Bullying And Bloody Letters

Di Permalukan



Di Permalukan

0Dengan perasaan kesal bercampur marah, Kayatri keluar dari gerbang lapas itu.     

      

Rasanya ucapan Seruni itu terus terngiang-ngiang di telinganya.     

"Ingin rasanya aku merobek mulutnya! HUAH!" teriak Kayatri yang geram.     

Lagi-lagi dia kalah dengan Seruni, padahal sebelum berangkat ke penjara itu, Kayatri begitu yakin jika dia akan pulang dengan mulut tertawa lebar, karna berhasil melihat Seruni terjatuh dan menderita.     

Tapi pada kenyataannya malah dia yang terjatuh hingga tak bisa tertawa lagi.     

      

Sambil berjalan, dia malah melihat ada dua teman arisannya yang hendak menjenguk Seruni.     

Mereka berdua bahkan sampai membawa tentengan untuk Seruni.     

"Loh, itu, 'kan Fatma dan Ayu. Kenapa mereka bisa kemari? mau apa?" Kayatri tampak keheranan.     

"Ugh! jangan bilang mereka akan menjenguk, Seruni!" Kayatri bertambah kesal saja, sampai terdengar gemertak bunyi giginya yang menggegat kuat karna geram.     

      

Lalu Kayatri pun mengikuti dua teman arisannya itu dari belakang.     

Dan benar saja, mereka berdua menemui Seruni dan memberikan tentengan di tangan mereka kepada Seruni.     

Rupanya usahanya kemarin yang berniat menjelek-jelekkan Seruni tidaklah berhasil.     

Karna teman-temannya masih saja mau berteman dengan Seruni.     

      

"Lagi-lagi Seruni sudah membuatku, geram!" ucap Kayatri.     

Dan karna kesal melihat mereka bertiga tampak asyik mengobrol, Kayatri pun memilih untuk pergi saja dari rumah itu. Karna dia tidak mau semakin kesal karna mendengar obrolan mereka yang menyebalkan.     

      

"Hah sial!"  umpat Kayatri.     

      

***     

      

Dan saat perjalanan pulang, Kayatri menyempatkan diri untuk berhenti di sebuah mini maeket, dia hendak membeli sesuatu.     

Dengan wajah yang masih cemberut dan pikiran kacau penuh amarah, Kayatri memasuki pintu mini market itu.     

Dengan kasar dia mengambil sebuah keranjang belanja dan mengambil beberapa barang yang dia perlukan.     

Tepat saat itu juga dia melihat ada Wijaya yang juga sedang berbelanja di tempat itu.     

      

'Wijaya,' Kayatri tersenyum.     

'Wah, aku akan kembali mendekatinya, mungkin ini yang di namakan sebuah kesempatan ... aku tidak akan menyia-nyiakannya,' batin Kayatri.     

      

Dan dengan memancarkan senyuman liciknya Kayatri berjalan mendekati Wijaya.     

      

"Hay, Wijaya!" sapa Kayatri dengan renyah dan hangat.     

Wijaya menoleh sesaat dengan tatapan datar dan kembali fokus dengan apa yang tengah ia cari.     

"Wijaya, gak menyangka ya kita bisa bertemu di tempat ini," ucap Kayatri dengan manja.     

Tetapi Wijaya masih tetap Konsisten dengan sikap kakunya.     

"Wijaya, bagaimana kalau kita makan siang di cafe depan. Aku yang traktir deh," ucap Kayatri penuh semangat.     

"Maaf saya tidak lapar!" ketus Wijaya.     

"Hey! kenapa kamu harus kasar begitu sih, dengan ku?"     

Wijaya terdiam, tanpa kata dan tak memedulikan Kayatri.     

Meski begitu, Kayatri tentu saja tidak menyerah, dia terus mengajak Wijaya bicara dan merayunya. Berharap agar Wijaya bisa sedikit luluh kepadanya.     

      

Setelah di rasa sudah mendapatkan barang-barang yang dia butuhkan, Wijaya pun langsung keluar dari dalam mini market itu.     

Seketika Kayatri pun langsung kalang kabut dan dia turut mengejar Wijaya.     

"Wijaya tunggu!" teriak Kayatri sambil  menenteng keranjang belanjaannya.     

Kayatri memanggil-manggil Wijaya sampai tak sengaja keluar dari pintu mini market dengan membawa keranjang belanjaannya.     

Dan seorang petugas kasir mini market itu langsung mengikuti Kayatri dan menghentikannya.     

"Bu, tolong bayar dulu! " teriak kasir itu.     

Akhirnya Kayatri pun juga berhenti mengejar Wijaya.     

"Ih, ada apa sih, Mba!?" bentak Kayatri.     

"Maaf Ibu,  tapi kalau mau pergi dengan belanjaan itu, Ibu harus membayarnya," ucap sang kasir.     

"Hey, kamu menuduh  saya akan membawa lari belanjaan ini ya?!" bentak Kayatri.     

"Maaf, bukan beg--" Kasir itu pun tampak tak bisa bicara lagi, karna suara lantang Kayatri lebih dominan di bandingnya.     

"Kamu jangan kurang ajar ya, jangan bikin saya terlihat miskin dengan menuduh saya yang tidak-tidak begini ya!"     

"Bukan begitu, Bu! maksud say—"     

"Saya ini membeli seluruh isi di dalam mini market ini saja mampu! jadi jangan berpikir kalau saya ini orang miskin ya!"     

"Tapi saya—"     

"Halah! ayo cepat masuk, dan bawakan belanjaan saya ini, biar saya bayar langsung!" bentak Kayatri sekali lagi.     

Dan sang Kasir itu pun langsung menunduk dan membawakan keranjang itu.     

Sesampai di depan Kasir, si petugas kasir pun mulai menghitungnya.     

"Baik, Bu. Apakah ini saja?" tanya kasir itu.     

"Iya!" ketus Kayatri.     

      

Setelah beberapa detik berlalu, sang kasir pun berkata, "Baik, totalnya 300 ribu, ibu akan menggunakan debit atau uang tunai?" tanya sang kasir.     

      

"Saya pakai debit!" Kayatri menyodorkan kartunya dengan kasar.     

Dan si Kasir itu pun mengambilnya dengan menahan sabar.     

Dan setelah kartu itu di gesekkan, rupanya tidak bisa.     

"Maaf, Bu apa ada kartu yang lain?" tanya sang kasir dengan sabar.     

"Memangnya ada apa dengan kartu itu?!" tanya Kayatri dengan kasar.     

"Maaf, kartunya tidak bisa di gunakan sepertinya saldonya sudah limit," jelas sang Kasir     

      

Dek!     

Perasaan Kayatri pun semakin tidak enak, sebelumnya dia lupa mengecek isi Atm-nya dulu.     

Dan akhirnya Kayatri mengeluarkan kartu Atm yang lainnya, "Coba pakai yang ini!" ucapnya dengan kasar.     

Lagi-lagi dia menaruh kartu Atm-nya itu juga dengan kasar di depan kasir.     

      

"Maaf, yang ini juga tidak bisa. Atau Ibu bisa coba bayar secara tunai saja mungkin, saran dari sang kasir.     

"Hey, saya tidak punya uang tunai. Karna saya terbiasa menaruh uang di dalam Atm! saya curiga mesin kamu itu  yang rusak!"     

Dan Kasir itu pun menggelengkan kepalanya, dan dia pun memberanikan diri untuk marah kepada Kayatri.     

"Hey! Bu! dengar ya, mesin kartu ini tidak rusak, tapi Atm Ibu yang tidak ada isinya!"     

"Wah, begini pelayanan kamu!  berani ya sama saya! kamu gak tahu siapa saya ya?!" teriak Kayatri yang sombong menantang.     

"Memangnya, Anda itu siapa?! saya tidak kenal tuh! orang miskin saja pakek sok kaya!" hina sang kasir.     

"Hey! enak saja saya ini orang kaya! jangan sembarangan ya, mengatai saya miskin! kalau perlu kamu dan seluruh mini market ini biar saya beli!"     

"Hah! pakek sombong, bayar 300 ribu saja tidak mampu!"     

"Hey!" Kayatri tampak tak terima, sehingga dia, membuat keributan di tempat itu.     

Lalu tak lama Security pun datang dan menyuruhnya pergi.     

Kayatri merasa sangat malu di tempat itu, karna seluruh orang-orang tampak terfokus kepadanya.     

Bahkan ada yang sempat berbisik-bisik di belakang membicarakannya.     

0

      

"Akh! sial!" teriak Kayatri.     

Hari ini terasa menyebalkan baginya.     

Sudah di permalukan oleh Seruni ditambah lagi di permalukan oleh kasir mini market.     

Belum lagi Wijaya juga masih bertingkah dingin kepadanya.     

Rasanya lengkap sudah penderitaannya kini.     

      

      

Sambil menunggu angkutan umum  Kayatri berdiri di trotoar jalan.     

Dan tepat saat itu juga Tyas lewat di depannya.     

Dan melihat jika itu adalah Kayatri Tyas pun menghentikan laju mobilnya.     

"Kayatri?" sapa Tyas.     

Dan mata Kayatri pun langsung melotot.     

"Eh, kamu Tyas, 'kan?"  tanya Kayatri.     

"Iya, kamu sedang apa di sini?"     

"Ah, aku sedang ...." Kayatri menggaruk-garuk kepalanya. Dia sedang memikirkan alasannya.     

"Apa aku jujur saja ya sama, Tyas. Karna Tyas kan orangnya baik dan tidak suka memandang rendah orang, buktinya dulu dia saja mau berteman dengan si Culun Larasati,' batin Kayatri.     

"Aku sedang menunggu, angkutan umum,  Tyas," jawab Kayatri.     

"Owwh, memangnya, Suamimu kemana?" tanya Tyas.     

"Aku ... sudah bercerai dengan suamiku," jawab Kayatri sambil menunduk.     

"Ah, maaf ... aku tidak tahu soal itu," tukas Tyas yang merasa tidak enak.     

"Tidak apa-apa, kok." Jawab Kayatri.     

"Ya sudah kita pulang bareng aja," ajak Tyas.     

"Beneran gak apa-apa ini?" tanya Kayatri.     

 "Iya, gak apa-apa,"     

Dan akhirnya Kayatri pun pulang bersama Tyas     

Kayatri merasa senang bertemu dengan Tyas, karna dia tahu jika Tyas itu orangnya sangat baik hati, dan tentu hal itu bisa dia manfaatkan.     

"Kayatri kamu lapar enggak?"     

"Emm, lapar sih,"     

"Yaudah kita makan dulu yuk, di restoran depan,"     

"Aku sih mau-mau aja, tapi ...."     

"Tapi apa?"     

"Dompetku ketinggalan."     

"Owh gak papa, nanti biar aku yang traktir,"     

"Serius?!"     

"Iya, serius!"     

      

'Yes! akhirnya aku bisa makan enak hari ini,' batin Kayatri.     

"Duh, jadi ngerepotin kamu ya, Tyas, aku jadi gak enak nih,"     

"Ah, gak papa kok, lagi pula aku juga malas makan sendirian."     

'Huh, sering-seringlah ditraktir,' batin  Kayatri lagi.     

      

      

Dan sepulang dari cafe itu Tyas langsung mengantarkan Kayatri pulang.     

"Eh, rumah kamu masih jauh?" tanya Tyas.     

"Enggak kok, sebentar lagi sampai,"     

Dan saat itu Kayatri kembali dilema lagi. Rupanya dia belum bisa mengakui sepenuhnya. Bahwa dia benar-benar sudah jatuh miskin.     

Padahal awal bertemu Tyas dia ingin berbicara jujur kepada Tyas bahwa dirinya Sudah tidak punya apa-apa lagi seperti dulu. Tapi rasanya terlalu berat baginya. Dan menurutnya itu akan membuat dirinya merasa terlihat rendah.     

Dia benci orang kasihan kepadanya. Dan dia lebih suka orang yang terus memujinya.     

      

"Masih jauh," tanya Tyas lagi.     

"Enggak kok, sebentar lagi," jawab Kayatri.     

      

5 menit kemudian.     

"Rumah kamu yang mana sih, dari tadi gak nyampek-nyampek?" keluh Tyas.     

Dan Seuni pun langsung mengarahkan  jalan menuju komplek perumahan mewah.     

"Belok ke sana, Tyas!" ucap Kayatri.     

"Oh, ok."     

      

Dan diantara deretan rumah-rumah mewah itu Kayatri menunjuk salah satu rumah dengan cat biru langit, dan berjajar beberapa mobil di depannya.     

"Stop ini rumah ku," ucap Kayatri.     

"Wah, ini rumahmu?" tanya Tyas.     

Dan dengan senyum terpaksa Kayatri mengangguk.     

"Iya, ini rumahku, kamu mau mampir?" tanya Kayatri berbasa-basi.     

Dan Tyas pun tampak sedang berpikir akan mampir ke tempat itu atau tidak.     

Dan melihat hal itu Kayatri tampak sangat kawatir, jika Tyas mengiyakan ajakannya.     

      

Dalam hatinya berkata, 'jangan Tyas, jangan! please bilang tidak,'     

      

Dan dengan segera Tyas berkata, "Ah, mungkin lain kali saja ya, aku hari ini sedang ada urusan," ucap Tyas.     

      

'Huuuf... syukurlah,' batin Kayatri sambil mengelus dadanya yang terasa lega.     

"Yasudah, nanti kalau kamu mau ke rumahku kabari aku dulu ya," ucap Kayatri.     

"Ok, yasudah aku pulang dulu ya," tukas Tyas sambil menyetarter mobilnya. Dan dia berlalu pergi.     

      

"Huuuf, syukurlah aku bisa lega sekarang," ucapnya sambil memutar balik langkahnya.     

      

      

"Tidak masalahlah kalau aku harus berjalan kaki lagi, toh tidak terlalu jauh ini. Lagi pula yang terpenting perutku Sudah kenyang, maka tenagaku juga bertambah," gumamnya sambil berjalan santai.     

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.