Bullying And Bloody Letters

Tidak Boleh Terus Bergantung



Tidak Boleh Terus Bergantung

0Suasana sore menjelang senja, langit tampak gelap karna memang cuacanya sedang mendung.     
0

Seruni turun dari dalam mobil dan berjalan menuju kediaman rumah Larasati.     

      

Dan sekarang sudah ada di depan pintu, tapi Seruni tampak ragu-ragu untuk mengetuknya.     

Lalu Seruni menghela nafas panjang untuk menenangkan hatinya, agar perlahan rasa ragu dan deg-degannya itu menghilang.     

Dia masih teringat saat kedatangannya kemarin dan di usir mentah-mentah oleh ibunya Larasati.     

Tapi meskipun begitu Seruni tidak akan pernah menyerah dan dia berharap kali ini hati Bu Salamah atau ibunda dari Larasati itu pun bisa terketuk.     

      

Tok tok tok!     

Tok tok tok!     

Tok tok tok!     

      

Sudah berkali-kali Seruni membuka pintu tapi Bu Salamah tidak membukakannya.     

Dan tak lama datang seorang wanita paruh bayah menghampiri Seruni.     

"Maaf, sedang mencari Bu Salamah ya?" tanya Wanita itu.     

"Iya, Bu. Kalau boleh tahu Bu Salamah, ada di mana ya? soalnya dari tadi saya ketuk tapi pintunya tidak terbuka." Ucap Seruni.     

Lalu wanita itu pun mengintip dari luar jendela rumah Bu Salamah.     

"Wah, tumben lampunya jam segini masih hidup, jangan-jangan dia—"     

Dan wanita itu segera membuka pintunya.     

Karna kebetulan pintunya juga tidak di kunci.     

Seruni dan wanita yang menjadi tetangga  ibunya Larasati itu pun langsung masuk ke dalam rumah.     

Dan wanita itu memanggil-manggil nama Bu Salamah.     

"Bu, Bu Salamah! Ibu dimana?!" teriaknya.     

 Mereka berdua memasuki ruangan demi ruangan, lalu mereka berdua langsung kaget saat melihat tubuh Bu Salamah sedang pingsan di kamar mandi.     

      

Mereka pun langsung meminta bantuan tetangga lain dan membawa Bu Salamah pergi ke klinik terdekat.     

Rupanya Bu Salamah sedang sakit akan terapi dia memaksakan diri untuk bangun dan masuk ke kamar mandi, sehingga dia pun terjatuh.     

      

Dan setelah berada di dalam klinik yang tak jauh dari rumahnya, Bu Salamah pun mulai siuman.     

Dan masih beruntung karna beliau tidak mengalami strok, hanya sedikit lecet-lecet dan memar akibat terbentur ubin.     

      

"Loh, saya ada di mana ini?" tanya Bu Salamah yang mulai bingung.     

"Tadi, Ibu. Terjatuh, jadi kami membawa Ibu kemari," jawab tetangganya.     

"Jatuh?" dan seketika dia pun langsung terbangun, "aku harus pulang saat ini juga," ucapnya.     

"Loh, jangan dulu, tunggu sampai Ibu membaik dulu  paling tidak menginap selama semalam, supaya badannya agak baikkan lalu baru pulang." Tutur tetangga itu yang membujuk Bu Salamah.     

"Tapi saya tidak mau ada di sini, karna saya tidak punya banyak uang untuk membayarnya!" tutur Bu Salamah.     

"Sudah, Bu Salamah, tidak perlu memikirkan soal biaya, karna sudah ada orang baik yang melunasi seruh biaya, dan obat-obatan yang harus di tebus, jadi Bu Salamah cukup fokus dengan kesembuhan saja ya," jelas tetangganya itu.     

"Tapi, siapa orangnya?" Bu Salamah mulai penasaran.     

"Entalah siapa, dia tidak memberitahu namanya, tapi tadi dia sempat pergi ke rumah Bu Salamah, lalu karna melihat Ibu sedang pingsan akhirnya kami membawa Ibu kemari sampai lupa untuk berkenalan,"     

Walaupun masih bertanya-tanya tentang siapa yang telah membantunya melunasi segala biaya sakitnya, Bu Salamah pun memilih diam dan menuruti ucapan tetangganya itu.     

      

***     

      

Dan setelah satu minggu berlalu, Seruni kembali mendatangi, rumah Bu Salamah, dia ingin melihat keadaannya apa sudah membaik atau belum.     

Akan tetapi dia hanya berani menatapnya dari jauh.     

Dia takut kalau sampai dia mendekat kearah Bu Salamah, justru membuat beliau marah, dan hal itu bisa menambah sakit Bu Salamah semakin parah.     

      

Seruni merasa terbebani akan hal ini. Dia sudah berjanji akan meminta maaf kepada keluarga Larasati, tapi malah keluarganya tidak mau memaafkannya.     

Dan belum lagi Seruni juga harus menyerahkan dirinya ke penjara. Tapi semua tidaklah semuda itu, karna dia harus menunggu ibunya Larasati untuk memaafkannya.     

      

Selain itu untuk menebus segala kesalahannya, Seruni juga harus memberikan kehidupan yang layak bagi Bu Salamah.     

      

Sekarang penyesalan bagi Seruni sudah tidak berguna. Berkali-kali dia mengingat akan kejahatannya dulu, dan berkali-kali pula sesal itu terus mendorongnya untuk segera memperbaiki semua.     

Meski semua itu sudah terlanjur dan tak bisa berubah seperti dahulu, tapi setidaknya  dia harus bisa menatanya ulang menjadi lebih bagus.     

      

'Aku tidak habis pikir, kenapa aku dulu sejahat itu. Lihat Bu Salamah, dia sudah tua sebatang kara dan hidup kekurangan. Mungkin kalau dulu aku tidak membunuh putrinya, saat ini hidupnya tidak semenderita ini,' batin Seruni.     

      

Dan melihat Bu Salamah sudah bisa tertawa-tawa dengan teyangganya, Seruni pun merasa sangat senang.     

Karna Bu Salamah sudah baik-baik saja.     

      

Lalu Seruni pun menyuruh seorang anak kecil yang tak sengaja lewat di sampingnya, untuk memberikan sebuah bingkisan kecil yang berisi kue kepada Bu Salamah.     

"Dek, tolong berikan ini kepada, orang rua itu ya?" ucap Seruni sambil menunjuk kearah Bu Salamah.     

"Oh untuk, Nenek Salamah ya?" ucap anak kecil itu.     

"Iya, tapi jangan bilang-bilang kalau itu dari Tante ya?" tukas Seruni berpesan kepada anak kecil itu.     

Dan anak kecil itu mengangguk, kemudian Seruni merogoh kantungnya lalu memberikan sedikit uang jajan untuk anak itu.     

"Ini buat kamu, Dik." Ucap Seruni.     

"Wah, untuk saya, Tante?!" anak itu tampak girang.     

Dan Seruni hanya menjawabnya dengan anggukan dan juga senyum.     

"Wah, terima kasih, Tante!" Anak itu langsung berlari meninggalkan Seruni dan menghampiri Bu Salamah.     

      

Setelah melihat keadaan Bu Salamah. Dan memberinya bingkisan kecil yang berisi kue dan beberapa lembar uang, Seruni pun bergegas pergi meninggalkan pemukiman itu.     

      

***     

      

Di sekolah.     

"Larisa, kemarin seru sekali ya jalan-jalan dengan teman-teman barumu?" tanya Alex.     

      

"Iya, aku seru sekali, baru kali ini aku pergi bersama teman-teman dengan cara beramai-ramai, karna biasanya aku selalu sendiri. Dan akhir-akhir ini paling-paling hanya dengan kamu saja," tutur Larisa.     

      

"Aku turut bahagia melihatmu, kalau kau baik-baik saja tanpa aku begini, aku kan bisa tenang saat meninggalkanmu nanti," celetuk Alex yang keceplosan.     

      

"Hah, maksudnya apa?! meninggalkanku yang bagaimana?!" tanya Larisa.     

      

"Eh, jangan berpikir yang aneh-aneh dulu, maksudnya, aku bisa tenang kalau aku tidak bisa menemanimu, misal saat aku latihan basket, seperti yang tadi" tutur Alex yang sedang merangkai alasan agar Larisa tidak berpikir yang aneh-aneh kepadanya.     

      

"Uh, Alex, aku takut kamu benar-benar meninggalkanku tau, karna jujur aku tidak siap jika itu terjadi," tutur Larisa.     

      

"Sudah jangan khawatir soal itu, aku pasti akan selalu di dekatmu dan menjagamu."     

      

"Terima kasih Alex,"     

      

"Tapi, meski begitu kamu tidak boleh terlalu bergantung kepadaku, karna kamu itu harus belajar mandiri dan menjadi pemberani." Pinta Alex.     

      

"Iya, Alex, aku berjanji, dan aku akan terus berusaha," ucap Larisa.     

      

      

 To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.