Bullying And Bloody Letters

Peneror Misterius



Peneror Misterius

0Romi tampak bingung dengan adanya surat ancaman tersebut, lalu dia menunjukkan kepada teman-temannya.     
0

"Lihat, siapa yang sudah ngasih surat begini coba?"     

"Hah, surat apaan sih?" Aldi tampak penasaran.     

Begitu pula dengan Deni, "Coba lihat?"     

Mereka mulai heran dengan siapa pengirim surat itu, karna surat itu tiba-tiba, ada di dalam saku Romi.     

Rasanya tidak mungkin si peneror bisa meletakkan surat ancaman itu di saku Romi begitu saja.     

Apa lagi sejak tadi Romi hanya bersama mereka berdua, dan sekalinya berinteraksi dengan orang hanya kepada Mentari.     

Dan hal itu rasanya tidak mungkin jika Mentari pelakunya.     

Jangan kan mengirim surat ancaman, di ambil paksa uang jajanya saja dia tidak bisa melawan, apa lagi sampai berani menaruh surat ancaman.     

Sudah pasti itu semua adalah hal yang mustahil baginya.     

      

"Terus siapa dong pengirimnya?" ucap Deni yang kembali merasa penasaran.     

"Iya, ini aneh banget, rasanya gak mungkin kalau tu surat bisa masuk gitu aja di dalam saku kamu?" ucap Aldi.     

"Maka dari itu, terasa aneh sekali karna bisa-bisanya ada yang menaruh surat ini di saku bajuku, lagi pula tidak ada satu sekolah ini yang berani dengan kita,"     

      

***     

      

Dan sepulangnya dari sekolah, Romi dan dua temannya mulai berpisah, karna hari ini Romi ada janji dengan gebetannya yang bernama Salsa, dia berasal dari sekolah lain.     

Tapi sebelum bertemu dengan Salsa, dia memutuskan untuk pulang ke rumah dulu.     

Tentunya, Romi pun ingin berpenampilan baik di depan gebetannya itu.     

      

Dan setelah sampai di rumah dan dia membuka pintu kamarnya, lagi-lagi, Romi  menemukan surat yang sama dengan yang ada di sakunya tadi.     

Tapi ada yang berbeda dengan surat ini, karna dalam surat itu terdapat banyak sekali bercak darah.     

"Darah?"     

Romi menciumnya untuk memastikan apakah benar noda itu adalah darah.     

Dan setelah mencium aromanya ternyata benar, dan noda dalam surat itu benar-benar darah.     

Seketika Romi melemparkan surat itu ke lantai.     

Lagi-lagi surat ancaman tentang kematian di kirim kepadanya.     

      

Romi tak menghiraukan semua itu, lalu dia memanggil sang ibu yang kebetulan sedang ada di dapur.     

"Bu! Ibu!" teriaknya.     

"Ada apa, Rom?" sahut ibunya.     

"Bu siapa yang baru saja masuk ke dalam rumah dan mengirimkan surat ini?"     

"Loh, gak ada kok, dari tadi Ibu sibuk memasak di dapur dan ibu juga mengunci rapat-rapat kuncinya." Tutur sang ibu.     

Yang di bilang ibunya itu memang benar, tidak ada yang bisa masuk ke dalam rumahnya kecuali dia dan ibunya, karna hanya ada dua kunci, yaitu kunci yang di pegang ibunya dan yang dia pegang.     

      

Entah siapa pengirim surat itu, yang jelas itu sangat mengganggunya. Romi merasa tak tenang, kalau saja si peneror itu menujukan wajahnya di hadapannya, sudah pasti dia akan menghajarnya tanpa ampun.     

      

Dan setelah itu dia langsung masuk ke kamarnya, dan  berganti pakaian untuk siap-siap pergi nonton dengan Salsa.     

Tapi lagi-lagi di atas kasurnya dia mendapatkan surat ancaman lagi, dengan tulisan yang sama dan dengan bercak darah yang sama.     

"Ini maksudnya apa sih?!" Romi tampak sangat kesal dan sangat muak sekali.     

Lagi-lagi dia meremas dan melempar kertas itu ke lantai.     

"Dasar surat sialan,"     

Dan dia melihat di meja kamarnya ada foto Mentari yang tengah tersenyum.     

Tentu hal itu membuatnya merasa sangat syok.     

Dalam otaknya berpikir jika pelakunya adalah Mentari, karna adanya foto itu.     

Tapi dia sendiri merasa tidak yakin karna  Mentari tidak mungkin seberani itu apa lagi sampai mengirimkan surat ancaman seperti ini.     

"Masa iya gadis itu yang mengirimiku surat ancaman ini?!"     

Romi mulai bertanya-tanya.     

      

Akhirnya sia kembali memutuskan untuk pergi saja, dan tidak memedulikan surat ancaman itu.     

Dia pun meraih sweater yang sedang tergantung di atas pintu.     

Setelah mengenakan sweater itu, dia menaruh ponselnya ke dalam saku.     

Namun lagi-lagi di dalam saku itu dia kembali mendapatkan surat ancaman lagi.     

'MINTA MAAF KEPADA MENTARI ATAU KAMU AKAN MATI,'     

"Hah,  minta maaf sama Gadis Dekil itu?" Kembali dia membanting surat itu, "mimpi kali ya!"     

Dan sambil bertolak pinggan dengan wajah menantang Romi pun berteriak-teriak berharap si peneror itu keluar.     

"Woy! siapa pun kamu! ayo cepat keluar dan hadapi aku! jangan jadi pengecut!"     

Tapi teriakan Romi pun tak mendapat respon dari si peneror, justru sang ibu yang malah datang karna mendengar teriakan dari Romi.     

      

Ceklek!     

"Romi! kamu itu ngapain sih teriak-teriak segala?"     

Seketika Romi terdiam, dan sang ibu kembali mengocehnya.     

"Jangan berisik Romi, nanti tetangga dengar, di kira sedang ada sesuatu lagi."     

"Ah, Ibu itu yang berisik! kenapa Ibu di rumah tapi tidak tahu kalau ada penyusup yang masuk!"     

"Penyusup apa?! tidak penyusup, Nak!"     

"Hah! dasar Ceroboh! ini apa, Bu!" Romi menyodorkan surat itu.     

"Memangnya apa itu?"     

"Ini surat ancaman, Bu."     

"Surat ancaman?"     

Lalu sang ibu meraih surat itu, dan melihat apa isi dalam surat itu.     

"Ini, apa? ini hanya kertas kosong saja!" Karna dalam penglihatan sang ibu kertas itu memang benar-benar kosong.     

"Tulisan huruf kapital dengan ukuran sebesar ini, tapi Ibu tidak bisa melihatnya?!"     

Dan ibunya menggelengkan kepalanya.     

"Hah?!"     

Lalu Romi meraih semua surat-surat yang sudah dia lemparkan ke lantai tadi, lalu menunjukkan kepada sang ibu.     

"Bagaimana dengan surat-surat ini, apa Ibu masih tidak bisa melihatnya?"     

Kembali ibunya menggelengkan kepalanya, karna dia benar-benar tidak melihat tulisan dan bercak-bercak darah dalam surat itu. Yang ada hannyalah kertas kosong tak ada apa pun.     

      

Romi benar-benar merasa heran, dia antara percaya dan tidak percaya jika sang ibu benar-benar tidak bisa melihatnya, karna ibunya adalah orang yang paling jujur dan tidak pernah sekali pun berbohong kepadanya.     

Tapi kali ini benar-benar aneh, akhirnya Romi berinisiatif untuk memotret surat itu dan memastikan surat itu benar-benar ada tulisannya atau tidak.     

Dan setelah dia memotretnya rupanya benar saja apa yang di ucapkan sang ibu dan surat itu memang benar-benar kosong tak bertulisan serta tidak ada setitik pun darah, benar-benar hanya kertas kosong biasa.     

"Hah?! bagaimana bisa ada hal semacam ini?!"     

Mulai dari situ, Rimi benar-benar mulai merasa takut sekaligus penasaran dan dia benar-benar tidak tahu jika semua ini benar-benar terjadi kepadanya.     

Tapi sekali  lagi dia mencoba untuk pergi saja menemui Salsa.     

Walau dia merasa takut tapi dia tetap berusaha untuk tidak mempercayai bahwa hal buruk akan terjadi kepadanya.     

"Ah, terserahlah apa pun ini, yang terpenting aku akan pergi sekarang menemui Salsa!" ujarnya.     

Sang ibu hanya bisa terdiam tanpa kata, karna dia benar-benar bingung dengan apa yang sudah terjadi kepada sang anak. Dia benar-benar tidak mengerti.     

Akhirnya dia pasrah saja dengan rasa penasarannya.     

      

Dengan langkah tergesa-gesa Romi menghampiri motornya dan berlalu pergi, karna sebuah surat, kini dia hampir saja telat menemui Salsa.     

      

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.