Bullying And Bloody Letters

Permohonan Seruni



Permohonan Seruni

0Larasati melepas pelukan Tyas saat Tyas berkata akan mengajaknya berbicara baik-baik tentang Seruni.     
0

Dan karna hal itu Larasati menjadi marah kepadanya Tyas.     

      

"Aku tidak akan melepaskannya, aku benci dia!" ucapnya dengan penuh amarah.     

"Lara, aku tidak mau kamu menjadi jahat, jadi biarkan Seruni hidup dan menyerahkan diri ke kantor polisi. Bukankah itu kan yang kamu inginkan?" tanya Tyas.     

"Tidak! aku sudah tidak ingin begitu, aku hanya ingin dia menderita!"     

"Tapi dengan Seruni berada di penjara itu sudah cukup membuatnya menderita bukan?!"     

"Tidak! aku sudah tidak butuh itu, kesabaran ku sudah habis dengan kesombongan dan ke egoisnya!"     

"Lara, aku mohon, kasihan keluarga Seruni,"     

"Tyas! kamu kasihan dengan keluarga Seruni, tapi tidak dengan keluargaku yang bertahun-tahun menanti kabar tentangku!" teriak Larasati.     

Dan seketika Tyas pun terdiam mendengar ucapan Larasati yang itu.     

"Kamu tahu tidak, betapa menderitanya aku melihat mereka, padahal setelah ku mati aku hanya ingin para pembunuh itu mengakui perbuatannya, dan meminta maaf dengan keluargaku. Mereka hanya akan di penjara, tidak perlu merasakan kesakitan karna badan penuh luka sepertiku!" ucap Larasati.     

Audrey pun yang hanya bisa menyaksikan Tyas dan Larasati yang sedang berbicara, itu pun hanya dapat menangis.     

Dia sangat menyayangkan perbuatan ibunya. Dari lubuk hatinya yang terdalam dia pun seolah mengikhlaskan ibunya mendapatkan balasannya. Tapi di sisi lain dia juga sangat menyayangi ibunya dan dia tidak mau kehilangan ibunya.     

      

Yang bisa di lakukan oleh Audrey saat ini hanya bisa pasrah dengan  keputusan Larasati.     

Karna tahu bagaimana sulitnya dulu saat menjadi Larasati.     

"Hik ... hik, Ibu ...." Audrey terus menangis dan menyebut nama ibunya.     

Lalu Alex yang ada di sampingnya mencoba menenangkan Audrey.     

"Kamu yang sabar ya, Audrey," ucap Alex sambil mengelus pundak Audrey.     

      

Sementara itu Tyas melanjutkan pembicaraannya dengan Larasati.     

"Lara, tapi apa kamu tidak sedikit pun ingin merubah keputusanmu itu?" tanya Tyas yang lagi-lagi mencoba untuk menolong Seruni.     

Dia terpaksa melakukan ini semua demi Audrey, karna dia sangat kasihan melihat Audrey. Apalagi Audrey baru saja kehilangan ayahnya. Tentu akan terasa berat jika dia juga harus kehilangan ibunya.     

Tapi  di sisi lain Tyas juga tidak mau ikut campur soal ini. Karna Seruni memang pantas mendapatkannya. Larasati juga pantas mendapat keadilan atas apa yang sudah dia terima selama ini.     

"Tyas, kamu masih sahabatku, 'kan? dan kamu masih akan membelaku seperti dulu, 'kan?" tanya Larasati.     

Dan Tyas pun mengangguk, dan saat itu Larasati memegang pundak Tyas dan menatap wajah Tyas dengan wujud normal Larisa.     

Bola mata yang tanpa warna hitam sedikit itu perlahan-lahan berubah menjadi seperti mata manusia pada umumnya. Wajah Larisa tak lagi menyeramkan. Tapi itu semua bukan menandakan jika Larasati sudah pergi. Karna sesungguhnya Larasati masih ada di dalam tubuh Larisa.     

      

"Lihat aku, kamu sudah tidak takut lagi kan?" tanya Larisa.     

"Wajahmu ... apa dia sudah pergi?" tanya Tyas.     

Dan Larasati pun menggelengkan kepalanya.     

"Tidak, aku masih di sini? aku adalah Larasati, bukan Larisa," jawab Larasati.     

Tyas pun merasa bingung, "Lalu, apa yang akan kau lakukan kepadanya? apa kau masih akan tetap membunuhnya?" tanya Tyas.     

Dan Larisa pun menggelengkan kepalanya, "Tidak!" jawabnya tegas.     

Tyas pun langsung tersenyum, "Apa itu artinya, kau akan membiarkan dia tetap hidup?" tanya Tyas dengan penuh bahagia dan keyakinan, jika Larasati tidak akan membunuh Seruni.     

      

Tapi Larisa malah menggelengkan kepalanya.     

"Tidak!" tegasnya.     

Seketika Tyas pun menghentikan senyuman dan ekspresi bahagianya.     

"Ma-maksudnya?" tanya Tyas yang bingung bercampur panik.     

      

"Dia akan tetap bersamaku sampai kapan pun, dia akan berada dalam posisi antara hidup dan mati," jawab Larasati dengan senyuman tipis.     

"Maksudnya apa, Lara?"     

"Selamanya jiwanya akan menemaniku, dan raganya akan tetap hidup di dunia," jawab Larasati.     

Lalu Larasati pun langsung tertawa lantang sesaat sebelum dia menghilang.     

"Haha! hahahahaha!"     

Cring!     

Cahaya pun keluar dari tubuh Larisa dan seketika Larisa pun ambruk dan pingsan.     

      

"Lara, tunggu Lara! jangan pergi dulu!" teriak Tyas memanggil Larasati.     

Tapi Larasati sudah benar-benar menghilang dan tidak kembali lagi.     

      

Akhirnya dengan rasa penuh sesal dan kecewa Tyas menghampiri Audrey yang sedang menangis.     

Peralahan Tyas pun memeluk Audrey, "Kamu yang sabar ya, Audrey. Saya susah berusaha keras, tapi kamu dengar sendiri, 'kan dia bicara apa?" ucap  Tyas kepada Audrey.     

Dan tangis Audrey pun semakin kencang. Dia meratapi dan merasa sangat kecewa sekaligus putus asa.     

      

Sementara Alex mencoba membangunkan Larisa.     

"Larisa, bangun Larisa!" teriak Larisa.     

Alex menepuk-nepuk wajah Larisa dengan pelan, dan perlahan Larisa pun membuka matanya.     

      

"Alex, apa yang sudah terjadi?" tanya Larisa.     

Dan Alex pun tak menjawabnya, lalu dia membantu Larisa duduk dengan memegang bagian pundak Larisa.     

"Alex, apa aku dan Audrey tadi sudah berhasil memanggilnya?" tanya Larisa lagi yang masih merasa penasaran.     

      

"Iya, kalian berhasil memanggil Larasati," jawab Alex.     

"Lalu, bagaimana kelanjutannya. Apa dia mau membebaskan, Bu Seruni?" tanya Larisa.     

Alex pun menggelengkan kepalanya, "Tidak." jawab Alex singkat.     

"Jadi, apa itu artinya, Bu Seruni juga akan mati!"     

Dan Alex kembali menggelengkan kepalanya.     

"Aku juga tidak tahu, Larisa,"     

"Ah, sia-sia," keluh Larisa penuh sesal.     

Dan Alex pun memeluk Larisa sambil mengelus kepalanya, "Sudah, tidak apa-apa, kita, 'kan sudah berusaha,? " ucap Alex.     

      

Dan tak terasa malam pun hampir berganti pagi.     

Tepat pukul 03:00, akhirnya mereka berempat pun pulang.     

Dengan wajah lesu karna tak berhasil pulang dengan membawa berita baik.     

      

Tyas, Alex dan Larisa pun tidak langsung pulang ke rumah mereka masing-masing. Mereka mengantarkan Audrey kembali ke rumah sakit lagi, sekaligus untuk menengok keadaan Seruni.     

Dan saat mereka melihatnya, Seruni masih saja dengan posisi awalnya, masih terbaring lemah dengan selang infusan yang masih menempel dan beberapa alat bantu rumah sakit lainnya yang menyokong pernafasannya.     

      

Larisa dan yang lainnya merasa sangat iba melihat Audrey dan sang nenek.     

Mereka masih berharap kembalinya Seruni di sisi mereka, sementara pada kenyataannya harapan itu tidak ada.     

      

***     

      

Sementara itu di dalam gudang tua yang gelap itu, Seruni masih tetap meringkuk ketakutan. Seruni banyak bertemu dengan makhluk-makhluk menyeramkan dalam tempat itu.     

Dia juga merasa kesakitan karna ada banyak luka dalam tubuhnya, dan semua itu di lakukan oleh Larasati.     

Sesekali dia juga bertemu dengan Amara dan juga Anton, tapi wujud mereka terlihat sangatlah menyeramkan.     

Bukanya merasa senang dan tenang karna telah bertemu dengan teman-temannya, tapi Seruni malah merasa ketakutan karna kehadiran mereka.     

Dan tak jarang Seruni malah mengusir mereka, karna saking takutnya melihat wujud teman-temannya yang terlalu seram itu.     

      

Dalam ruang gelap itu dia tidak dapat berbuat apa-apa, selain meringkuk, dan menangis tanpa henti.     

Bahkan air matanya nyaris tidak ada lagi.     

Begitu terasa perih dan sakit di area bola matanya. Bahkan sampai keluar darah sebagai  pengganti air matanya.     

      

"Tolong ... tolong, tolong lepaskan aku," rintih Seruni.     

Seruni terus merayap dan meraba-raba  area sekitar dia duduk. Dia berharap ada setitik cahaya saja untuk menyinarinya dan menunjukkan jalan keluar.     

      

Hiihihi hihi hihihi ...!     

Mulai terdengar suara tertawaan yang memekik telinganya, dan Seruni pun langsung menutup kedua telinganya. Karna tak tahan, suara tertawaan itu begitu kencang dan seolah menusuk gendang telinganya.     

Hal itu terasa sangatlah menyakitkan baginya.     

"Larasati, tolong lepaskan aku Larasati!" teriak Seruni.     

Namun tertawaan itu malah semakin kencang saja. Dan itu begitu menyakitkan bahkan telinganya sampai berdarah-darah.     

"Tolong, Larasati ... aku mohon lepaskan aku ... aku berjanji akan mengakui semuanya di kantor polisi, aku siap meminta maaf kepada keluargamu, aku berjanji, Lara ...."     

Tapi Larasati seolah tak peduli, dia masih tertawa sesuka hatinya.     

Dan terakhir dia berkata, "Sudah terlambat, Seruni! dan selamanya kau akan di sini bersamaku, menemaiku bersama jasadku yang sudah lebur!"     

Lalu Larasati pun menghilang dari hadapannya.     

 Dan tinggalah Seruni yang masih meringkuk dan merasa kesakitan.     

"Audrey, Ibu! tolong aku ... hik, aku sudah tidak tahan lagi berada di tempat ini," keluhnya.     

Dan tepat saat itu juga ada seorang anak kecil menghampirianya, dan menatap Seruni dengan nanar.     

Anak kecil itu seolah kasihan kepada Seruni. Dan melihat hal itu Seruni pun langsung memanggilnya, dan perlahan ruangannya juga berubah tidak terlalu gelap, masih terlihat remang, sehingga Seruni bisa sedikit jelas melihat wujud anak kecil itu.     

"Hei, Dik. kenapa kau melihatku begitu? apa kau mau menolongku?" tanya Seruni.     

Dan anak kecil itu hanya terdiam, dan masih menatap Seruni dengan nanar.     

"Hey, Dik! apa kau tida mau menujukkan di mana letak pintu keluarnya?" tanya Seruni lagi.     

Dan perlahan-lahan anak kecil itu tersenyum kepada Seruni. Senyumannya seperti meledek, dan senyuman itu semakin melebar hingga seluruh pipinya terbuka dan matanya berubah menjadi hitam.     

Anak kecil itu berubah menjadi sangat menyeramkan, dan seketika Seruni pun berteriak sekencang-kencangnya.     

"AKHH! PERGI!"     

Ank itu pun lenyap dan menghilang dari hadapannya. Seruni merasa sangat lega akhirnya makhluk menyeramkan itu pun pergi.     

"Ah syukurlah," ucapnya yang lega.     

Kemudian ruang gudang pun kembali menjadi gelap lagi.     

Seruni kembali merasa ketakuatan, apalagi ada banyak suara yang seperti berada di deakatanya.     

Suara tertawaan, tangisan dan bahkan seperti ada yang sedang membicarakannya.     

Ruangan pun terasa begitu sesak, pengap dan seperti berada ditengah-tengah kerumunan orang banyak.     

"Ibu, Audrey! tolong aku hik hik!" Seruni kembali beteriak-teriak minta tolong lagi.     

Dan seluruh makhluk penghuni gudang tua atau lapangan tenis itu tampak sedang berbisik-bisik dan menertawakan dirinya.     

"Diam kalian! diam! jangan menertawakanku!" teriak Seruni.     

"Haha! haha!"     

Tapi mereka merasa tidak peduli dengan teriakan Seruni. Mereka malah asyik menertawakannya.     

Seruni merasa sedang menjadi serang koban bullying dalam dunia gaib.     

"Jadi begini ya, rasanya di bully!?" ucap Seruni.     

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.