Bullying And Bloody Letters

Belajar Mandiri Part2



Belajar Mandiri Part2

0"Jangan mendekat! ayo cepat pergi!" teriak Larisa.     
0

"Wah, kamu takut ya?"     

      

Dan jarak antara Larisa dengan Radit pun semakin dekat, laku Radit menyeringai.     

"Kamu pikir dengan mempermalukanku waktu itu aku akan tinggal diam?" ancam Radit.     

"Tolong lepaskan aku!" pinta Larisa dengan nada ketus.     

"Wah, begitu ya caranya meminta tolong kepada orang?" Radit menatap tajam, "harusnya kamu berlutut di kakiku, baru aku akan memaafkanmu," ucap Radit.     

      

Larisa pun tampak kebingungan melihatnya.     

Karna dia tidak tahu harus berbuat apa, kalau dia berlutut kepada Radit itu artinya dia mengaku kalah. Dan menyerah bukanlah definisi dari seseorang yang pemberani.     

"Kenapa diam, ayo berlutut di kaki ku, maka aku akan memaafkanmu," ucap Radit.     

"Tidak! aku tidak mau!" tegas Larisa.     

"Wah, benar-benar sulit di percaya! kamu berani melawanku di saat terpojok seperti ini?!"     

Radit mencengkeram rambut Larisa dengan kuat, hingga Larisa pun  merasa kesakitan.     

"Akh! sakit!" teriaknya.     

Dan Radit berbisik di telinga Larisa, "Aku beri satu kesemoatan lagi, tapi kamu harus menuruti semua keinginanku, termasuk menjadi guru privatku." Ucapnya.     

Larisa menggelengkan kepalanya sambil meringis menahan sakit.     

"Bagaimana? apa kamu siap?" tanya Radit lagi dengan suara yang masih berbisik.     

Larisa masih terdiam tak menjawabnya, dan hal itu membuat Radit geram, lalu dia menambah tenaga dalam jambakan di rambut Larisa.     

"Ayo, pikirkan baik-baik jika kamu mau menjadi pacarku, aku akan membayarmu dengan banyak uang, karna aku tahu kamu itu, 'kan sangat miskin," ucap Radit lagi.     

"Sakit! tolong lepaskan! aku mohon ...." keluh Larisa.     

"Wah, tidak bisa begitu dong, aku kan melepaskan jambakan ini setelah kamu mau mengiyakan permintaanku, karna aku benar-benar ingin menjadi pacarmu."     

"Ka-kamu ingin menjadi pacarku?"     

Radit pun mengangguk.     

"Apa, alasannya? kenapa harus aku, padahal banyak gadis lain yang lebih cantik dari ku?"     

"Yah, karna kamu pintar dan cantik, aku bisa menjadikan mu guru privat sekaligus pacar, sementara gadis lain, hanya cantik saja, tapi otaknya kosong seperti ku. Dan aku tidak mau yang seperti itu,"     

"Tapi aki tidak mau! karna aku sudah punya pacar!"     

"Owh, iya! pecaramu yang atlet keren itu ya?"     

Larisa terdiam.     

"Terus bagaimana kalau dia melihat pacarnya sudah tidak perawan lagi? atau kalau sampai hamil dengan pria lain mungkin? kira-kira apakah dia masih mau ya?"     

"Hey, Radit! kamu itu bicara apa? apa maksud dari perkataanmu itu?!"     

"Maksudnya!" Radit mendekatkan wajahnya ke wajah Larisa, seperti akan menciumnya, "aku akan memperkosa mu di sini! karna aku lihat tempat ini sangat sepi, dan selanjutnya aku akan membunuhmu!" ancam Radit.     

Seketika Larisa pun langsung gemetaran, dia meronta sejadi-jadinya, tapi Radit malah mendekap tubuh Larisa dan mulai  melepaskan kancing baju Larisa.     

Larisa merasa tak berdaya dan sangat  seolah putus asa, karna tubuhnya benar-benar tidak ada apa-apanya di bandingkan tubuh Radit yang besar dan berotot.     

Tenaganya tidak bisa mengimbangi tenaga Radit. Dan seberapa besar dia meronta, rasanya tidak ada gunanya, dan hal itu hannyalah menguras tenaganya saja.     

"Makanya jangan membuat maslah denganku, dan setelah ini hidupmu akan hancur, bahkan bisa jadi kamu tidak akan bisa bernafas lagi," ancam Radit.     

"Lepaskan! aku mohon lepaskan!" teriak Larisa yang meronta.     

Dan Radit langsung menukul wajah Larisa.     

"Ah, sila! kamu itu berisik sekali ya!"     

Dan seketika karna saking kencangnya pukulan itu Larisa pun sampai pingsan.     

"Dia pingsan!" Radit melepaskan dekapannya, lalu membiarkan tubuh Larisa terjatuh.     

"Baiklah, ini akan mempermudah langkahku," ucap Radit.     

Dan dia menduduki tubuh Larisa yang dalam keadaan terlentang itu.     

Dia akan melancarkan aksi bejatnya, namun sayangnya, tiba-tiba mata Larisa terbuka lebar dan melotot tajam.     

Radit pun sedikit kaget, tapi dia tidak peduli, karna dia yakin jika Larisa tidak akan pernah bisa melawannya.     

      

      

Namun yang ada dalam pikiran Radit itu sangatlah tidak benar.     

Karna saat ini tubuh Larisa sudah di rasuki oleh arwah Larasati.     

Dan kini tubuhnya menjadi sangat kuat.     

Radit yang tengah duduk di atas tubuh Larisa pun langsung di dorong oleh Larisa, hingga Radit pun terjungkal.     

Akhirnya Larisa pun  bangun dan duduk dengan mata melotot ke arah Radit.     

"Kenapa menatapku begitu?" Kamu sudah bosan hidup ya?!" ancam Radit.     

Lalu Larisa pun langsung berdiri dengan mata yang masih juga melotot ke arah Radit tanpa berkedip.     

Radit pun semakin geram melihat tingkah aneh Larisa yang seolah-olah menantangnya.     

Radit mendekat kearah Larisa, lalu dia kembali menarik rambut Larisa dengan kencang. Tapi anehnya Larisa sama sekali tak merasa kesakitan.     

Radit merasa sangat heran, dia kembali memperkuat tarikan rambutnya bahkan dia sampai mengerahkan seluruh tenaganya, dan berpikir setelah itu rambut Larisa akan tercabut dan Larisa akan meminta ampun karna kesakitan di hadapannya.     

      

Tapi, nyatanya tidak seperti itu, karna kekuatannya bukan hanya di tenaga saja, tapi juga di rambut, kulit dan seluruh bagian tubuhnya menjadi sangat kebal.     

      

"Loh, kok gak ke cabut sih!" gumam Radit.     

Dan Larisa langsung meraih tangan Radit dan memuntirnya hingga terdengar suara tulang yang gemertak.     

"Akh! tanganku patah!" teriak Radit yang kesakitan.     

Dan Larisa pun langsung tertawa-tawa melihat Radit yang kesakitan.     

      

"Haha! haha! kamu ingin mati ya!?" teriak Larisa yang sudah di kuasai oleh Larasati.     

Lalu perlahan wajah Larisa terlihat sangat menyeramkan, matanya menghitam dengan bola mata yang memutih keseluruhan.     

Radit semakin ketakutan, apa lagi dia tidak bisa melawannya karna tangan kanannya yang mengalami patah tulang.     

"Tolong! ja-jangan!" pinta Radit.     

Larisa tak menghiraukan ucapan Radit, dan dia langsung mencengkeram tubuh Radit lalu melemparkannya ke sebuah tumpukan kardus.     

      

"Haha! haha!" Larisa tertawa-tawa sambil  mendongakkan kepalanya dengan bangga.     

Dan dia kembali menghampiri Radit lagi lalu kembali memegang tubuhnya dan melemparkannya lagi.     

Tapi kali ini dia melemparkan tubuh Radit ke arah sebuah tembok.     

      

Jeduak!     

Radit pun sampai memuntahkan darah, dan saat itu ketakutan Radit semakin bertambah lagi.     

Dia takut jika Larisa benar-benar akan membunuhnya, apa lagi Larisa terlihat sedang tidak ingat dengan apa-pun.     

      

Ingin rasanya Radit melarikan diri dari tempat itu, tapi sayangnya tidaklah semudah itu.     

Tubuhnya melemas dan tidak kuat lagi untuk melarikan diri.     

Jangankan berlari untuk duduk saja Radit sudah tak mampu, tulangnya seolah remuk redam.     

      

Setelah itu Larisa pun pingsan, karna arwah Larasati meninggalkan tubuhnya.     

      

      

***     

      

Sementara itu Alex tampak sedang bingung mencari Larisa.     

Karna ponsel Larisa yang tak bisa di hubungi, bahkan Alex sampai mendatangi sekolah dan rumah Audrey untuk mencari Larisa.     

Tapi tidak juga dapat menemukan Larisa.     

"Larisa! kamu di mana sih? kenapa kamu terus membuatku khawatir," gumam Alex.     

Lalu Alex teringat dengan Radit, si anak kelas sebelah yang sempat bersitegang dengan Larisa.     

Dia mulai curiga jika ini ada sangkut pautnya dengan Radit.     

Alex pun mulai mencari tahu tentang Radit.     

Dia sampai mendatangi kenalan siswa dari kelas sebelah untuk mencari tahu tentang kabar Radit.     

Lalu Alex mendapatkan nomor Radit dari salah satu kenalannya yang kebetulan satu kelas dengan Radit.     

      

Tapi sayangnya nomor itu tidak bisa di hubungi. Bahkan Alex dan Audrey sampai mendatangi rumah Radit, tapi Radit juga tidak ada di rumahnya. Orang-orang yang ada di rumah Radit pun juga tidak mengetahui keberadaan Radit saat ini.     

Akhirnya, Alex di bantu oleh teman-temannya pergi mencari Larisa dan Radit ke tempat lain.     

Dia menyusuri jalanan arah menuju sekolahan Audrey.     

Dan pada saat itu, Alex melihat gang sempit, yang terlihat gelap dan sepi orang.     

Dan tanpa berpikir panjang Alex pun langsung memasuki gang itu.     

"Alex, kamu yakin akan memasuki jalanan yang gelap itu?" tanya Audrey.     

Alex mengangguk, "Iya, aku akan memasukinya,"     

"Tapi, seram sekali Alex, dan apa kamu yakin, Larisa ada di situ?" ucap Audrey yang merasa ragu-ragu.     

"Kalau kamu takut, sebaiknya kamu tunggu di sini dengan yang lainnya saja Audrey," ucap Alex.     

Audrey datang dengan ketiga temannya yaitu, Vania, Airin dan Nola.     

      

"Aku tidak mau, Lex. Aku mau ikut kamu mencari  Larisa saja, lagi pula aku gak tega lihat kamu masuk di lorong gelap itu sendirian. Jadi biara aku ikut, karna setidaknya aku bisa membantu penerangannya dengan ponsel." Tutur Audrey.     

"Kami juga ikut kalian!" teriak kompak, Airin, Vania dan Nola.     

"Ah, baiklah kalau begitu, ayo!" sahut Alex.     

Dan akhirnya mereka semua pun memasuki gang sempit yang lebih mirip seperti lorong itu, secara beranai-ramai.     

Suasana malam yang mencekam dalam gang sempit itu terasa tidak terlalu menyeramkan karna mereka mendatanginya secara bersama-sama.     

      

Hanya berbekal, ponsel masing-masing yang mereka gunakan sebagai penerangan. Mereka berempat menyusuri gang sempit itu.     

      

Lalu samar terdengar suara orang yang meninta tolong dan merintih.     

"Tolong ... tolong ...."     

"Eh, tunggu! seperti ada yang teriak minta tolong ya?" ucap Audrey.     

"Iya, aku juga mendengarnya," imbuh Vania."     

"Aduh, jangan-jangan itu suara hantu lagi," ucap Nola sambil memegang tangan Audrey.     

"Is, Nola. Jangan nakut-nakutin kita dong," keluh Airin.     

"Udah-udah jangan pada ribut! ayo kita lihat sama-sama, tidak usah takut, lagi pula kita, 'kan berempat!" tutur Alex.     

      

Dan mereka semua pun melangkah semakin jauh hingga menemukan jalan buntu, dan tepat saat itu mereka melihat tubuh Larisa sedang tergeletak di tengah jalan gang itu.     

"Hah! Itu dia, Larisa!" teriak Airin sambil menunjuk kearah Larisa.     

Dan mereka langsung menghampirinya dan mencoba untuk membangunkannya.     

      

"Larisa, bangun!" ucap Alex sambil mengerak-gerakkan tubuh Larisa.     

      

Lalu suara orang yang meminta tolong pun kembali terdengar lagi.     

"To ... long tolong ...."     

"Ah, suara itu!" teriak Audrey, lalu Audrey pun melihat di bawah tumpukan kardus dan di situ ada Radit yang sedang tergeletak dengan wajah dan tubuh yang penuh lebam dan berdarah-darah.     

"Hey! kamu, 'kan?!" Alex langsung berjalan menghampiri Radit.     

Alex hendak marah dan akan menghajar Radit, tapi karna dia melihat keadaan Radit yang sangat mengenaskan itu membuatnya merasa kasihan dan juga tak tega jika harus menyakitinya lagi.     

      

Akhirnya mereka semua malah menolong Radit dengan memanggilkan mobil ambulance untuk membawa Radit ke rumah sakit.     

      

Sementara itu, tak lama setelah mobil Ambulance datang, Larisa pun mulai siuman.     

      

      

      

To be continued.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.