Bullying And Bloody Letters

Hanya Berpesan



Hanya Berpesan

0Sementara itu tak lama setelah mobil ambulance datang, Larisa pun mulai siuman.     
0

      

"Larisa, apa kamu sudah baik-baik saja?" tanya Alex.     

"Aku di mana? kenapa tiba-tiba berada di sini?" tanya Larisa.     

"Iya, kami terpaksa membawamu ke rumah Airin karna letaknya paling dekat dari tempat kejadian," jelas Alex.     

Tapi Larisa belum ingat sepenuhnya, "Memamnya aku kenapa ya?" tanya Larisa lagi.     

"Kamu tidak mengingatnya?" tanya balik Alex.     

Dan Larisa terdiam sesaat, kemudian perlahan dia baru mengingatnya.     

"Oh, aku tadi ... Radit, iya Radit ingin mencelakaiku!" ucap Larisa yang mulai mengingatnya.     

"Sudah, tenang saja, Radit sudah di bawa ke rumah sakit," tegas Alex.     

"Apa?! di bawa ke rumah sakit?!" Larisa tampak kaget, "tap-tapi tadi dia yang ingin mencelakaiku,"  jelas Larisa.     

Dan Larisa seketika langsung terdiam dan merasa bersalah, karna itu tandanya tadi dia sudah mencelakai Radit secara tidak sengaja.     

"Aku sudah melakukannya lagi Alex, aku sudah mencelakai orang lagi," ucap Larisa yang merasa sangat ketakutan dan menyesal.     

"Sudah-sudah! tidak apa-apa, ini, 'kan bukan salah kamu." ucap Alex.     

"Tapi tetap saja, Lex. Aku yang sudah mencelakainya. Dia menggunakan tubuhnya untuk mencelakainya." Ucap Larisa sambil menangis.     

Alex langsung memeluk  tubuh Larisa  untuk menenangkan hati Larisa yang sedang kalut itu.     

"Sudah, jangan bersedih kamu itu tidak salah. Lagi pula itu kan salahnya Radit yang hendak berbuat jahat kepadamu,"     

"Alex, aku tidak mau jadi orang jahat,"     

"Enggak, Larisa, kamu itu bukan orang jahat, lagi pula, coba bayangkan kalau misalnya Larasati tidak datang menolongmu, kira-kira apa yang akan terjadi? pasti hal buruk akan menimpamu, 'kan?" tanya Alex.     

Larisa pun terdiam dan seketika langsung teringat oleh ancaman Radit tadi, bahwa dia akan membunuh dan memerkosanya.     

Tentu hal buruk itu tidak bisa lagi terbayang dalam otaknya.     

Memang benar kedatangan Larasati sudah membantunya banyak, bahkan bisa di bilang ingin menyelamatkannya.     

Larasati benar-benar tidak ingin ada seorang gadis yang bernasib sama sepertinya.     

"Sudah, berhubung hari sudah malam, sebaiknya kita semua pulang, dan aku antarkan kamu pulang ya," ucap Alex kepada Larisa.     

Dan Larisa pun mengangguk, lalu mereka semua pun berpamitan dengan Airin dan berlalu pergi.     

"Airin kami semua pamit ya, dan terima kasih untuk semuanya," ucap Audrey yang mewakili teman-temannya.     

"Iya, sama-sama! lain kali kalian main ke sini lagi ya," ucap Airin.     

"Ok, siap!" jawab Nola dengan bersemangat.     

      

***     

      

Sementara itu di rumah sakit Radit tampak kesakitan karna menahan seluruh badannya yang banyak luka memar dan  beberapa bagian tubuhnya mengalami patah tulang seperti kaki tangan dan iga.     

Radit hampir tak bisa bergerak sama sekali, karna sekali gerak rasanya langsung nyeri sampai ke ubun-ubun.     

Dan setelah mengalami hal ini, Radit sudah kapok untuk berurusan dengan Larisa lagi.     

Padahal sebelumnya dia juga pernah dengar bahwa Larisa itu sering kesurupan. Tapi dia pikir itu hanya akan terjadi di dalam sekolah saja, dan dia akan normal saja jika berada di luar sekolah. Tapi kenyataannya, Larisa tetap saja kesurupan bahkan hampir menghilangkan nyawanya.     

      

Sambil memejamkan mata dan menahan rasa sakit, Radit yang dalam keadaan tangan dan kaki di perban itu pun mulai memejamkan matanya.     

Tapi baru saja dia terlelap sesaat, bayangan Larisa dengan wajah seramnya seperti kemarin terasa nyata dan seolah menerornya.     

Sesekali Larisa menjadi Larisa dengan wajah normalnya, lalu dia kembali berubah menjadi seram, kemudian wajah seram Larisa pun menjadi wajah Larasati, seorang hantu perempuan yang sama sekali tidak Radit ketahui.     

Radit pun langsung membuka mata dan berteriak sekencang-kencangnya.     

"AAAKH!"     

Tak sengaja dia kembali menggerakkan tubuhnya karna reflect, dan itu terasa sangatlah menyakitkan.     

Radit, di pria yang gagah berani itu pun tak sadar sampai mengeluarkan air matanya. Dia mengabaikan kewibawaannya.     

Sang ibu yang tertidur pun sampai terbangun dan menghampirinya.     

"Ada apa, Sayang?" tanya sang ibu.     

"Mama! tolong Ma! aku takut sekali!" teriak Radit.     

"Takut apa?" sang ibu tampak kebingungan.     

"Dia, Ma! si gadis yang menyeramkan!" teriak Radit lagi.     

Malam itu meski Radit tak bisa banyak bergerak, tapi otak terus meracau dan berbicara yang tidak-tidak.     

      

Radit yang baru akan melaksanakan balas dendam dan melancarkan aksi bejatnya kepada Larisa, kini malah sudah mendapatkan balasan yang sangat setimpal.     

Dan dia pun sangat menyesal, namun rasa sesalnya sudah tidak berarti apa-apa.     

      

      

***     

Di rumah Larisa.     

"Larisa, sebenarnya apa yang sudah terjadi kepadamu, Nak? kenapa kemarin kamu pulang telat dan sejak tadi murung begitu?" tanya sang ibu.     

Dan Larisa hanya bisa terdiam sesaat, dia bingung untuk menjelaskannya dari mana.     

Karna sang ibu memang sama sekali belum tahu jika selama ini Larisa sering mengalami kerasukan, dan sering di ikuti oleh hantu perempuan bernama Larasati. Bahkan soal bullying yang di alaminya di sekolah pun Larisa tidak berani untuk menceritakannya.     

Karna dia takut hal itu akan membuat sanga ibu khawatir.     

Tapi lambat laun, sang ibu mulai menyadari jika putrinya seperti sedang menyembunyikan sesuatu darinya.     

      

      

"Akhir-akhir ini, jujur ibu merasa sangat aneh dengan tingkah laku mu, Nak. Bahkan ibu juga sudah merasa tak curiga semenjak kamu masuk di sekolah elite itu." Tutur sang ibu.     

"Maksud Ibu?" tanya Larisa.     

"Yah, Ibu rasa kamu menyimpan sesuatu dari Ibu. Ibu sering lihat kamu selalu murung sepulang sekolah, dan terkadang ibu melihat matamu sembab seperti sehabis menangis,"     

"Ibu—"     

"Ibu selalu bertanya akan hal itu kepadamu, tapi kamu bilang kamu baik-baik saja dan selalu bisa meyakinkan Ibu, jadi Ibu mengurungkan niat Ibu untuk bertanya lebih mendalam, dan sekang rasa penasaran Ibu semakin meningkat, apa bisa kamu jelaskan semuanya kepada Ibu?"  pinta sang ibu yang memohon.     

      

Larisa sejujurnya masih ingin merahasiakan semuanya tapi tampaknya sang ibu sudah sangatlah penasaran dan akan terasa tidak adil jika dia tidak menceritakannya, karna teman-temannya saja sudah tahu, tapi ibunya sendiri malah tidak tahu.     

Akhirnya dengan berat hati Larisa menceritakan semuanya kepada sang ibu.     

"Baik  Larisa akan menceritakan kepada Ibu, tapi Larisa mohon, Ibu jangan sedih ya, karna Larisa tidak mau melihat Ibu bersedih," tukas Larisa mewanti-wanti ibunya.     

Dan sang ibu pun merasa semakin penasaran saja, karna mendengar ucapan Larisa itu.     

"Iya, Ibu berjanji," jawab ibunya Larisa.     

Akhirnya Larisa menceritakan satu demi satu segala kejadian yang dia lewati.     

Larisa menceritakan bahwa selama ini dia telah melewati hari-hari yang sulit di sekolah, karna dia mengalami bullying, dan tidak di anggap di sekolahnya. Tapi semua berubah setelah sesosok arwah yang sering merasukinya.     

Perlahan orang-orang yang membully-nya mulai takut dan sebagian sampai ada yang gila, terbakar bahkan ada yang sampai mati.     

Larisa menceritakan betapa beratnya hal itu, tapi disisi lain dia merasa sedikit tenang, karna tidak ada lagi yang berani menindasnya.     

 Dan sekali ada yang berani mencari masalah dengan Larisa, Larasati akan langsung turun tangan dan akan membuatnya celaka. Seperti kejadian saat dia bersama  Radit kemarin.     

Tak lupa Larisa jangan mencebirkan soal Radit dengan detail.     

Ibunya sangat syok mendengar cerita dari Larisa itu, karna selama ini dia tidak tahu jika Larisa menyimpan rahasia sebesar itu di belakangnya.     

      

"Larisa, maafkan Ibu ya, Nak. Bahkan Ibu tidak tahu kalau kamu melalui hari sesulit itu di sekolahmu. Harusnya Ibu dulu memberanikan diri untuk bertanya lagi kepadamu. Dan kalau Ibu tahu kamu di sekolah itu begitu menderita, pasti Ibu akan  menyuruh mu berhenti sejak dulu, Nak." Ucap sang ibu yang sangat bersedih dan sakit hati mendengar jika anaknya di bully oleh teman-temannya.     

      

Dan Larisa melanjutkan ucapannya, "Tapi sekarang Larisa sudah baik-baik saja! dan Larisa tidak mau melihat Ibu bersedih begini, karna ibu kan sudah berjanji,"     

"Iya, maafkan Ibu yang sudah ingkar janji, tapi Ibu tak bisa menutupi kesedihan Ibu. Karna bagaimana mungkin seorang Ibu diam saja saat mengetahui anaknya di sakiti orang lain, Ibu menyesal, Larisa. Harusnya kamu keluar dari sekolah itu,"     

"Tapi, Bu. Sekolah ku tinggal kurang dari satu tahun lagi. Dan aku sekarang sudah baik-baik saja. Kehidupan sekolah ku sudah membaik, dan aku juga sudah memilik banyak teman sekarang."     

"Tapi tetap saja, Ibu merasa khawatir, buktinya kejadianmu yang kemarin saat dengan pria yang katamu bernama Radit! bukankah itu artinya kehidupanmu di sekolah itu tidak baik-baik saja?!"     

"Bu ...."     

"Pindah saja Larisa, lagi pula itu bukan tempat kita,"     

"Bukannya Ibu sangat bangga saat tahu, aku di terima di sekolah itu?" tanya Larisa.     

"Iya, dulu Ibu memang bangga, sebelum Ibu tahu, kamu di siksa di sana! tapi sekarang Ibu sudah tahu semuanya, dan tentu saja Ibu tidak rela kamu menderita di sana!"     

"Bu ...," ucap pelan Larisa sambil menggenggam tangan sang ibu, "percayalah, Larisa baik-baik saja. Lagi pula di sana ada Alex dan ... meski aku merasa berat menyebutnya, tapi Larasati selalu melindungi ku, Bu," tukas Larisa.     

"Sebenarnya, siapa hantu itu? dan kenapa dia selalu melindungimu? apa kamu yakin dia tidak akan membahayakanmu?" pertanyaan bertubi-tubi dari sang ibu.     

      

"Dia adalah, orang yang sepertiku, Bu. Tapi nasibku masih jauh lebih baik darinya." Jelas Larisa.     

Tentu saja setelah itu Larisa juga menceritakan semua tentang Larasati kepada sang Ibu.     

      

***     

      

      

Di rumah Audrey.     

"Eyang!"     

"Iya! ada apa Audrey!?"     

Dan Audrey pun sambil berlari menghampiri sang nenek.     

"Mami dimana? kenapa dia tidak ada di kamar?"     

Sambil berjalan pelan mendekati Audrey, sang nenek pun mengajak Audrey duduk.     

"Duduk dulu,"     

Dan Audrey pun duduk pelan-pelan.     

"Memangnya ada apa, Eyang?" tanya Audrey yang merasa tidak enak.     

"Sebenarnya, hari ini Mami kamu sedang pergi ke kantor polisi,"     

"Hah, apa?!" Audrey tampak sangat syok.     

"Sudah saatnya, Sayang. Mami kamu menepati janjinya, untuk menebus segala dosa-dosanya. Dan itu artinya kamu harus rela jika Mami kamu di penjara."     

Perlahan mata Audrey pun mulai berkaca, tinggal sedikit lagi bendungan kedua netranya itu akan segera terbuka.     

"Kenapa, Mami enggak pamit dulu, hik ... setidaknya dia harus berpamitan dulu dengan Audrey,"     

Sang nenek langsung memeluknya dengan hangat, "Sabar, Sayang. Dia hanya berpesan kepada Eyang. Karna dia tidak tega untuk membangunkanmu,"     

      

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.