"     

Dan hantu-hantu yang lainnya pun juga tertawa-tawa menertawai Seruni yang sedang kesakitan.     

      

      

Sementara itu di rumah sakit Audrey masih berada di sisi ibunya yang tidak juga terbangun.     

Walau kesempatan untuk bangun itu sangatlah kecil. Tapi Audrey masih tetap mengharapkannya.     

"Mami, ayo bangun, Mami. Jangan tinggalkan Audrey. Audrey rindu Mi. Audrey tidak mau sendirian. Ayo temani Audrey, Mami!" ucap Audrey sambil menangis sesenggukan.     

      

Dan perlahan Audrey meligat air mata dari sudut mata sipit Seruni.     

Audrey pun melihatnya dan dia merasa sangarlah kaget.     

"Mami, menangis? apa Mami sedang mendengar suara Audrey?" Audrey pun mengelap air mata sang ibu, "kalau iya ayo bangun, Mi, ayo kita bicara, ayo kita pergi jalan-jalan bersama, Audrey rindu , Mi. Sungguh Audrey sangat rindu sama Mami."     

      

Lalu Nenek Audrey pun datang, "Audrey, sudah, jangan terus-terusan menangisi Ibumu, Eyang tahu, jika itu sangatlah berat bagimu, tapi kamu harus kuat sayang." ucap sang nenek.     

"Tapi, Eyang! tadi Audrey melihat ibu menangis," ucap Audrey.     

"Apa?! Ibuku menangis?!" tanya Neneknya yang kaget.     

"Iya, Eyang, Audrey lihat sendiri jika tadi Mami menangis,"     

Dan neneknya Audrey pun langsung mendekati Seruni, dia mengelus kening putrinya itu dan berbisik di telinga Seruni.     

"Ayo, pulang, Nak!" ucap sang ibu.     

"Kamu jangan lama-lama di sana, pulang dan akui perbuatanmu, ibu tidak peduli jika kamu harus di penjara sekali pun. Yang penting kami tetap hidup normal. Jangan seperti ini, Sayang. Ibu sangat sedih," tutur wanita tua itu dengan suara memelas dan air mata yang berlinang.     

Dan mendengar hal itu air mata Seruni semakin mengalir deras. Dan nafasnya tersengal-sengal hebat.     

Dan toba-tiba mata Seruni melotot tapi bola matanya melihat ke atas tepat di langit-langit atap gedung rumah sakit.     

"Seruni, kamu bangun, Nak?!" ucap sang ibu yang kaget.     

"Mami bangun ya, Nek?!"     

"Ayo sayang bengu!" ucap sang ivu penuh harap.     

      

Sementara itu di dalam gudang yang gelap itu Seruni masih melayang-layang di udara, dengan keadaan rambut yang masih di pegang oleh makhluk astral berwujud perempuan dengan rambut awut-awutan itu.     

      

"Tolong! tolong lepaskan aku!"     

Dan hantu perempuan itu menjatuhkan  Seruni ke lantai.     

Glebuk!     

Seruni kembali merasakan kesakitan karna tubuhnya yang terbentur lantai, dan hantu perempuan itu masih belum puas dengan apa yang sudah di lakukan kepada Seruni.     

Dia kembali menghampiri Seruni dan langsung mencekik lehernya.     

"Ek ... ek ump ... to- to ... lepaskan saya!" pinta Seruni.     

Tapi hantu itu tak menghiraukannya, dia malah kembali mengangkat tubuh Seruni kembali, tapi kali ini dengan cara mencekiknya.     

"Hi hi hihihi hihi hihi! mainan baru hihi hihi  ...."     

Dan hantu-hantu lain juga menertawainya.     

"Hihi hihi, lain kali bermain kamu gantian denganku ya!"     

      

"To-to ... long!" ucap Seruni.     

Lalu Seruni pun langsung di jatuhkan, oleh hantu perempuan itu.     

Gelebuk!     

"Sakit ...." rintih Seruni.     

"Haha hihi hihi!"     

Blek!     

Lalu hantu  perempuan itu menginjakkan kakinya ke atas tubuh Seruni.     

Dan Seruni kembali berteriak kesakitan.     

      

Kemudian hantu-hantu yang lainnya berjalan mendekat ke arahnya dan mengitari tubuh Seruni lalu mereka menyiksa Seruni dengan cara menjambak, merintih, meninju dan bahkan ada yang meludahinya.     

Hampir mirip seorang siswi yang di bullying di sebuah sekolah, dan Seruni yang menjadi korban bullyingnya.     

"Tolong! tolong!"     

Kemudian sebuah kaki yang entah dari mana sumbernya kembali menginjak tabuhnya hingga Seruni pun ambruk dan tak sadarkan diri.     

      

      

***     

      

Lalu di rumah sakit,  mata Seruni yang awalnya menatap langit-langit atap rumah sakit, tiba-tiba saja langsung terpejam.     

Nafasnya yang awalnya sedang engos-engosan itu juga tiba-tiba berhenti. Detak jantung Seruni jangat pelan. Bahkan saat Audrey mencoba cek di bagian denyut nadinya pun juga hampir tak terdeteksi.     

"Bagaimana ini, Mami. Mami jangan tinggalin Audrey ya, Audrey mohon, Mi!" tangis Audrey kembali pecah, karna melihat ibunya yang sekarat.     

"Kamu tunggu di sini ya, Sayang! Eyang! mau panggil dokter!" ucap sang Nenek sambil berjalan cepat keluar ruangan itu.     

      

Lalu tak lama dia masuk kembali bersama seorang dokter.     

"Ayo cepat, Dok! tolong anak saya!" ucap sang ibu yang kepanikan.     

      

Dokter itu di bantu dengan perawat-perawat lainnya mencoba menolong Seruni dengan alat spot jantung.     

Dan setelah satu jam berlalu, akhirnya detak jantung Seruni kembali normal. Namun masih belum sadarkan diri juga.     

      

Meski begitu, Audrey bersama neneknya merasa sedikit lega, karna Setidaknya Seruni masih bisa terselamatkan oleh para petugas medis.     

      

Dan lagi-lagi mereka berdua yaitu, Audrey dan neneknya kembali haris bermalam di rumah sakit menunggu Seruni yang masih pingsan dan tidak tahu kapan akan terbangunnya.     

      

      

***     

      

      

Sementara itu di rumah Wijaya.     

Wijaya tampak sendirian sambil menyeruput teh hangat.     

Dia memang selalu sendiri, dan hal itu sudah biasa baginya. Tapi entah mengapa malam ini, dia merasa sangat berbeda.  Perasaannya tak karuan, tentu perasaan itu masih tertuju kepada Larasati.     

Dia merindukan Larasati, karna di dalam kamar dia merasa sangat tidak nayam, akhirnya Wijaya memutuskan untuk keluar dari dalam rumah.     

Karna dari jendela di melihat malam ini adalah malam bulan purnama, dan keadaan sekitar luar rumah terasa sangatlah indah.     

Fia membayangkan kalau saja saat ini ada Larasati yang menemainya.     

Meski Larasati dalam wujud hantu sekali pun, dia sama sekali tidak peduli. Yang penting baginya adalah Larasati.     

      

Lalu dari kejauhan dia mendengar samar suara orang tang sedang bersenandung.     

      

"Hem hem hem ...."     

Suara yang tidak asing di telinganya. Diara itu mirip suara Larasati.     

Dan senandung itu semakin lama semakin terdengar jelas. Seketika bulu kuduknya langsung berdiri, rasa merinding mulai menyemuti. Pertanda jila dia sedang bersinggungan dengan makhluk dari dunia lain.     

      

Tapi meki begitu, Wijaya sama sekali tidak merasa ketakutan, justru dia tetap mencari sumber suara itu.     

"Dimana dia, dimana Larasati! Apakah benar dia adalah Larasati?" ucapnya yang bertanya-tanya dan menebak-nebak.     

 "Lara! Lara! apa itu kamu?" tanya Wijaya, yang berjalan pelan dengan  membawa sebuah tingkat.     

Dan dari bengku taman dia melihat sesosok wanita sedang duduk sendirian.     

"Larasati?" sapa Wijaya.     

Dan wanita itu menengok ke arahnya.     

Dan benar saja wanita itu adalah Larasati.     

Dan Larasati pu  tersenyum manis kepada Wijaya.     

"Kamu malam ini sangat cantik, Lara," Puji Wijaya terhadap paras Larasati.     

Karna malam ini Larasati memang terlihat sangat cantik di hadapan Wijaya.     

Alih-alih tampil menyeramkan, Larasati malah tampil bak seorang bidadari yang baru saja turun dari langit.     

Dan di dalam malam yang penuh kilauan bintang, Wijaya dan Larasati tampak sedang duduk berduaan sambil berpegangan tangan.     

Larasati menaruh kepalanya di atas pundak wijaya.     

Mereka terlihat begitu mesra, layaknya dua sejoli yang sedang di mabuk cinta.     

      

"Lara, harusnya kita seperti ini dari dulu, pastinkita akan bahagia," ucap Wijaya.     

"Aju juga mentesalkan akan hal itu, Wijaya, aku sangatlah menyesal. Dan aku sangat benci kepada dua wanita jahat itu," kata Larasati.     

Dan Wijaya langsung merangkul tubuh Larasati.     

"Percaya lah kepada ku, bahwa aku akan selalu mencintai mu. Aku tidak peduli kita sudah berbeda alam, aku akan tetap mencintaimu."     

"Terima kasih Wijaya, kamu sudah menganggap ku seitimewa ini. Bahkan kamu sampai rela, mempertaruhkan kebahagiaanmu demi aku."     

"Yah, itu lah kelebihanku dan kekuranganku, karna terlalu mencintaimu. Dan aku tidak mau mengecewakan hatiku dan hati orang lain lagi. Aku akan tetap menjadi begini, menjadi pria yang mencitai satu wanita saja. tak peduli wanita itu sudah tiada, sekali pun, lebih baik aku menduda selamanya, dari pada berpura-pura mencintai wanita, yang pada akhirnya malah melukainya," tutur Wijaya.     

Dan Larasati pun menggenggam tangan Wijaya dengan erat.     

"Aku percaya suatu saat kita bisa bersama, karna aku mencintaimu sepenuhnya."     

"Yah, tunggu sampai aku meninggalkan dunia ini ya," kata Wijaya.     

Dan Larasati mengangguk sambil terenyum.     

Lalu mereka berdua pun saling berpelukan.     

"Aku sangat mencintaimu, Lara,"     

"Aku juga sangat mencintaimu, Jaya,"     

Tak terasa malam pun semakin Larut, dan mereka berdua masih duduk di bangku taman dengan saling berpelukan.     

Tak terasa saking nyaman dan bahagianya, Wijya sampai terlelap di bangku taman itu. Hingga tak sadar pagi pun tiba.     

Dan tinggalah Wijaya sendirian.     

Wijaya terbangun saat sorot mentari menghangatkan tubuhnya.     

"Loh, Pak Wijya! kok tidur di sini? saya sampai mencari kemana-mana tidak ada, ternyata Bapak ada di sini rupanya," ucap sang security yang bekerja di rumahnya.     

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.