Bullying And Bloody Letters

Arti Kata Maaf



Arti Kata Maaf

0Dengan tubuh gemetar karna ketakutan akhirnya Seruni membuka secarik kertas berdarah itu.     
0

"Huuff, teror apa lagi ini," gumam Seruni.     

Dan setelah membukanya ternyata isinya sebuah tulisan yang berbunyi, 'Aku masih tetap menunggu janjimu,'     

      

"Hufft ... rupanya dia masih meragukan niatku," ucap Seruni.     

Dan Seruni langsung menaruh kembali surat itu di atas bantal.     

Dan dia pun keluar kamar dan menghampiri Audrey.     

      

Tok tok tok!     

"Masuk!" teriak Audrey.     

      

Ceklek!     

      

"Loh kok, Mami, Ke sini?" tanya Audrey.     

"Mami, lagi pengen tidur sama kamu?" jawab Seruni.     

"Tumben, biasanya Audrey yang pengen tidur sama, Mami, tapi sekarang malah gantian, Mami,"     

"Iya, gak papa dong, lagian dari pada tidur sendirian kan sepi," tukas Seruni.     

Dan seketika Audrey langsung terdiam sejenak dan bertanya, "Apa dia mengganggu, Mami lagi?" tanya Audrey.     

Tapi Seruni tidak menjawab yang sesungguhnya, dan dia malah menyuruh Audrey untuk segera tidur saja.     

"Ah, enggak kok, kebetulan Mami saja yang lagi malas tidur sendirian, Mami kan pengen bareng sama Audrey, kangen karna sudah terlalu lama pingsan," jawab Seruni sambil tersenyum.     

"Ah, yang benar? Mami gak bohong, 'kan?" tanya Audrey yang masih merasa tidak percaya.     

Dan Seruni pun menggelengkan kepalanya.     

"Sama sekali enggak, tuh!" jawab Seruni.     

Lalu malam itu pun mereka tidur bersama di kamar Audrey.     

Meski Audrey tampak tertidur pulas, tapi Seruni masih merasa tidak tenang, karna pikirannya masih tertuju kepada Larasati.     

Larasati masih terus menunggu janjinya.     

Dan tak terasa, malam pun mulai pergi dan berganti pagi.     

Seruni masih saja tak memejamkan matanya.     

Akhirnya dia bangun dari kasur Audrey.     

Dan dia mendapati Audrey masih tertidur pulas, sampai lupa tidak memakai selimut.     

Lalu Seruni pun langsung menyelimuti tubuh putrinya itu.     

Seruni mengelus sesaat rambut Audrey, lalu dia mengecup kening putrinya dengan penuh kasih sayang.     

Dia membayangkan  setelah dia menyerahkan diri nanti pasti dia tidak akan bisa lagi mengecup keningnya, tidak bisa lagi tidur bersama putri semata wayangnya  ini. Membayangkan hal itu, tak terasa air mata Seruni jatuh menetes di pipinya.     

Dan dia pun langsung beranjak dari kamar itu, dia sengaja tidak membangunkan Audrey karna hari ini adalah hari minggu.     

Dia membiarkan Audrey untuk menikmati hari liburnya dengan beristirahat  sesukanya.     

Karna selama ini Audrey sudah melewati hari-hari yang berat saat dia berada di rumah sakit untuk menjaga ibunya.     

      

      

***     

      

      

Setelah beberapa jam berlalu, Seruni pun pergi ke rumah Bu Salamah.     

Dia ingin menemunya hari ini, dia ingin mengulangi permohonan maafnya yang tertunda waktu itu.     

      

"Huft ... semoga saja beliau kali ini bisa luluh hatinya," ucap Seruni.     

      

Tok tok tok!     

Seruni mulai mengetuk pintunya. Lalu terdengar suara langkah kaki dari dalam, yang berjalan menuju pintu itu.     

"Ah, itu pasti Bu Salama," gumam Seruni.     

Seruni pun tampak tak tenang, bekali-kali dia menggigit jarinya.     

      

Ciklek!     

Pintu pun terbuka, dan benar saja orang itu adalah Bu Salamah.     

Dan Bu Salamah, menatap wajah Seruni dengan Kaku.     

"Bu Sala—"     

"Mau apa pagi kamu datang kemari?!" cantas Bu Salamah.     

"Maafkan saya, Bu. Tapi saya ing—"     

"Pergi dari rumah ini!"     

"Tapi, Bu! tolong beri saya kesempatan, saya ingin memperbaiki semuanya ...."     

"Tidak ada lagi kesempatan untuk seorang pembunuh sepertimu ayo cepat pergi!" bentak Bu Salamah.     

Tapi Seruni masih juga tak menyerah dia tetap berusaha untuk tetap meminta maaf kepada Bu Salamah.     

"Tolong, Bu. Saya berjanji akan menebus dosa-dosa saya kepada Larasati dan juga kepada Ibu."     

"Wah, menebus yang bagaimana?! memangnya kamu bisa menghidupkan Kembali anakku?!"     

Lagi-lagi seperti itu, Bu Salamah selalu tidak mau memaafkan Seruni.     

Memang bukanlah hal yang mudah untuk mengikhlaskan begitu saja kematian seseorang, apalagi orang itu adalah anak tersayangnya.     

Mungkin Bu Salamah tidak akan seperti ini jika Larasati meninggal bukan karna di bunuh. Pasti saat ini dia akan mengikhlaskannya.     

Tapi masalahnya Larasati di bunuh dengan sadis. Bahkan untuk mengetahui di mana letak jasadnya pun beliau tidak bisa.     

Larasati di biarkan begitu saja, tanpa di kubur dengan layak.     

Ibu mana yang rela melihat buah hatinya menderita, bahkan seumur hidupnya dan sampai dia mati sekali pun.     

      

"Bu, saya akan pergi dari sini, tapi saya mohon terima ini, Bu. Ini adalah hasil dari penjualan barang kesayangan saya. Saya sengaja menjualnya untuk Ibu, saya ingin berbakti kepada Ibu, untuk menggantikan putri Ibu yang saya bunuh," pinta Seruni dengan tatapan yang tulus dan penuh harap. Dia menyodorkan amplop coklat yang berisi segepok uang.     

Tapi masih saja belum goyah, hati Bu Salamah masih tak terketuk.     

Dia tidak mau menerima uang dalam amplop itu.     

"Bawa uang itu pulang! aku tidak butuh uangmu! yang aku mau anakku! bukan uangmu!" teriak Bu Salamah.     

"Tolonglah, Bu. Saya mohon terima uang ini, memang uang ini tidak seberapa di bandingkan nyawa anak Ibu yang sangat berharga itu, tapi setidaknya ini bisa membantu mencukupi kebutuhan Ibu sehari-hari. Saya tahu keadaan perekonomian Bu Salamah sedang sulit," ucap Seruni.     

Dan Bu Salamah pun meraih amplop warna coklat itu, lalu dia melemparkan tepat di wajah Seruni.     

Seruni pun menundukkan wajahnya, sebagai gerakan reflect untuk menghindari lemparan itu.     

      

Selanjutnya Bu Salamah kembali marah dan memaki-maki Seruni.     

"Pergi! aku tidak butuh uangmu! sudah ku bilang, 'kan! aku tidak butuh uang yang ku butuhkah kepulangan putriku!"     

Bu Salamah sampai mengambil seember air untuk menyiram tubuh Seruni agar Seruni mau pergi dan berhenti meminta maaf sambil berlutut di hadapannya.     

"Kamu lihat ini aku bawa apa?!" Bu Salamah menujukan isi dalam ember itu.     

Tapi sama sekali Seruni tak takut, dia tidak peduli jika Bu Salamah mau menyiramnya dengan air itu.     

Bahkan jika Bu Salamah membunuhnya saat ini pun dia juga rela.     

      

"Kamu itu tuli ya!? aku akan menyirammu dengan air ini kalau kamu tidak juga pergi dari sini!" ucap Bu Salamah.     

Tapi Seruni masih juga menunduk dan tak mau pergi akhirnya Bu Salamah pun benar-benar menyiramkan air itu ke tubuh Seruni.     

      

Byuuur ....     

Seketika tubuh Seruni menjadi basah kuyup. Tapi dia masih juga tak beranjak dari tempat duduknya.     

"Kamu itu kenapa tidak pergi juga?! kenapa?!" teriak Bu Salamah dengan mata berkaca.     

Sesungguhnya dalam hatinya Bu Salamah, benar-benar sangat benci dengan Seruni. Tapi melihat tingkah Seruni yang benar-benar tulus meminta maaf kepadanya itu membuatnya merasa bersedih dan kasihan kepadanya.     

      

Dan seketika dia teringat saat dulu Larasati masih kecil.     

Kala itu Larasati baru berumur sekitar 5 tahun dan dia duduk di kursi sambil menemani ibunya yang sedang memasak.     

Dan saat itu datang seorang wanita yang mara-marah kepada Bu Salamah.     

Kala itu wanita itu memarahi Bu Salamah karna mengira Bu Salamah telah mencuri barang miliknya. Wanita itu adalah majikannya, karna saat itu Bu Salamah sedang bekerja di tempatnya menjadi seorang pembantu.     

Padahal pada kenyataannya yang mencuri barang itu bukanlah Bu Salamah.     

Bu Salamah di tuduh mencuri kalung emas milik wanita itu padahal pada kenyataannya pencurinya adalah anaknya sendiri.     

Bu Salamah terus membela diri, tapi wanita itu tidak percaya.     

"Ayo mengaku saja pasti kamu pelakunya, selama ini orang lain selain keluarga yang ada di rumahku hanya kamu, Salamah!" teriak wanita paruh bayah dan bertubuh tambun itu.     

      

"Maaf, Bu. Saya benar-benar tidak mencurinya. Dami apa pun saya berani bersumpah bahwa saya bukanlah pelakunya!" sangkal Bu Salamah membela dirinya.     

Dan tak lama kemudian seorang anak gadis mendatangi rumah Bu Salamah.     

"Mamah!" panggil gadis itu kepada wanita itu.     

"Ada apa? kenapa kamu kemari?" tanya Wanita itu.     

"Mamah, jangan menuduh Bu Salamah, yang mencurinya. Karna pencurinya adalah aku," ucap gadis itu sambil menunduk penuh sesal.     

"Apa?!"     

Seketika wanita itu sangat malu dan merasa sangat bersalah kepada Bu Salamah.     

Dan dia langsung meminta maaf kepada Bu Salamah, dan dia mengaku sangat menyesal dengan perbuatannya.     

Tapi meski begitu, Bu Salamah sudah terlanjur malu juga. Karna banyak tetangga yang mulai berdatangan ke rumahnya dan melihat pertengkaran mereka.     

Sebagian warga sudah menganggapnya buruk, karna mereka mengira semua itu benar-benar ulah Bu Salamah.     

Tapi meski begitu Bu Salamah memaafkan majikannya itu dengan tulus. Tak peduli dengan kesalah pahaman yang sudah membuatnya malu itu.     

Dan wanita itu pun pergi meninggalkan rumah Bu Salamah beserta warga-warga yang lainnya.     

      

      

Dan setelah keadaan rumah menjadi sepi kembali Larasati kecil pun bertanya kepadanya.     

"Ibu-ibu yang tadi jahat sekali ya?" tanya Larasati.     

"Iya, tapi kan beliau hanya salah paham," ucap Bu Salamah.     

"Tapi, dia sudah kelewatan, bukannya bertanya dengan baik-baik tapi malah memarahi Ibu. Aku benci Ibu-ibu yang tadi. Ibuku kan tidak bersalah, tapi sudah di marahi sampai seperti itu," tutur Larasati.     

"Sudah tidak apa-apa, dia kan tidak tahu"     

"Tapi, dia itu keterlaluan, Bu. Ibu saja tidak pernah memarahi ku seperti itu walaupun aku salah!" ketus Larasati.     

"Ibu-ibu yang tadi, 'kan tidak tahu cerita Sebenarnya  ya kita maklumi saja," jawab Bu Salamah.     

"Ibu, di sekolah teman-temanku sering meledekku, tapi setelah itu mereka meminta maaf kepadaku. Apa itu artinya aku juga harus memaafkan mereka?" tanya Larasati.     

"Iya, tentu saja. Mereka kan sudah minta maaf,"     

"Tapi mereka meminta maaf kepadaku, karna Bu Guru yang menyuruhnya. Dan setelah Bu Guru pergi mereka kembali mengejekku,"     

Dan Bu Salamah pun hanya tersenyum melihatnya.     

"Kalau misal aku di pukul, dan si pukul itu meminta maaf, apa aku juga harus memaafkannya?" tanya Larasati lagi.     

"Tentu saja, kita harus saling memaafkan. Setiap orang punya kesalahan, tapi ketika orang itu sudah menyadari kesalahannya, itu artinya kita juga harus memaafkannya."     

"Kenapa harus begitu?"     

"Karna, dengan maaf kita, orang itu bisa lebih bersemangat untuk berbuat lebih baik lagi, bahkan seorang penjahat saja bisa bertobat. Dan salah satu cara tobatnya adalah meminta maaf dahulu kepada orang yang dia jahati, dan kalau orang yang dia jahati tidak mau memaafkannya bisa saja kan dia berbuat jahat lagi, karna dia merasa tidak pantas untuk bertobat, karna buktinya, orang tidak mau mendukung pertobatannya dengan memaafkannya. Maaf itu seperti sebuah dukungan baginya," tutur Bu Salamah menjelaskan kepada Larasati.     

Larasati pun  mengangguk-anggukan kepalanya, pertanda dia sudah memahami apa yang di jelaskan  oleh ibunya itu.     

      

Karna teringat oleh ucapannya sendiri saat bersama Larasati dulu. Membuatnya merasa bersalah dengan sikapnya sendiri saat ini.     

Dan dia merasa seharusnya dia tidak perlu berbuat seperti ini kepada Seruni.     

Dia merasa sudah melanggar ucapannya sendiri.     

      

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.