Bullying And Bloody Letters

Di Rumah Sakit Jiwa



Di Rumah Sakit Jiwa

0Setelah kejadian di kantin itu, Larisa merasakan ada perubahan dalam dirinya.     
0

Dan itu terasa nyata, karna dia tak menyangka jika tadi dia berani melawan Radit.     

Hal yang sangat berbanding terbalik dengan dirinya dulu, dulu jangankan untuk melawan lelaki, melawan Audrey yang sama-sama perempuan pun dia tidak berani.     

Tak terasa mulutnya tersenyum-senyum sendiri, namun tubuhnya tak bisa di pungkiri, masih terasa  keringat dingin dan sedikit gemetar.     

      

Lalu melihat Larisa yang terlihat sangat bahagia, Alex pun langsung menggandeng tangan Larisa.     

"Kalau ada hal bahagia, cerita dong!" celetuk Alex.     

Larisa langsung tersenyum dan menundukkan kepalanya.     

"Kamu, tahu dari mana kalau aku sedang bahagia?" tanya Larisa.     

"La itu senyum-senyum sendiri," ucap Alex.     

Dan Larisa menutup mulutnya, lalu perlahan dia menceritakan kejadian yang di alaminya tadi. Dia tidak tahu kalau Alex tadi sempat melihatnya.     

"Tadi ada anak dari kelas lain yang menggangguku, tapi aku berhasil mengusirnya, dan ini adalah kali pertamanya aku melawan orang," tutur Larisa.     

"Terus kenapa kamu tadi tidak memberitahuku?" tanya Alex.     

"Ya karna aku takut nanti kamu malah khawatir kepadaku, lalu kamu marah dan menghajar cowok brengsek itu!" ucap Larisa.     

"Wah, keren Pacarku nih, sekarang sudah berani melawan. Kalau begini kan aku bisa merasa tenang,"     

"Kan, ini semua juga berkat dirimu, Alex. Karna selama ini kamu yang selalu membantu ku untuk merubah sikap penakut ku ini menjadi pemberani," ucap Larisa.     

Dan Alex kembali tersenyum sambil mengelus rambut Larisa.     

      

Kurang dari satu tahun berjalan mereka akan lulus dari Superior High School.     

Dan hal itu yang membuat Alex merasa tidak tenang, karna itu artinya dia akan berpisah dengan Larisa.     

Akan terasa berat sekali jika Larisa masih juga menjadi orang penakut yang mudah di tindas.     

Tapi melihat perubahan Larisa hari ini, Alex merasa yakin jika setelah kelulusan nanti Larisa akan menjadi lebih baik lagi dari ini.     

      

"Alex, kamu ngelamunin apa?" tanya Larisa sambil menggenggam tangan Alex, "aku rasa akhir-akhir ini kamu sering melamun," ucap Larisa.     

"Ah, masa sih?"     

"Ih, pura-pura gak sadar lagi,"     

"Haha, orang gak merasa kok,"     

Alex berbalik menggenggam tangan Larisa.     

"Larisa, kalau suatu hari nanti kita akan terpisah jarak, apa kamu akan tetap mencintaiku seperti ini?" tanya Alex.     

"Ih, kok bertanya begitu sih? memangnya kamu beneran mau ninggalin aku?!"     

"Ah, ya enggak, 'kan aku bilangnya, kalau,"     

"Emmm, gimana ya?" Larisa tampak menopang dagu sambil berpikir.     

Dan Alex tampak menunggu, jawaban dari Larisa.     

"Ayo, jawab! jangan bikin aku penasaran dong!" paksa Alex.     

"Duh, biasa aja dong!" ketus Larisa.     

"Wah, sudah berani ya!" Alex mencubit pipi Larisa.     

Dan Larisa pun merasa kesakitan, lalu Larisa tak tinggal diam, dan dia pun mencubit balik wajah Alex.     

"Akh! sakit!" teriak Alex.     

"Sama aku juga sakit! lepasin dong!" teriak Larisa.     

Lalu mereka berdua pun saling melepas cubitannya masing-masing.     

      

***     

      

Sementara itu, di rumah Bu Salamah.     

Ada seorang wanita muda yang berada di depan pintu sambil mengetuknya.     

      

Tok tok tok!     

Ceklek!     

Bu Salamah membukakan pintu itu.     

"Selamat siang, apa benar ini rumah Bu Salamah?" sapa tanya wanita muda itu.     

Dan Bu Salamah pun menganggukkan kepalanya sesaat, "iya benar saya, Bu Salamah. Maaf, Adik ada perlu apa?" tanya Bu Salamah dengan ramah.     

"Oww, saya di perintahkan oleh Bu Seruni, bahwa hari ini saya mulai bekerja di rumah Ibu," ucap wanita muda itu.     

"Hah, tapi saya ini tidak membutuhkan pembantu lo, saya bisa mengurus diri saya sendiri, lagi pula saya tidak punya banyak uang untuk manggajih, Adiik," ucap Bu Salamah.     

"Tenang, Bu Salamah tidak perlu memikirkan soal gajih, karna Bu Seruni yang akan menanggung semuanya." Tutur wanita muda itu.     

"Tapi—"     

"Perkenalkan nama saya Sari, dan mulai hari ini, Bu Salamah tidak perlu bekerja keras lagi, karna semua kebutuhan Bu Salamah sudah ada yang menanggungnya," ucap wanita muda itu sambil mengulurkan tangannya, sebagai tanda perkenalan.     

Lalu Bu Salamah dengan ragu-ragu tampak menyambut uluran tangan itu.     

"Tenang, Bu Salamah. Ibu tidak perlu takut dengan saya, karna saya sama sekali tidak memiliki niat jahat."     

      

Akhirnya Bu Salamah mempersilahkan masuk wanita muda yang bernama sari itu.     

Dan baru saja memasuki rumah Bu Salamah, Sari pun langsung merapikan rumah Bu Salamah yang terlihat sangat acak-acakkan itu.     

"Nak Sari, sudah istirahat dulu, biar saya yang akan merapikannya sendiri," ucap Bu Salamah yang merasa tidak enak dengan perempuan yang bernama Sari itu.     

Dan Sari pun menggelengkan kepalanya, "Sudah tidak apa-apa, saya sudah terbiasa melakukannya, Bu. Lagi pula ini sudah menjadi tugas saya, jadi Bu Salamah tidak usah khawatir." Tutur Sari.     

      

Setelah merapikan seluruh isi rumah Bu Salamah, Sari pun tampak mengecek apa saja yang di perlukan dalam rumah itu.     

Setelah mengeceknya, Sari mencatat ke dalam ponselnya, lalu dia mengirimkan ke pada Seruni.     

      

      

Sore harinya, tiba-tiba ada sebuah mobil pikap yang berhenti tepat di depan rumah Bu Salamah.     

"Loh, itu mobil siapa ya?" tanya Bu Salamah kepada Sari.     

Sari menengok ke jendela, "Wah, sudah sampai rupanya,"     

Sari pun langsung keluar dan  menyambut mobil itu.     

Lalu di keluarkanlah barang-barang dalam mobil pikap itu.     

Ada kulkas, Tv, dan beberapa barang elektronik lainnya.     

"Mau di taruk di mana ini, Bu?" tanya kurir itu.     

"Oh, bawa masuk ke dalam saja, Mas," jawab Sari.     

Lalu Sari pun mengarahkan kepada para kurir itu untuk menaruhnya di tempat yang sudah dia siapkan.     

Sementara Bu Salamah hanya menatapnya dengan bingung.     

      

Dan setelah para kurir pengantar barang itu pergi, Bu Salamah mulai mendekati Sari.     

"Nak Sari, ini barang-batang siapa? dan kenapa di taruh di rumah Ibu?" tanya Bu Salamah.     

Dan Sari pun malah tersenyum mendengar pertanyaan polos Bu Salamah.     

"Semua barang ini adalah milik, Bu Salamah." Jawab Sari.     

"Loh, kok bisa sih. tapi saya tidak merasa membelinya? lagi pula dari mana saya mendapat uang untuk membayar barang-barang sebanyak ini?" tanya Bu Salamah.     

Dan dengan penuh kesabaran, Sari pun menjelaskan, perihal siapa pembeli barang-barang ini.     

"Bu, yang membelikan barang-barang ini adalah, Bu Seruni." Tutur Sari.     

"Hah, Seruni lagi?!"     

"Iya, belau menyuruh saya untuk mencatat apa saja yang di butuhkan di rumah ini, dan selanjutnya saya mengirimkannya kepada Bu Seruni. Dan inilah barang-barang juga langsung datang, karna beliau langsung membelikannya," Jelas Sari.     

Wah, dia repot-repot sekali, padahal saya tidak memerlukan ini semua. Lalu di mana Seruni sekarang?" tanya Bu Salamah.     

"Beliau sedang berada di kantor, milik mendiang Ayahnya karna hari ini beliau resmi menjadi pewaris sah perusahaan itu," jelas Sari lagi.     

      

Dan akhirnya Bu Salamah pun menerima barang-barang itu walau sedikit merasa tidak enak dan berat hati.     

Karna dia paling tidak mau merepotkan orang lain. Dia juga tidak menyangka jika Seruni benar-benar menepati apa janjinya.     

      

      

**"     

Sementara itu Seruni yang tengah ada di kantor keluarganya, tampak sedang sibuk meeting bersama beberapa staf dan karyawan di kantor itu.     

Sebenarnya Seruni sendiri tampak berat hati menerima jabatan ini, karna sebentar lagi, dia akan menyerahkan diri ke kantor polisi, sementara Audrey sebagai pewaris selanjutnya masih tergolong usia di bawah umur.     

      

Dan sepulangnya dari kantor, Seruni menyempatkan diri untuk mampir ke Superior High School.     

Dia datang hendak menemui Tyas, ada banyak hal yang ingin dia ceritakan kepada Tyas.     

"Eh, Seruni, kamu sudah ke sini saja, memangnya ada perlu apa?" tanya Tyas.     

"Aku ingin menceritakan banyak hal kepadamu, Tyas," jawab Seruni.     

"Oh, begitu ya, ayo silakan duduk," ucap Tyas.     

"Baik, terima kasih," jawab Seruni.     

Setelah itu mereka mengobrolkan tentang Bu Salamah, tak lupa Seruni juga menceritakan bahwa dirinya sudah berhasil membujuk Bu Salamah agar mau memaafkannya.     

      

"Wah, aku turut bahagia mendengarnya, Seruni. Ternyata hati Bu Salamah bisa luluh juga," ucap Tyas.     

"Iya, aku tidak menyangka, akhirnya hati beliau terketuk juga, karna jujur aku sendiri merasa tidak pantas untuk di maafkan atas perbuatan kejamku dulu,"  ungkap Seruni.     

"Sudah lah Seruni, jangan bicara begitu lagi, karna melihatmu sudah berubah dan mengakui semua kesalahanmu ini, itu sebuah keajaiban dan berita baik untuk kita semua,"     

"Iya, Tyas. Terima kasih sekali lagi aku ucapkan kepadamu, atas segalanya. Kamu yang dulu bukan  teman akrabku, tapi ternyata sekarang kamulah yang menjadi sahabat terbaikku." Kata Seruni.     

Dan Tyas pun tersenyum haru.     

Setelah beberapa saat berbincang, Seruni pun berpamitan untuk pulang.     

Awalnya, dia ingin mengajak pulang Tyas sekalian, tapi Tyas terpaksa pulang telat hari ini, karna harus mengurus beberapa file dan juga ada beberapa ekstrakurikuler yang di ikuti sebagian murid-muridnya hari ini.     

      

      

***     

      

Sementara itu, Audrey yang masih berada di rumah, mulai merasa bosan dan kesepian.     

Dan hal itu membutanya teringat kedua sahabat lamanya yaitu Sisi dan Nana.     

"Mereka sedang apa ya?" tukas Audrey.     

Dia merasa rindu, dan ingin sekali menemui mereka berdua.     

      

Akhirnya Audrey pun memutuskan untuk menemui mereka berdua saat ini juga.     

"Eyang! Audrey pergi sebentar ya!" teriaknya berpamitan kepada sang nenek.     

"Mau pergi kemana, memangnya?!" tanya sang nenek dari kejauhan.     

"Ke rumah teman! cuman sebentar kok!" jawab Audrey sambil berlari keluar gerbang.     

Dan setelah itu Audrey menaiki taksi yang kebetulan lewat di depan rumahnya.     

      

Setelah beberapa saat berlalu, Audrey pun sampai tepat di depan gerbang rumah sakit itu.     

"Ah, harusnya aku tadi membawakan oleh-oleh untuk Sisi dan Nana," Audrey pun merogoh ponselnya dari dalam saku, dan dia segera memesan makanan via online untuk kedua sahabatnya itu.     

Karna kebetulan Nana dan Sisi sangat menyukai  makanan Pizza.     

      

Sambil menunggu pesanannya datang Audrey pun duduk di bangku luar rumah sakit jiwa itu.     

Lalu tepat saat itu juga dia melihat ada seorang wanita berwajah bule bersama keluarga yang lainnya tengah membawa putrinya dengan wajah yang rusak ke rumah sakit itu.     

Rupanya mereka adalah keluarga dari Holly.     

Setelah mengalami insiden tubuhnya terbakar waktu itu, Holly pun mengalami depresi berat, dan dia gagal menjalani oprasi plastik. Hanya sebagian saja tubuhnya yang dapat di perbaiki dari luka bekas kecelakaan itu.     

Dan hal itu membuatnya merasa tak terima akan keadaannya kini, lalu dia pun mulai sering mengamuk berteriak histeris dan beberapa kali mencoba bunuh diri.     

      

      

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.