Bullying And Bloody Letters

Jambak-jambakkan



Jambak-jambakkan

0"Ah, sialan! malah masuk ke toilet sih!" keluh Viola.     
0

Viola tampak cemberut, dan berjalan pergi meninggalkan Alex.     

      

Sementara Alex di dalam sedang menunggu Viola pergi, karna sebenarnya dia tidak ada niat untuk pergi ke toilet, tujuannya hanya untuk menghindari Viola.     

Sambil mengintip dari celah pintu toilet, dia mendapati jika langkah Viola sudah semakin jauh akhirnya Alex pun keluar.     

      

"Huh, hampir saja,"     

Dengan langkah santai Alex berjalan menuju kelas.     

Dan tepat saat itu juga, tiba-tiba Viola muncul dari sudut tembok. Rupanya Viola tidak benar-benar pergi meninggalkan Alex, dia hanya bersembunyi untuk menunggu Alex keluar dari dalam toilet.     

"Eh, Alex. Udah ke toiletnya? kok cepet banget sih?"     

Seketika Alex pun menjadi kaget, karna ternyata Viola masih mengikuti dirinya.     

"Kamu ngapain sih mengikuti aku?"     

"Ya, aku pengen ngobrol sama kamu aja,"     

"Ya tapi aku gak ada waktu, jadi sebaiknya kamu pergi aja dan jangan menggangguku!"     

"Ih, kamu kok kasar sih sama aku? bukan begitu cara memperlakukan seorang wanita, apa lagi wanita secantik aku," ucap Viola penuh percaya diri.     

      

Alex pun langsung pergi, dan dia kembali mempercepat langkahnya.     

Dia tak peduli dan enggan mendengarkan mulut Viola yang terus berbicara yang tidak-tidak.     

      

"Alex! Alex! tunggu dong!" teriak Viola memanggil Alex.     

"Minggir jangan ganggu aku! pergi ke kelasmu saja, kita ini, 'kan beda kelas!"     

      

      

Tringg....     

Bel masuk pun mulai terdengar, akhirnya Viola pun berhenti mengejar Alex dan kembali masuk kedalam kelasnya sendiri.     

      

***     

      

Jam istirahat.     

Alex dan Larisa berjalan menuju kantin. Dan tepat saat itu juga Viola melihat mereka berdua.     

Tentu hal itu membuat Viola merasa kesal kepada Larisa.     

"Ah dasar, Kuman! kenapa sih selalu saja mengikuti Alex," gerutu Viola.     

      

Dan Viola pun berinisiatif mendekati Alex, meski di samping Alex ada Larisa yang selalu bersamanya.     

Viola tidak yakin jika Alex berpacaran dengan Viola, meski dia sendiri sering melihat Larisa dan Alex selalu bersama dan tampak mesra. Karna menurutnya Larisa itu jauh di bawah level Alex, apalagi dengan dirinya baginya Larisa hanya seujung kuku saja.     

Jadi kalau pun Larisa memang benar berpacaran dengan Alex, dia tidak peduli, karna dia merasa lebih cantik dan lebih menarik dari Larisa, pasti Alex akan memilihnya walau butuh waktu.     

      

      

Dengan berjalan melenggang penuh percaya diri, Viola menghampiri Alex.     

"Pagi, Alex," sapa Viola dengan ramah.     

Dan posisinya memunggungi Larisa.     

Tentu hal itu membuat Larisa kesal dan merasa tidak di anggap, karna bisa-bisanya Viola menyapa Alex dengan ramah tapi pura-pura tidak melihat dirinya.     

      

"Ehem!" Dehem Larisa berharap agar Viola melihatnya.     

Lalu Viola pun hanya menengok sesaat ke arahnya lalu dia tersenyum tipis meledeknya.     

'Wah, gadis ini benar-benar sedang memancing amarahku,' batin Larisa.     

"Ehem!" sekali lagi dia mendehem.     

Kemudian Viola menoleh kearah Larisa lagi, dan kali ini dia membalikkan badannya dengan sempurna.     

"Upps, ada orang ya?" ucap Viola seolah meledek, sementara Larisa hanya menatapnya dengan kesal, tanpa bicara apa pun.     

'Mau aku bertingkah seperti apa pun, pasti si Cupu ini tidak akan berani melawanku, toh sejak dulu kan dia hanya sebagai langganan di bully, haha,' batin Viola.     

"Bisa tidak pergi dari hadapanku, kamu menghalangi pandanganku," tukas Larisa sambil menunduk.     

Dan melihat ekspresi Larisa yang seolah memaksakan diri untuk berani menegurnya, tentu membuat Viola semakin percaya diri menghina Larisa.     

"Ehem, aku menghalangimu ya?" tanya Viola.     

Dan Larisa tak menjawabnya, tapi wajahnya masih menunduk. Lalu Viola melanjutkan pembicaraannya.     

"Bagaimana kalau kamu saja yang pergi, dan biarkan aku duduk di sini bersama Alex," Viola memegang tempat duduk Larisa, dan berharap Larisa segera beranjak dari kursinya.     

      

Alex hanya melihat mereka berdua yang tampak bersitegang, dia sengaja tak membantu Larisa, agar Larisa sendiri belajar mengatasi masalahnya sendiri.     

"Larisa, ayo pergi! biarkan aku duduk di situ, karna aku lebih cocok berada di dekat Alex di banding kamu!"     

      

'Kenapa Alex tidak membantuku? Dan kenapa dia hanya memandangku kaku seperti itu?' batin Larisa.     

Larisa pun menatap ke arah wajah Alex dan menatap kedua bola mata Alex dengan tajam.     

Alex berbalik menatap Larisa dengan tajam, dia seolah memberikan kode bahwa dia menunggu kejutan apa yang akan Larisa lakukan untuknya.     

      

"Hey, Cupu! kamu itu tuli ya? kenapa kamu tidak mau pergi? aku kan sudah mengusirmu?"     

      

Seketika Larisa langsung berdiri dari tempat duduknya penuh yakin. Dan Viola menatap Larisa dengan heran,  dengan apa yang akan di lakukan Larisa, karna Larisa tampak berani. Tapi besar keyakinannya jika setelah berdiri maka Larisa akan langsung pergi dan meninggalkannya dengan Alex.     

      

Tapi ternyata tidak, Larisa meraih sebuah gelas yang berisi es teh manis kesukaannya kemudian dengan kasar pula dia menuangkan di atas kepala Viola.     

Viola pun terkejut dan tentu saja dia merasa tak terima atas perlakuan Larisa ini.     

"Hey! Cupu! beraninya kamu menyiram rambutku!" bentak Viola, sambil menunjuk wajah Larisa, "kamu tahu tidak kalau harga perawatan rambutku ini lebih mahal dari pada harga rumahmu yang jelek itu!" hina Viola.     

Larisa tampak mengernyitkan dahinya.     

"Kenapa kamu menatapku begitu, kamu kaget ya kalau aku tahu rumahmu yang jelek itu?" Viola tertawa meledek, "haha! saat aku tak sengaja melewatinya, ku pikir rumah mu itu adalah kandang ternak, tapi ternyata bukan. Karna aku melihatmu ada di dalamnya, haha,"     

"Terus kenapa kalau rumah ku jelek?"     

"Ah, sudahlah jangan bahas rumah, aku tadi tidak berniat membahasnya, dan sebaiknya kamu pergi dari kursi ini dan biarkan aku di situ. Karna gembel tidak pantas berada di sini," nyinyir Viola.     

      

Larisa sudah tidak tahan lagi akhirnya dia menggebrak meja dengan kasar, sampai Viola pun tersentak dan kaget, begitu pula dengan Alex, dia sampai mengelus dadanya. Tapi setelah itu Alex tersenyum.     

      

"Heh! Viola! dengar ya, rumahku memang jelek dan kalau di jual juga uangnya tidak sebanding dengan perawatan rambutmu perbualannya! tapi harga rumahku jauh lebih tinggi di banding dengan harga dirimu!" hina balik Larisa kepada Viola.     

Viola pun langsung melotot mendengar ucapan Larisa.     

"Apa kamu bilang?! harga diriku lebih rendah dari harga jual rumah kandang ayammu itu?!"     

"Iya! kenapa?! kamu tidak terima?!" tantang Larisa.     

"Ah, tentu saja! enak saja bilang kalau aku murahan!"     

"Ya karna memang kamu itu murahan!"     

"Heh maksudmu apa?!"     

"Ya kamu murahan, beraninya dekati pacarku! kamu tidak tahu kalau Alex itu pacarku!"     

"Aku tidak peduli tuh!"     

"Dasar, Cewek Gatel!" umpat Larisa dengan lantang.     

Dan Viola kembali melebarkan pupil matanya, lalu menarik rambut Larisa. Larisa pun juga tak terima, lalu dia juga membalas jambakan Viola.     

Dan mereka berdua pun saling jambak-jambakan.     

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.