Bullying And Bloody Letters

Kerasukan



Kerasukan

0Esok paginya, cuaca begitu cerah seperti hari-bari kemarin. Tampak Deni dan Aldi yang terlihat murung karna baru saja di tinggal sahabatnya pergi untuk selama-lamanya.     
0

Ini terasa sangatlah berat bagi mereka berdua sudah bersahabat dengan Romi sejak kecil, bahkan sejak duduk di bangku sekolah dasar mereka sudah berteman baik.     

Kabar kecelakaan yang menimpa Romi menggemparkan sekolah.     

Mereka semua merasa sedikit tenang sekaligus miris.     

Mereka senang karna dengan meninggalnya Romi, berkurang satu orang yang meresahkan satu sekolah.     

Karna Romi dan kedua sahabatnya adalah dua preman yang di takuti oleh satu sekokah.     

Mereka selalu berbuat seenaknya dan suka memalak siswa lain.     

"Den, menurutmu apa lagi yang harus kita lakukan?"     

"Maksudnya apa, Di?"     

"Ya, kita harus melakukan apa atas kematian sahabat kita, dan jujur aku masih bingung tentang dia yang menyebut nama Cewek Dekil itu, maksudnya apa?" tanya balik Aldi.     

"Soal itu jujur aku juga tidak tahu, aku juga bingung, Romi jelas-jelas meninggal karna kecelakaan lalu lintas, lalu apa hubungannya dengan si Dekil itu!"     

"Iya, kamu benar, dan kalau pun benar, dia penyebabnya, lalu untuk apa dia menyuruh kita untuk menjauhinya?"     

"Nah, itu dia yang membuatku sedikit pusing,"     

      

Dan pada saat mereka berdua tengah mengobrol, tiba-tiba tepat di hadapan mereka Mentari pun lewat.     

Melihat ada Deni dan juga Aldi di lorong sekolah itu, membuat Mentari ketakutan, lalu dia mempercepat langkahnya.     

Sambil menundukkan kepalanya dia berjalan setengah berlari.     

"Eh, lihat itu ada ,si Dekil, lewat," ujar Deni.     

"Wah, iya itu, ayo kita hampiri!" ajak Aldi.     

Mereka pun berjalan mendekati Mentari, yang sudah melangkah agak menjauh itu.     

Tapi meski Mentari sudah berlari sekalipun langkahnya tidak bisa menandingi, dua laki-laki berbadan cukup besar darinya itu.     

"Eh, Dekil! mau kemana kamu?!" sergah Deni.     

"Ett, kena!" Aldi memegang tas bagian belakang Mentari.     

"Tolong jangan ganggu saya, tolong jangan minta uang saya," mohon Mentari.     

"Ok, kita gak akan minta uang kamu, tali kita ingin berbicara dengan kamu," tukas Aldi.     

"Bicara denganku?" Perasaan Mentari mulai tidak enak, "bicara apa?" suaranya mulia bergetar.     

"Ayo ikut!" Aldi menarik tangan Mentari dengan kasar.     

"Ta-ta-tapi!"     

"Sudah ayo jangan bawel!" bentak Aldi lagi.     

      

Lalu mereka berdua mengajak Mentari di sebuah tempat yang sepi, tempat di mana mereka berdua dan Romi sering di gunakan untuk nongkrong, dan merokok.     

"Duduk kamu!" bentak Aldi sambi mendudukkan paksa Mentari.     

"Kalian mau apa?" tanya Mentari yang ketakutan.     

"Sekarang, katakan, apa benar kematian Romi ada hubungannya dengan mu?!" cecar Aldi.     

"Hah?!" Mentari tampak kaget, karna dia yang tidak tahu apa-apa, tiba-tiba di sangkut pautkan dengan katian Romi.     

"Ayo jawab!" bentak Aldi.     

"Udahlah, Di, kayaknya percuma kita nanyain si Dekil ini, lebih baik kita ambil uangnya saja," usul Deni.     

"Tapi, Den, gak mungkin kan, Romi bakal ngomong kayak begitu, kalau ni cewek gak ada hubungannya dengan Romi," sangkal Aldi.     

"Iya, sih, tapi lihat deh sifat pecundang dan penakutnya ini, tidak mungkin dia itu berbuat apa-apa, jelas-jelas Romi mati karna kecelakaan!"     

"I-iya, kalian kenapa bertanya begitu kepadaku? Kalian kan tahu kalau tidak ada sangkut-pautnya dengan kematian Romi," balas Mentari.     

"Tapi sebelum Romi mati dia menyebut namamu, Bodoh!" cerca Aldi.     

"Tapi, sumpah demi apa pun aku benar-benar tidak tahu menau soal kematian Romi."     

"Sudahlah  Di, anggap saja, Romi tidak pernah bicara seperti itu dan lupakan itu semua lalu kita ambil uangnya," usul Deni lagi.     

"Tolong jangan, karna kalian aku menjadi sering kelaparan, dan aku lelah pulang berjalan kali, kakiku terasa sakit," keluh Mentari memelas.     

"Aku tidak peduli tuh!" ucap Deni sambil selengean.     

"Tapi, tadi kalian sudah janji kalau kalian tidak akan mengambil uangku!"     

"Haha! dasar Bodoh, mana mungkin kita akan membebaskan target begitu saja," ujar Deni.     

"Iya, benar! mana mungkin kita akan membiarkanmu pergi begitu saja karna setoran!" timpal Aldi.     

Dan lagi-lagi merela menggeledah uang Mentari. Dan segera pergi setelah mendapatkannya, dan itu juga sering mereka lakukan kepada siswa dan siswi lainnya.     

Namun kali ini Mentari tidak terima dengan perlakuan mereka, akhirnya dia pun mengejar Aldi dan Deni untuk merebut uang jajanya yang mereka ambil.     

"Aku tidak mau jalan kali lagi! Aku tidak mau kelaparan lagi! kadi tolong kembalikan uangku!" oceh Mentari sambil berusaha meraih uang itu.     

Uang itu di pegang oleh Aldi, dan tentu saja dia tidak mau memberikannya begitu saja.     

"Enak aja, ingin uangnya kembali!"     

Duak!     

Aldi menendang Mentari hingga terjatuh sungguh tidak ada rasa belas kasihan di hati mereka, padahal Mentari adalah seorang perempuan, tentu saja perlakuan seperti itu tidak pantas di laukan oleh seorang laki-laki terhadap perempuan.     

"Kamu pikir kamu itu bisa menakuti kami dengan teriakkan mu yang tadi?!" timpal Deni.     

Hueek cuih!     

Tanpa ada rasa manusiawi, Deni membiang ludah di kepala Mentari.     

Tentu hal itu membuat Mentari merasa sangat marah sekali, ini benar-benar sebuah hinaan, tapi apalah daya, dia tidak bisa berniat apa-apa, kalau dia melawan dua preman itu, yang ada dia sendiri yang akan celaka.     

Dia pun terdiam sambil menangis, dan meratapi segala perlakuan buruk ini.     

Dan tepat saat itu juga, dia merasa ada yang memegang pundaknya kirinya, dan saat dia menengok, ternyata orang memegang pundaknya itu adalah Cinta.     

"Cinta?"     

Dan Cinta mengangguk dengan tatapan datar tanpa sepatah kata.     

Lalu perlahan tubuh Cinta lenyap dari hadapannya dan perlahan merasuk ke dalam tubuh Mentari.     

Seketika Mentari merasakan sesuatu yang berat seakan menabrak tubuhnya, namun rasa itu hanya sesaat, dan setelah itu dia sufah tidak ingat apa-apa lagi.     

      

Kembali tubuh Mentari di kuasai oleh arwah Cinta.     

Seketika Mentari pun terbangun dan langsung menghampiri dua anak berandal itu.     

"Mati! Mati Kalian!" teriak Mentari dengan suara Lantang. Tanpa ragu kedua tangannya meraih leher Deni dan Aldi lalu mencekiknya.     

Tubuh kakar kedua pria itu pun sampai terangkat oleh satu orang wanita dengan tubuh yang jauh lebih kecil dari mereka.     

Kaki mereka terlihat mengayun dan meronta-ronta  mereka tidak bisa bicara karna tenggorokannya yang tercekik.     

Sementara Mentari malah tertawa-tawa bahagia melihat dua anak berandal itu yang kesusahan.     

"MATI! MATI! SUDAH SIAPA MATI YA HAHAH HAHAHAHHA!     

Karna suaranya yang sangat berisik, sehingga mengundang siswa-siswa lain berdatangan.     

Karna mereka sangat penasaran dengan suara itu.     

Dan tentu saja, melihat Mentari yang tiba-tiba memiliki kekuatan super pun menjadi takjub sekaligus ketakutan.     

Mereka takut jika Deni dan Aldi akan mati akibat dari cekikan Mentari itu.     

      

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.