Bullying And Bloody Letters

Mentari Yang Menakutkan



Mentari Yang Menakutkan

0Dan tak lama terdengar suara mobil yang masuk ke area rumahnya.     
0

Dan tepat saat itu dia mengintip di balik jendela ternyata adalah sang bibi yang sudah pulang.     

"Hah! kenapa, Tante Karina, sudah pulang?"     

Seketika Mentari menjadi panik karna kepulangan sang bibi yang lebih cepat dari biasanya.     

Dengan langkah cepat dan wajah sedikit kesal, Karina memasuki rumahnya.     

"Sudah dandan rapi begini, di bela-belain pagi-pagi sudah blow rambut tapi malah gak jadi arisan," gerutu Karina.     

      

Ceklek!     

Knop pintu pun mulai terdengar ada yang membukanya.     

Akhirnya, Mentari segera beranjak dari kamarnya.     

Kalau dia tidak segera beranjak maka ocehan bahkan perlakuan kasar sudah pasti akan dia dapatkan.     

Mentari segera meraih sapu untuk membersihkan lantainya.     

Tapi Karina keburu datang dan...     

"Mentari! sejak tadi kamu ngapain aja! kenapa baru nyapu?!" teriak Karina.     

"Ma-maaf, Tante,"     

"Akh! dasar!" Karina meraih rambut Mentari dan menjambak seenaknya.     

"Kamu itu males banget sih!?"     

"Ah, ampun  Tante, Tari kan sedang sakit Tante, makanya Tari istirahat dulu,"     

"Heleh! alasan aja! kamu pikir saya peduli? saya maunya rumah saya ini menjadi bersih!"     

Mentari hanya terdiam tak melawan, dan lagi-lagi hanya air mata yang menetes di pipinya. Sebagai wujud protes atas perlakuan sang bibi.     

      

Tapi tiba-tiba saja ada yang aneh dengan tubuhnya, dan seperti ada sesuatu yang merasuk. Entah apa itu yang jelas seketika tubuhnya menjadi sedikit berat dan terasa sedikit panas lalu dia tidak bisa mengontrol pikirannya sendiri.     

"Agh! hahah hahaha haha!" tiba-tiba saja Mentari tertawa lantang tak seperti biasanya.     

Tentu saja hal itu membuat Karina menjadi kaget, karna tak biasanya dia bertingkah seperti ini.     

"Kamu itu kenapa tertawa-tawa begitu?!" bentak Karina.     

"Hhuh! dasar orang jahat!" bentak balik Mentari.     

Seketika Karina pun menjadi sangat kaget melihat Mentari yang berani membentaknya.     

"Ah, dasar sialan! Kamu beraninya membentakku!"     

"Haha! Haha haha!"     

Hanya tertawaan lebar yang Karina dapat, tanpa jawaban sepatah kata pun dan setelah itu Mentari mendekat ke arahnya lalu mencekik lehernya sekuat tenaga.     

"Ah, dasar anak sialan! kenapa kamu mence-ce-kiku!"     

Masih tanpa sepatah kata, dan Mentari masih mencekiknya.     

Karina memukul dan menjambak-jambak rambut Mentari tapi hal itu tak membuat Mentari melepaskan hambakannya.     

"Kamu jang-an ku-rang ajar ya!"     

Bluk!     

Mentari mendorong tubuh bibinya hingga terjatuh di lantai, dan menatap wajah bibinya dengan tatapan yang aneh.     

Setelah itu dia kembali tertawa lagi, seperti bukan Mentari.     

Dan hal itu membuat Karina menjadi takut kepada keponakannya itu.     

"Dasar anak si—"     

Duak!     

Kaki Mentari mendarat tepat di wajahnya, seolah tak memberi kesempatan kepada bibinya untuk mengoceh.     

Akhirnya Karina menghentikan ocehannya karna dia tahu jika semakin dia banyak bicara maka Mentari akan semakin banyak memukulnya.     

Dan sekarang dia benar-benar merasa sangat takut tak tertahan lagi, ini perasaan takut kepada Mentari untuk pertama kalinya.     

Entah bagaimana bisa Mentari yang lemah lembut dan penurut, serta penakut itu berubah menjadi garang dan terlihat bukan seperti dirinya.     

"Haha! Haha! Haha!" Mentari meraih sebuah pisau, yang ada di atas meja.     

"Kamu mau apa dengan pisau itu, Tari!?" teriak Ratih.     

      

"Haha haha haha haha!"     

Tertawa lagi, dan lagi, itulah yang di lakukan oleh Mentari, tak ada separah kata pun yang dia ucapkan kepada sang bibi. Dia terlihat sangat bahagia saat melihat bibinya menderita.     

      

Perlahan dia berjalan mendekat ke arah bibinya. Dan dia mengambil ancang-ancang untuk menusukkan pisau itu.     

"Tidak! tolong jangan lakukan itu, Tari!"     

Mentari masih tak menghiraukannya, dia masih tertawa dengan tatapan mata yang kosong. Sangat terlihat jelas jika dia melakukan hal ini tanpa kesadarannya.     

"Haha haha haha MATI—"     

Gelebuk!     

Kelontang!     

Mentari pun terjatuh, dan pingsan.     

Karina pun merasa lega, akhirnya dia masih di berikan kesempatan hidup.     

      

Karina menatap tubuh Mentari yang masih tergeletak, dan tak sadar kan diri itu. Bahkan dia juga tak beranjak dari tempat duduknya.     

Dia merasa syok, karna bisa-bisanya Mentari melakukan hal itu kepadanya.     

      

Ceklek!     

"Mama! aku pulang!" teriak Sandra yang beru saja membuka pintu.     

"Loh ini ada apa lagi sih?! kenapa berantakan?!" Sandra tampak keheranan, "dan kenapa si Dekil ini bisa tidur di sini?"     

"Sandra! Mama takut, Sayang!" ucap Karina yang langsung memeluk Sandra.     

"Loh, ada apa, Mah?" Sandra langsung menatap ke arah Mentari lagi, "jangan bilang kalau dia sudah mati dan Mama sudah membunu--"     

"Enggak, Sandra! bukan itu, tapi tadi Tari hampir membunuh Mama!"     

"Apa?!" Sandra melepas pelukan ibunya, "Mama, ngomong apa sih?!"     

"Sandra, Mama bicara sungguh-sungguh, Sayang. Dia benar-benar akan membunuh Mama tadi!"     

Kambali meraih tubuh Sandra dan memeluknya, "Mama  takut,".     

Sandra pun kembali melepas pelukan ibunya lagi.     

"Please Ma, apa yang di takutkan dari Gadis Dekil ini?!" Sandra mendekat ke arah Mentari, "dia belum mati, 'kan?"     

      

Puk puk puk....     

"Eh, bangun!" panggil Sandra membangunkan Mentari.     

"Jangan, Sandra, jangan mendekat, nanti dia mengamuk lagi!" teriak Karina memperingatkan.     

"Biarkan saja kalau berani ngamuk, nanti sekalian biar ku hajar saja, dia pikir siapa!" cerca Sandra.     

"Tapi, San, tadi dia—"     

"Woy bangun, Tari!" teriak Sandra yang tak sabar lagi membangunkan Mentari.     

Dan perlahan Mentari pun mulai membuka matanya.     

"Loh, aku kenapa ada di sini?" ucapnya yang kebingungan.     

      

Toyor, "Heh, kamu apakan Mama saya hah?!"     

"Sa-saya?"     

"Iya, kamu, Bodoh! siapa lagi?!"     

"Tapi saya tidak ingat apa pun, Kak Sandra!"     

"Dasar, Otak Udang! gara-gara kamu, Mama jadi ketakutan begini!?" langsung meraih rambut Mentari dan menjambaknya.     

"Kamu itu sudah bosan hidup ya?!"     

"Ampun, Kak! Ampun ...."     

Karina yang masih merasa trauma pun akhirnya mendekat ke arah Sandra dan berbisik kepadanya.     

"Sudah, Sandra, Mama mohon sudah, ayo kita pergi tinggalkan dia saja," bisiknya.     

"Ih, Mama! apa-apaan sih, kenapa mendadak ketakutan begini sih?!"     

"Ayo, Sayang, pergi, Mama mohon," Karina menarik tangan putrinya itu.     

"Tapi, Ma!"     

"Sudah, ayo pergi,"     

"Awas ya!" ancam Sandra kepada Mentari.     

Mentari menunduk sesaat, lalu dia mulai berpikir tentang apa yang baru saja terjadi, dan mengapa dia bisa pingsan dan membuat sang bibi menjadi ketakutan.     

"Tante Karina, kenapa kelihatan takut sekali dengan  ku? dan kenapa aku bisa pingsan di sini?"     

Mentari terus bertanya-tanya dengan dirinya sendiri.     

Tapi dia masih juga belum mendapat jawabannya.     

Ini terasa sangatlah aneh, dan tubuhnya juga kembali terasa lemas, tapi bukan terasa lemas karna sakit, melainkan terasa lemas karna seperti habis melakukan pekerjaan yang menguras tenaga.     

Lalu Mentari pun perlahan mulai berdiri dan hendak melanjutkan pekerjaannya.     

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.