Bullying And Bloody Letters

Tulisan Yang Hilang



Tulisan Yang Hilang

0Setelah dari toilet, Mentari kembali masuk ke dalam kamarnya.     
0

Badannya sudah agak mendingan, karna kemarin sang paman sudah membelikan obat dari apotek untuknya.     

Mungkin hari ini dia hanya butuh sedikit istirahat saja untuk pemulihan.     

      

Kembali dia merebahkan tubuhnya dan menarik selimutnya kemudian memejamkan mata.     

Tapi tiba-tiba saja dari luar terdengar ketukan pintu secara kasar, dengan suara lantang seperti biasa.     

Dan tentu saja, siapa lagi kalau bukan sang bibi yang super galak.     

      

"Tari! cepat buka pintunya! kamu budek ya!?"     

Ceklek!     

"Iya ada apa, Tante?"     

Toyor, "Kamu gak lihat jam!? Jam berapa ini?! anak saya sudah kepalaparan belum sarapan, kamu malah enak-enakkan tidur!"     

"Tapi, Tante—"     

"Ayo cepat masak, buatkan Sandra nasi goreng sekarang juga!"     

"Ba-baik, Tante," tidak melawan.     

      

Sambil menangis Mentari menyiapkan bahan untuk membuat nasi goreng. Dia harus mengurusi orang yang sehat untuk membuatkan makanan, sementara dia yang sakit saja di abaikan.     

"Kenapa, Tante selalu jahat? salahku apa?"     

Dengan satu tangan menumis bumbu, dan tangan yang satu lagi menghapus air matanya.     

      

Setelah selesai memasak, dia pun menghidangkan di atas meja, tepat di hadapan Sandra.     

"Ini sarapannya, San,"     

"Ih, gak sopan banget ya panggil aku nama, harusnya kamu panggil aku, Kak. Karna usiaku lebih tua dari kamu!" bentak Sandra.     

"Tapi—"     

"Tapi apa lagi?!" Sandra menjambak rambut Mentari, "kamu mau bilang karna kamu anak dari Kaka Papaku jadi kamu harus sok tua di depanku?!"     

Sandra melepas jambakannya dengan kasar.     

"Dengarnya sekali lagi aku dengan kamu memanggilku nama! maka aku akan menghajarmu!" ancam Sandra.     

"Ba-baik, Kak Sandara."     

"Dan ingat! saat di sekolah kamu harus memanggil ku dengan sebutan, Non! karna orang taunnya kamu itu pembantuku!"     

"Iya, Kak," jawab Mentari dengan memelas.     

"Yasudah sana pergi! males banget makan di lihatin sama gembel!" bentak Sandra lagi.     

      

      

Lalu Mentari pun mulai melangkah dan hendak pergi kamarnya.     

"Eh, mau kemana!?" teriak Karina sang Bibi.     

"Ma-mau ke kamar Tante,"     

"Ingat, cucian masih banyak, dan rumah jangan lupa di pel, karna hari ini aku akan pergi arisan, aku gak mau tahu, begitu aku pulang pokoknya rumah harus bersih!" ucap Karina mewanti-wanti.     

"Baik, Tante," menundukkan  sesaat kepalanya.     

"Yasudah sana pergi!"     

      

Mendengar bibinya akan pergi hari ini membuat mentari menjadi sedikit lega.     

Mungkin dengan begitu dia bisa beristirahat sesaat dan tidak mendengar ocehannya sesaat untuk sementara waktu.     

Kembali mentari masuk ke dalam. Kamarnya, lalu dia membuka lembaran diary itu.     

Dia ingin menulis sesuatu tentang segala kesedihannya.     

Dia tahu bahwa tidak ada seorang pun yang bisa dia ajak bicara dan meluapkan segala keluh kesahnya.     

Mungkin dengan menulis dalam buku dairy ini maka hatinya akan merasa sedikit tenang.     

      

'Dear Diary     

Hari ini selalu saja aku, di perlakukan tidak manusiawi oleh Tante dan juga Sandra. Mereka selalu menyuruh ku bekerja dan memaksaku melakukan hal-hal berat yang juju aku sendiri tidak bisa melakukannya.'     

      

Lalu dia menghentikan tulisannya, dan dia kembali teringat dengan tulisan buku diary di halaman yang kedua.     

Tentang sebuah ajakan untuk menulis nama-nama orang yang sudah menyakitinya.     

Dan itu masih membuatnya merasa sangat bingung.     

Dia sendiri juga masih bingung dengan sosok gadis yang menemuinya dua hari yang lalu.     

Tentang siapa gadis itu dan kenapa dia tiba-tiba datang lalu tiba-tiba pergi tanpa permisi.     

Dia juga mendengar sesaat setelah gadis itu pergi, lagi-lagi ada yang membicarakannya di belakang.     

Tapi ini bukan soal penampilannya, tapi soal dia yang berbicara sendiri.     

Yang artinya, saat dia mengobrol dengan gadis misterius itu tidak ada yang melihatnya.     

"Lalu dia itu siapa?" Mentari menggaruk-garuk kepalanya.     

"Hah, aku tidur dulu, Tante pulang sekitar 2 jam, Mungkin kalau aku tidur selama 10 atau 20 menit tidak apa-apa, kan lumayan untuk mengurangi kantuk setelah meminum obat," tuturnya, lalu dia pun tertidur sambil memeluk buku diary itu.     

Dan tepat saat itu tiba-tiba, gadis tuna wicara itu hadir dalam mimpinya.     

Tapi gadis itu tak berbicara sepatah kata pun kepada Mentari, dia hanya tersenyum, lalu memeluk tubuhnya.     

"Kamu cantik sekali, terus kenapa kamu mau berteman denganku? Aku, 'kan jelek?" tanya Mentari kepadanya.     

Gadis itu mengatakan kalau Mentari cantik, tapi dengan bahasa isyarat, lalu Mentari sedikit memahami apa yang di katakan oleh gadis itu.     

Karna setelah pertemuan pertamanya waktu itu, Mentari langsung mencari tahu tentang bahasa isyarat di internet, sehingga dia mengerti maksud dari kata gadis itu walau hanya sedikit.     

Dan meskipun begitu, Mentari masih tak yakin, dan masih takut jika dia salah mengartikannya, dan akhirnya dia bertanya lagi kepada gadis itu.     

      

"Itu maksudnya aku cantik ya?"     

Dan gadis itu pun mengangguk sambil tersenyum.     

"Wah, kamu bilang aku cantik?!" Mentari memastikan sekali lagi dan gadis itu tersenyum.     

"Kamu itu berlebihan, aku itu tidak cantik, dan aku itu jelek. Banyak yang bilang begitu," keluh Mentari.     

Lalu  Hadis itu pun memegang pundak Mentari dan berbicara dengan bahasa isyarat lagi, tapi kali ini Mentari tidak mengetahuinya karna dia berbicara terlalu cepat.     

"Aku gak tahu kamu ngomong apa sekarang, tapi aku sangat berterima kasih kamu sudah mau berteman denganku,"     

Gadis itu menjawabnya sambil tersenyum.     

"Oww, iya, nama kamu siapa?" tanya Mentari.     

Kemudian gadis itu menunjuk ke sebuah diary yang sedang ada di tangan Mentari.     

Lalu mentari menengok ke arah bukunya dan setelah dia menengok kembali ke arah gadis itu, ternyata dia sudah menghilang.     

"Loh, kok malah pergi sih?"     

Kemudian Mentari pun terbangun dari tidurnya.     

"Ya ampun, karna saking penasarannya dengan gadis itu, sampai terbawa mimpi," tukasnya sambil membuka selimutnya, dan dia meletakkan buku diary itu di atas meja.     

Tapi melihat buku itu, membuatnya, teringat kembali dengan gadis dalam mimpi tadi. Gadis itu menunjuk buku diary ketika di tanya siapa namanya.     

Akhirnya Mentari meraih kembali buku itu lalu dia membukanya.     

Dan benar saja di halaman pertama tertulis sebuah nama dengan huruf kapital, CINTA AYUDIA.     

      

"Apa ini nama gadis itu?"     

Kemudian Mentari membuka halaman yang lainnya. Dan dia menemukan sebuah tulisan curahan hati Cinta.     

      

'Dear diary     

Cinta gak tahu, kenapa semua orang membenci Cinta? Mama, Papa dan teman-teman membenci Cinta, padahal Cinta gak salah apa-apa, apa karna Cinta bisu?'     

      

Satu bait yang telah di baca, dan hal itu membuat Mentari bisa menebak, jika Cinta adalah gadis yang memilik nasib yang hampir sama dengan dirinya.     

Tapi dia belum terlalu yakin  juga karna Mentari beru membaca satu halaman itu saja curahan hati Cinta, dan di halaman yang lainnya masih terlihat kosong. Bahkan tulisan kemarin yang dia baca serta tulisan tadi yang dia tulis pun juga sudah hilang.     

Sejujurnya Mentari sangatlah bingung dengan semua ini. Dari tulisan diary yang hilang sendiri, gadis misterius dan juga mimpinya yang aneh.     

      

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.