Bullying And Bloody Letters

Season2 Kepulangan Dimas



Season2 Kepulangan Dimas

0Dalam sebuah kamar yang ukuranya lumayan sempit namun terlihat sangat rapi.     
0

Mentari tidur terlentang sambil memegang buku diary di tangannya.     

"Kenapa gadis itu memberikan buku diary ini? lalu kenapa tidak memberikan kuncinya,"     

Sambil melihat-lihat buku itu dengan membolak-balikkannya.     

"Kalau tidak ada kuncinya, bagiamana aku bisa membukanya?"     

Kemudian Mentari melihat di mejanya ada jepit kecil, atau orang biasa menyebutnya, jepit biting.     

"Oh, iya kenapa gak aku coba buka dengan ini saja," Dan Mentari menusukkan jepit itu kedalam gembok diary dan sedikit menggerakkannya memutar.     

Ceklek!     

"Eh, berhasil,"     

Mentari samgat bajagia karna akhirnya buku itu berhasil dia buka.     

Tapi terdengar dari luar ada yang mengetuk pintunya dengan kasar dan menyebut namanya dengan nada tinggi.     

Suara yang tidak asing lagi baginya.     

Suara itu adalah Karina Tantenya.     

Seketika Mentari langsung berfiri dan membuka pintunya.     

Ceklek!     

"Ada apa, Tante?" tanya Mentari.     

Plak!     

Sebuah tamparan kembali mendarat di wajahnya.     

"Dasar anak sialan! kamu budek ya?!"     

"Ah, maaf, Tante, Mentari gak dengar,"     

"Makanya kuping di pakai!" Karina menjewer telinga Mentari.     

"Ah, ampun Tante sakit!"     

"Kamu tahu ini berapa?! kenapa belum masak juga, sayuran dan semua baham dudah ada, tapi kenapa kamu malah santai-santai saja dan tidak segera memasak?!"     

"Maaf, Tante. Mentari hanya ingin istirahat sebentar, kaki Mentari sakit, tadi mentari pulang jalan kaki, cepek bemget Tante," jelas Mentari dengan wajah yang memelas.     

"Kamu pikir saya peduli?!" Karina melepas jeweran di telinga Mentari.     

"Cepat masak sekarang juga! karna saya sudag lapar!"     

Dan akhirnya Mentari menuruti perintah sang Tante, padahal hari ini badannya sangat lelah sekali. Bahkan perutnya juga terasa sangat lapar, karna dia belum sempat makan.     

Dia barubsaja melewati hark yang berat dan cumup melelahkan di sekolah. San sekarang maskh nuga di tambahi dengan beban kerjaan rumah dati Tantenya.     

Dengan pelan-pelan, Mentari berdiri sambil memotonh-motong wortelnya     

Sesekali dia membolak-balikkan ayam di wajan yang sedang ia goreng.     

Badannya benar-benar terasa lelah, hingga tak sadar dia pun akhirnya terjatuh, dan pingsan.     

Karina yang sedang berada di ruang tv sambil mengotak-atik ponselnya, tiba-tiba hidungnya mulai mencium aroma masakan gosong.     

Dan itu adalah aroma ayam yang sedang di goreng oleh Mentari.     

Seketika dia mengahampiri Mentari yang sedang tergeletak.     

"Astaga! malah pingsan!"     

Karina pun kalap dan langsung mematikan kompornya.     

"Dasar anak sialan! di sirih masak malah pingsan! bikin repot saja!"     

Karina menendang-nendang kaki Mentari.     

"Hey! bangun!" teriak Karina membangunkan Mentari.     

Karina menepuk-nepuk wajah Mentari, tapi Mentari tidak juga terbangun.     

Hingga akhirnya dia membaea segayung air untuk membanngunkaknya.     

Dia menguyurkan air di wajah Mentari, dan akhirnya Mentari pun terbangun.     

"Heh! dasar anak tidak berguna! di surih masak malah pingsan!"     

"Maaf, Tante,"     

"Pergi ke kamar sana!" bentak Karina.     

"Iya, Tante," jawab Mentari denag wakah yang ketakutan.     

"Bikin, repot saja!" gerutu Karina.     

"Ada apa, Ma?" tanya Sandra yang baru saja datang.     

"Biasa, anak itu bikin maslah lagi," ketus Karina.     

Dan Sandra melihat keadaan dapur, "Berantakan banget, belum ada makanan yang sudah matang, terus kita maka malam pakek apa, Ma?"     

"Sudah kita makan malam di luar aja!" hawan Karina dengan ketus lagi.     

"Yes!" Sandra tampak sangat bahagia mendengar ajakan ibunya, "asyik! lagian bosan makan di rumah terusa,"     

Tanpa beban dan tanpa bersalah ibu dan anak itu pun meninggalkan Mentari sendirian di rumah, yang sedang sakit belum makan sejak pagi.     

Mereka sasama sekali tidak peduli dengan Mentari.     

Sementata itu di kamarnya, tampak Mentari merebahkan tubuhnya.     

Dia merasa tubuhnya benar-benar lemas, dan sekarang juga sudah mulai demam.     

Mentari menutup tubuhnya dengan selimut tebal dan memejamkan mata.     

Tapi selilas dia kembali teringat dengan buku diary yang berhasil terbuka tadi.     

"Buku diary?"     

Dia langsung meraihnya dan melihat di dalamnya.     

Ada senuah surat terselip dalam. Buku diary itu.     

Mentari meraih surat itu dan menbacanya.     

'kamu tidak sendiri, di sini ada aku, aku akan setia menemanimu,' tulisan dalam surat itu.     

"Ini maksudnya apa?" Mentari tampak bingung.     

Lalu sia membuka lembaran buku diary itu di halaman berikutnya.     

'Tulis nama-nama orang yang sudah menyakitimu,' bunyi dalam tulisan itu.     

Dan hal itu membut Mentari sedikit bingung.     

Apa maksud gadis itu memberikan buku diary ini kepadanya.     

Sambil memikirkan hal itu, Mentari kembalinmerebahkan tubuhnya, karna dia merasa sangat pusing.     

Kemudian dia pun tertidur, tanpa makan tanpa minum.     

***     

Tak terasa pagi pun tiba, dan Mentari mulai membuka mata, dia melihat baru puku 06:00.     

Dia ingin bangun untuk siap-siap mandi dan berangkat ke sekolah, tapi sayangnya, tubuhnya terasa semakin tidak enak.     

Mungkin hari ini dia tidak bisa berangkat ke sekolah dan mengikuti kegiatan MOS hari kedua.     

"Aku lemas sekali, bagaimana ini?"     

Masih dengan srlimut tebalnya, Mentari membungkus tubuhnya.     

Dan tepatbsaat itu juga Tantenya mengetuk pintu kamarnya.     

Tok tok tok!     

"Mentari," panggi Karina.     

Tapi kali ini suaranya benar-benar terfemgar sangat lembut, berneda 180° dari biasanya,     

Ceklek!     

Brrrr "Iya, Tante, ada apa?" jawab Mentari denga tubuh menggigil.     

"Ah, kamu sakit?" Karina memegang kening Mentari.     

"Sekarang kamu pindah ke kamar sebelah ya, biar Sandra yang tidur di sini," bisik Karina kepada Mentari.     

"Tapi—"     

"Udah ayo cepetan," Karina menarik paksa tangan Mentari.     

"Sudah mulai selarang kamu tidaur di sini dan jangan bilang macam-macam denga Om kamu,"     

"Iya, Tante."     

"Bagus, anak pintar, " sambil mengelus rambut Mentari.     

Dan dari luar terdengar suara memanggil Mentari. Suara yang tidak asing lagi di telinga Mentari, dan siapa lagi kalau bukan, Dimas sang paman.     

'Om Dimas?' ucapnya dalam hati.     

Tentu saja dia langsung mengapa sang Tante bertinglah sedokit lembut kepadanya. Rupanya hari ini suaminya sedang pulang ke rumah.     

Hal yang selaku terjadi berulang-ulang, dia akan di suruh pindah kamar dan di perlakukan sedikit manusiawi.     

"Hey, Mentari keponakan Om yang cerdas, kok belum siap-siap ke sekolah sih?" tanya Dimas.     

"Maaf, Om. Mentari gak sekolah, Mentari lagi gak enak badan," jawab Mentari.     

Dimas langsung mendekat ke arah Mentari, dia hendak memegang keponakan tersayangnya itu.     

"Eh, gak papa kok, Mas," Karina menghentikan tangan Dimas yang akan mendarat di kening Mentari itu, "hari pertama masuk sekolah, jadi dia kecapean," tukas Karina menenangkan suaminya.     

"Oww, iya, Mas Dimas mau di masakin apa?"     

"Ah, gak usah, kita delivery aja ya,"     

"Oww, gitu yasudah aku pesenin deh,"     

"Jangan lupa Mentari juga di pesankan makanan kesukaannya ya,"     

Seketika Karina langsung menarik ujung bibirnya, karna merasa kesal melihat suaminya terlalu perhatian kepada Mentari.     

Dan tak lama makanan pesanan meteka pun sampai.     

Dengan wajah yang seolah-olah bahagia dan iklas, Karina mengantarkan makanan itu ke kamar Mentari.     

Tok tok tok!     

"Tari, buka pintunya, Sayang!" panggil Karina demgan suara renyahnya.     

Ceklek!     

"Iya, Tante ada apa?" sahut Mentari dengan suara lemas.     

"Ini, Tari, Tante belikan kamu makanan kesukaanmu, jangan lupa di makan ya," ucapnya dengan duara lemah lembut dan ramah.     

"Iya, Tante, terima kasih,"     

Dan serah itu Mentari langsung menutup pintunya.     

Dan di belakangnya ada Dimas yang sudah menghampirinya.     

"Mah, sudah di berikan ke, Mentari, makanannya?"     

"Iya, Pah, sudah! ayo kita makan sekarang!"     

"Ah, iya,"     

Mereka beedua oun bergandengan tangan menuju ruang makan.     

Sambil berjalan Dimaa pun mengungkapkan betapa bersyukurnya dia mendapatkan Karina.     

"Ma, Papa sangat berterima kasih karna Mama sudah menjaga Tari dengan baik,"     

"Iya, Pa, gak masalah, Tari kan juga keponakan Mama juga,"     

"Iya, dan dia sangat berharga bagi Papa, kalau tidak ada dia kita bukan apa-apa, dan sekarang mungkin kita masig tinggal si sebuah kontrakan kecil,"     

"Iya, Pa, Mama tahu, makanya, Mama sangat menyayangi Mentari, sudah seperti anak sendiri."     

"Sekali lagi terima kasih ya, Ma,"     

Sambil memyantap makan malam mereka, Dimas dan yang lainnya sking mengobrol menceritakan segala kegiatan-kegiatan yang mereka jalani hari ini.     

"Owwh iya, Pap gak bisa lama-lama di rumah karna besok Papa mau terbang ke Surabaya, ada pertemuan bisnus dengan rekan Papa,"     

"Yah, Papa, Sandra kan masih kangen,"     

"Sama, Mama juga kangen,"     

"Sabar ya, minggu depan Papa pulang lagi, kalian mau oleh-oleh apa?"     

"Ah aku belikan tas baru ya, Pa!" ucap Sandra penuh semangat.     

"Ok, kalau Mama, mau oleh-oleh apa?"     

"Mama, oleh Papa aja, kalau Papa pulang dengan selamat Mama udah bahagia,"     

"Ciye!" ledek Sandra.     

"Oh iya, ngomong-ngomong soal oleh-oleh, tadi Papa juga belikan oleh-oleh untuk kalian semua, dan jangan lupa yang kotak warna merah berikan kepada Mentari ya," tukas Dimas.     

Dan mendengar hal itu seketika raut wajah Sandra dan Karina pun langsung berubah.     

Tentu raut wajahnya menjadi sangat kesal, tapi saat Dimas melirik ke arah mereka, mereka pun langsung berubah ekspresi dan kembali menjadi ceria lagi.     

"Iya, Pah siap!" sahut Sandra sambil formasi hormat.     

Dan Dimas mengus rambut Sandra dengan gemas.     

***     

Esok harinya, setelah keberangkatan Dimas ke Surabaya.     

Karina dan juga Sandra mengecek, oleh-oleh yang pemberian dari Dimas     

Dan karna merasa penasaran dengan oleh-oleh milik Mentari.     

Dan setelah membukanya, mereka pun langs syok karna hadiah untuk Mentari jauh leboh bagus dari punya Sandra.     

"Gila, aku ini anaknya Papa bukan sih, Mah?! kenapa tas mikik si Dekil itu lebih bagus dari puntaku?!"     

"Mama, juga gak habis pikir Sayang, kenapa Papa mu bisa begini,"     

"Aku benci dengan Tari, dia itu benar-benar sangat menyebalkan!"     

"Sabar Sayang, kita ambil saja oleh-oleh untuk, Tari, toh Papa juga tidak tahu ini,"     

"Soal itu sudah pasti, hanya saja aku masih sangat kesal Ma, sama Tari!"     

"Ssst ... sabar Sayang,"     

Dan tepat saat itu Mentari sedang ingin pergi ke toilet dan tak sengaja melihat mereka yang mendebatkannya hanya karna sebuah oleh-oleh saja.     

Meski Mentari juga tahu kalau sebenarnya, benda yang di perdebatkan itu adalah miliknya.Tapi dia sudah tidak perduli lagi, karna ini sudah sering terjadi.     

Dia tidak mau bertengkar dengan siapa pun, Mentari hanya ingin bekerja di rumah dengan baik.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.