Bullying And Bloody Letters

Bertemu Dengan Orang-orang Baik



Bertemu Dengan Orang-orang Baik

0Perasaan Larisa kembali terguncang lagi dengan peristiwa buruk yang menimpa Viola.     
0

Lagi-lagi Larasati menolongnya dengan cara berlebihan.     

Memang karna Larasati akhirnya dia dapat mengikuti ujian hari ini. Tapi karna hal itu Viola harus di larikan ke rumah sakit karna luka bakar yang cukup serius.     

      

"Sudah jangan terlalu di pikirkan Larisa," ucap Alex.     

"Bagaimana aku tidak memikirkannya, Alex. Viola jadi celaka karna aku," keluh Larisa.     

"Sudah, itu bukan salahmu, yang mencelakai itu Larasati, bukan kamu,"     

"Ya tapi tetap saja itu juga karna aku Alex, kalau bukan karna aku Larasati tidak akan mencelakainya." Ucap Larisa.     

"Udah-udah pokoknya jangan di pikirin, karna memang itu salah dari Viola sendiri, kalau dia tidak ada niat mencelakaimu, mungkin Larasati juga tidak akan mencelakainya."     

"Tapi, Lex, hik ...."     

"Sudah-sudah," Alex memeluk Larisa yang menangis itu.     

"Sekarang jangan pikirkan apa pun, dan fokus saja dengan ujian. Ingat target mu sekarang adalah nilai tertinggi agar kamu bisa mendapat beasiswa di kampus yang kamu impikan," tegas Alex, menasehati Larisa.     

      

Dan Larisa pun terdiam mendengar ucapan Alex, karna ucapannya memang benar adanya.     

"Iya, Lex. Kamu benar-benar harus fokus dengan tujuan awalku, mungkin juga kalau sudah lulus dari tempat ini maka, aku bisa bernafas lega, karna tidak ada lagi orang yang akan mengganggu dan Larasati juga, semoga tidak lagi menggangguku." Ucap Larisa penuh harap.     

"Semoga saja ya, aku juga berharap begitu Larisa,"     

"Terima kasih ya, Alex. Kamu selalu ada untuk mendukung dan menenangkanku. Tapi meski begitu, aku akan tetap berusaha untuk tidak bergantung kepadamu,"     

"Nah begitu dong! ini baru namanya Larisa yang kuat,"     

"Hihi, makasi Alex, aku jadi semangat lagi nih,"     

"Ok, kalau sudah semangat ayo kita pulang! mau sampai kapan kita berada di parkiran begini?"     

"Oh, iya ya! ayo!"     

"Pakai helmnya dong!"     

"Oh iya, bantuin dong!" Larisa menyodorkan tali helmnya ke arah Alex.     

"Tuh, 'kan manja!" ketus Alex.     

"Eh, iya ya! itu termasuk manja!" Larisa langsung memasangnya sendiri.     

Tapi kelihatannya, sangat sulit sekali saat Alex, melihat Larisa memasangnya.     

Dan akhirnya Alex meraih helm itu dan masangkannya.     

"Sudah sini aku yang pasangin!"     

"Katanya manja,"     

"Yaelah, bercanda Larisa!"     

Dan Larisa pun tersenyum.     

"Jangan senyum-senyum dong,"     

"Loh, kenapa?"     

"Gak tahan,"     

"Gak tahan kenapa?"     

"Gak tahan pengen ...." Alex mencubit pipi Larisa, "pengen cubit pipi kamu yang lagi senyum, hehe!"     

"Ih, Alex, sakit tahu!"     

"Masa?"     

"Alex!" teriak Larisa.     

Larisa pun berbalik mencubit pipi Alex.     

"Akh!" teriak Alex yang kesakitan.     

"Enak?" ledek Larisa.     

"Oh, awas ya!" ancam Alex dan dia langsung turun dari motornya lalu mengejar Larisa.     

"AHHH KABUR!" Larisa pun berlari kencang.     

Dan Alex langsung mengejarnya. Lagi-lagi mereka malah kejar-kejaran bukannya langsung pulang.     

Dan tepat saat itu juga, tak sengaja Larisa menabrak Tyas.     

Bruk!     

"Aww! Larisa! Alex! kalian ngapain sih kayak anak kecil?!" teriak Tyas.     

"Maaf, Bu. Alex tu Bu," Larisa berlindung di balik badan Tyas.     

"Ah, sudah! ayo pulang!" bentak Tyas.     

Lalu mereka berdua pun menghentikan aksi kejar-kejarannya. Dan mereka pulang bersama Tyas. Karna Tyas mengajak mereka makan di cafe terlebih dahulu.     

"Kalian naik motor duluan ya, dan jangan lupa pesankan makanan untuk saya, karna saya pasti agak terlambat  akibat jalanan yang macet," ucap Tyas.     

"Baik, Bu Tyas! tapi yang traktir tetap Bu Tyas, 'kan?" ledek Alex.     

"Iya, Alex tenang saja!" jawab Tyas.     

      

      

***     

      

Setelah sampai di Cafe tujuan, Larisa dan Alex sudah duduk rapi dengan pesanan makanan yang sudah berjajar rapi, di meja.     

"Wah, Bu Tyas belum sampai juga, keburu dingin nih, makanannya." Keluh Larisa.     

"Mungkin sebentar lagi, memang jalanannya yang sangat macet. Untung kita tadi naik motor ya," ucap Alex.     

"Iya," jawab Larisa.     

      

Dan tak lama Tyas pun sampai dengan  wajah yang kusut dan lelah karna habis terkena macet.     

"Aduh, capek banget," keluh Tyas.     

"Wah, macet parah ya, Bu?" tanya Larisa.     

"Ugh, Parah sekali, untuk saja kalian naik motor jadi bisa sampai duluan," ucap Tyas.     

"Yasudah, makan dulu, Bu Tyas. Pesanannya keburu dingin nih," kata Larisa.     

"Wah senang habis lelah langsung ada makanan di depan mata tanpa harus memesannya," tukas Tyas.     

"Iya, dong! sesuai dengan perintah, Bu Tyas," kata Larisa.     

      

Sambil menyantap hidangan yang mereka pesan, Tyas pun membahas soal komputer yang meledak tadi.     

Tentu hal itu kembali mengganggu pikiran Larisa yang sudah agak tenang.     

"Huh, saya tidak habis pikir kenapa bisa ada kejadian komuter yang meledak, ini benar-benar aneh dan membuat runyam," keluh Tyas.     

Dan seketika Larisa langsung terdiam dan murung.     

Dan melihat hal itu, Alex langsung berbicara kepada Tyas, agar dia tidak membahas kejadian itu lagi di depan Larisa.     

"Bu Tyas, bisa tidak jangan bicarakan itu," kata Alex dengan pelan.     

"Loh, mangnya kenapa?" tanya Tyas.     

"Karna Larisa jadi bersedih karna hal itu," jelas Alex.     

"Hah! memangnya kenapa?" tanya Tyas lagi.     

      

Dan karna sudah terlanjur, akhirnya Larisa pun menceritakan semuanya, tentang kejadian yang telah menimpa Viola itu.     

Dan tentu saja hal itu membuat Tyas merasa kaget.     

"Jadi ini semua ulah Lara?"     

"Iya, Bu Tyas," jawab Larisa.     

Tyas menggelengkan kepalanya, sementara Larisa tampak murung dan langsung menundukkan kepalanya.     

"Sudah-sudah! tidak usah bersedih, karna ini bukan salah kamu. Dan jangan salahkan Larasati juga, karna dia melakukan ini semua karna ingin membantumu  dia tidak mau kamu gagal ujian dan tidak bisa lulus dari sekolah ini. Dia hanya tidak mau melihat gadis lugu seperti mu hancur karna ulah orang yang iti kepadamu," tutur Tyas.     

"Iya, Bu Tyas." Jawab Larisa.     

"Ya sudah ayo kita makan saja, stop bahas yang ini. Karna saya sudah sangat lapar." Ucap Tyas.     

      

Dan di saat mereka tengah asyik makan di cafe itu, tiba-tiba Kayatri datang dan menghampiri mereka.     

"Tyas, kamu di sini juga?" sapa Kayatri antusias.     

Dia tidak tahu jika ada Larisa yang tengah bersama Tyas, karna posisi duduk Larisa yang membelakanginya.     

Kemudian karna mendengar suara Kayatri Larisa pun menengok ke arahnya.     

"Loh ini, 'kan, Ibu yang kemarin?" tanya Larisa.     

Seketika Kayatri pun langsung kaget, saat melihat ternyata ada Larisa juga di tempat ini.     

Kayatri menjadi sedikit malu, karna kemarin dia belum membayar sate di tempat Larisa.     

"Bu, kenapa waktu itu langsung pergi? Ibu, 'kan—"     

"Ah, iya, kemarin saya buru-buru jadi lupa bayar, tapi tenang saja nanti biar saya bayar." Ucap Kayatri yang sedang beralasan.     

"Loh, kalian saling kenal?" tanya Tyas yang heran.     

"Iya, beberapa hari yang lalu, karna saking laparnya aku mampir ke tempat sate dia, dan karna buru-buru aku lupa membayarnya." Jelas Kayatri.     

"Kamu habis dari mana, Kayatri? ayo duduk kita makan bersama?" ajak Tyas.     

"Ah, tidak perlu, saya hanya mau minta nomormu saja. Karna waktu itu aku lupa memintanya,"     

"Oh, iya. Yasuh mana nomormu, biar aku catat."     

"Ah, baiklah,"     

Kayatri mengeluarkan ponselnya, lalu menuliskan menyebutkan angka-angka dari nomornya.     

Dan setelah mendapatkan nomor Tyas, Kayatri pun langsung pergi dari cafe itu.     

      

"Bu Tyas, kenal dengan Ibu yang tadi?" tanya Larisa.     

"Tentu saja. Dia, 'kan juga alumni Superior High School, angkatanku,"     

"Oww, jadi begitu ya," Larisa mengangguk-anggukkan kepalanya pertanda dia sudah paham.     

"Oh, iya, aku dengar Mamah kamu juga Alumni Superior High School ya, Lex?" tanya Tyas kepada Alex.     

"Iya, Bu Tyas."     

"Kalau begitu siapa namanya, barang kali kenal, karna jujur aku belum sempat bertemu langsung dengan Mamah kamu. Karna kamu anak baik-baik jadi aku tidak perlu memanggil Mamah kamu,"     

      

"Ah, Bu Tyas, bisa saja. Saya yakin Bu Tyas mengenal Mama saya, karna dia satu kelas dengan Larasati dan nama Mama saya adalah, Rani Atmatya."     

      

"Oh, iya-iya, saya tahu sekarang, Jadi Mama kamu Rani Atmatya ya, tapi jujur saya dulu tidak terlalu akrab dengan Mama kamu. Karna Mama kamu mohon maaf, suka pilih-pilih orang untuk berteman" jelas Tyas dengan jujur.     

"Iya, saya tahu Bu Tyas,"     

"Maaf, ya Alex, saya tidak bermaksud menyinggung perasaan mu tentang, Mama kamu, "     

"Tidak apa-apa kok, Bu Tyas. Bahkan saya sudah tahu jika, Mama saya turut menghina Larasati saat dia di bully. Yah meski beliau tidak turut membully langsung, tapi dia ikut menertawainya." Tutur Alex.     

"Tapi meski begitu, Tante Rani sangat baik kok, buktinya dia banyak menolong saya. Dan membantu merubah penampilan saya," ucap Larisa menyela pembicaraan mereka.     

"Wah, benarkah?!"     

"Iya, berkat, Tante Rani saya bisa berubah seperti ini, coba kalau tidak saya pasti akan tetap menjadi Larisa yang jelek dan tidak pandai menjaga penampilan," jelas Larisa.     

"Yah, Meski dulunya Mama saya, kurang baik. Tapi sekarang beliau sudah banyak berubah, beliau mulai sadar, jika sikapnya terhadap Larasati dulu sudah keterlaluan," jelas Alex.     

"Wah, syukurlah. Saya harap suatu hari nanti saya bisa bertemu dan mengobrol bersama Rani" ucap Tyas     

"Iya, Bu Tyas,"     

"Ya sudah, salam ya buat Mama kamu,"     

"Iya, nanti saya sampaikan kepada beliau,"     

"Yasudah berhubung sudah mulai sore, sebaiknya kita pulang dulu ya, dan kalian kan juga harus belajar,"     

"Iya, baik, Bu Tyas," ucap serempak Larisa dan Alex.     

      

Merek bertiga pun mulai meninggalkan cafe itu.     

Tyas pulang dengan mobilnya, sementara Alex pulang mengantarkan Larisa terlebih dahulu.     

"Alex, Bu Tyas, itu baik banget ya,"     

"Iya,"     

"Aku merasa beruntung bisa mengenal orang-orang baik, seperti Bu Tyas dan kamu, karna berkat kalian sekarang aku merasa menjadi orang sungguhan."     

"Loh, memangnya dulu kamu bukan orang?" ledek Alex.     

"Bukan, dulu aku hantu!" ketus Larisa.     

"Wahahaa! wah bisa ngelawak nih sekarang!"     

"Bukan nglawak, tapi itu lagi kesel, ALEX!"     

"Haha! ya maaf deh, bercanda, Hantu,"     

"Apa?!" Larisa memukul helm Alex.     

***     

      

Tak terasa sudah sampai juga di depan rumah Larisa.     

"Makasi ya, Alex udah nganterin aku," ucap Larisa.     

"Iya, Sayang,"     

Dan Larisa tersenyum, "Pulangnya hati-hati ya," ucap Larisa sambil melepas Helmnya.     

Dan dia mulai berjalan menjauh, tapi Alex langsung memegang tangan Larisa.     

"Larisa," panggil Alex.     

"Iya, ada apa, Alex?"     

Dan Alex langsung meraih tubuh Larisa mendekat kearahnya, lalu dia memejamkan matanya dan hendak mencium Larisa.     

      

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.