Bullying And Bloody Letters

Masih Di Teror



Masih Di Teror

0"Pak, apa boleh saya ambil kertas ini?" tanya Mentari.     
0

"Oh, iya boleh, silakan," jawab Pak Toto dengan ramah.     

"Terima kasih ya, Pak,"     

"Iya, dan kalau boleh tau, kertas untuk apa ya?"     

"Ah, entalah, tapi saya seperti mengebal gadis ini," jawab Mentari.     

Lalu karna dia sudah selesai membantu Pak Toto dan jam masuk sudah sekat akhirnya, dia pun masuk ke dalam kelas, dengan membawa satu lembar berkas pendaftaran itu.     

      

      

Dan setelah sampai di dalam kelas, Laras pun sudah menyambutnya.     

"Eh, Mentari, kamu kok lama banget sih?" tanya Laras.     

"Iya, dan aku menemukan sesesatku di dalam gudang tadi,"     

"Sesuatu apa?"     

"Ini," Mentari menunjukkan selembar kertas itu.     

Tapi Laras masih tampak tak mengerti maksud dari Mentari itu.     

"Sudah, nanti istirahat aku kasih lihat,"     

"Tapi, istirahat nanti kamu kan janji akan mengajariku, rumus PR kemarin,"     

"Ah, iya juga ya, ya sudahlah kita bahas nanti lagi,"     

      

***     

Tring....     

Terdengar suara bel istirahat, dan semua tampak penuh semangat keluar dari dalam sekolah.     

"Kita ke kantin yu," ajak Laras.     

"Ah, iya." Jawab Mentari.     

      

Dan setelah mendapatkan bangku yang pas mereka pun duduk, sambil menunggu, pesanan bakso mereka jadi.     

"Kamu tadi mau nunjukkin apa?" tanya Laras.     

"Loh, kamu bukannya pengen aku ngajarin rumus yang kemarin dulu?" tanya balik Mentari.     

"Ah, itu nanti saja, lagi pula guru mata pelajaran itu sedang tidak masuk ini," jelas Laras.     

"Ah, yasudah kalau begitu," Mentari mengeluarkan selembar berkas tadi, yang dia dapatkan dari gudang sekolah bersama Pak Toto tadi.     

"Ini, aku tadi nemuin berkas ini,"     

"Memang berkas apa itu?"     

"Ini adalah berkas pendaftaran siswa 3 tahun yang lalu, dan ini adalah berkas milik Cinta, gadis misterius yang aku bilang tempo hari,"     

"Maksudnya, hantu itu?"     

"Hantu?"     

"Iya, hantu, hanya kamu yang bisa melihatnya, lalu namanya apa kalai bukan hantu,"     

"Wah iya juga ya," Mentari melanjutkan ceritanya.     

"Jadi, Cinta itu adalah mantan siswi sekolah ini yang hilang pada saat acara Masa Orientasi Siswa." Jelas Mentari.     

"Hah! jadi dia alumni sini?!"     

"Iya, dan aku yakin, dia itu bukan hanya hilang saja, tapi juga sudah meninggal di tempat ini,"     

"Ig, please, Mentari, jangan nakut-nakutin dong," Laras tampak ketakutan.     

"Maaf, Laras, kalau aku bikin kamu takut, mungkin sebaiknya aku hentikan saja ya ceritaku," Mentari tampak menyesal.     

"Eh, jangan dong, lanjutkan  saja, karna walaupun takut, tapi aku masih sangat penasaran kok." Tutur Laras.     

Tapi Laras memegang tangan Mentari di panjang Mentari bercerita.     

      

Dan tak lama pesanan bakso mereka pun sampai, kemudian Mentari dan Laras pun langsung menyantapnya, karna mereka memang sedang kelaparan.     

Tapi cerita masih berlanjut, dan mereka mulai menduga-duga tentang kematian Cinta.     

"Apa mungkin Cinta itu mati karna kecelakaan?" tebak Laras.     

"Entalah tidak tahu juga, Pak Toto hanya bilang, kalau siswi itu mengilang saat mengikuti MOS hari terakhir, siswi itu menghilang sekitar jam istirahat sudah mulai tidak terlihat laku, sampai pulang sekolah dan di keesokan harinya, gadis itu benar-benar sudah tak terlihat lagi hingga dinyatakan telah menghilang."     

      

"Lalu, apa yang menyebabkan dia menghilang dan sampai mati?"     

"Entalah, aku juga sedang memikirkan itu, tapi aku yakin jila dia bukan mati karna kecelakaan, tapi mati karna di bunuh," tebak Mentari.     

"Ah, masa sih di bunuh?!"     

"Ya, karna bagaimana mungkin seorang gadis tiba-tiba menghilang dan mati, tapi tidak ada yang menemukan jasadnya hingga kini, aku yakin bahwa pasti ada yang sengaja membunuh dan menyembunyikan jasadnya, sehingga sampai detik ini tidak ada yang menemukannya." Tutur Mentari.     

"Iya juga ya,"     

      

Dan tak lama bel masuk jam berikutnya mulai terdengar, Laras dan Mentari pun langsung kembali ke kelas mereka.     

Seperti kemarin hari ini iun pelajaran juga  berjalan lancar seperti kemarin.     

Hingga tak terasa waktu pun berlalu cepat dan mereka pulang.     

      

"Dadah, Mentari, sampai ketemu besok, Ya!" teriak Laras.     

"Iya, Laras, bye!" sahut Mentari.     

Kemudian setelah Laras berlalu, tiba-tiba sebuah mobil sedan hitam mewah, pun terparkir di depannya.     

Rupanya mereka adalah Karina dan juga Sandra putrinya.     

"Eh, Dekil! kamu mau pulang bareng enggak?!" tanya Sandra dengan ketus.     

"Kaka  ngajakin aku pulang?" tanya Mentari yang bersemangat.     

"Iya, buruan!" Sahut Sandra.     

Tak bisanya mereka berdua pun mengajak Mentari pulang bersama mereka.     

Padahal biasanya, jangankan untuk pulang bersama, saling saja tak pernah.     

Karna Sandra malu di lihat teman-temannya kalau dia sedang berbicara dengan Mentari.     

      

Dan tak hanya pulang bersama, tapi sebelum pulang, mereka membelikan tas, dan juga setagag baru untuk Mentari.     

Dan menyuruh Mentari untuk berganti pakaian untuk saat itu juga.     

"Memang, kenapa harus di pakai sekarang? kan sekarang sudah waktunya pulang dari sekolah," tanya Mentari.     

"Sudah jangan berisik, sekarang kamu diam dan menurut saja!" jelas Sandra.     

"Mentari, nanar kata Sandra, kamu menurut saja, dan jangan bilang yang aneh-aneh dengan Om kamu, karna kita akan menjemputnya di bandara sekarang," jelas Karina sama bibi.     

      

Seketika Mentari pun mengerti, kenapa mereka mengajaknya pulang bersama hari ini, dan bahkan sampai membelikan seragam baru untuknya.     

'Yah, pantas saja, mereka sangat baik ke pasar baru haru ini, jadi karna Om Dimas yang akan pulang rupanya,' batin Mentari.     

Mentari pun hanya bisa pasrah dan menuruti apa yang di inginkan oleh, bibinya itu.     

      

Hari ini sikap Karina kepada Mentari juga mulai sedikit kasar lagi, setelah beberapa baik dan seolah takut serta menjauhi Mentari, tiba-tiba sekarang dia mulai berani lagi kepada Mentari.     

Dan tak lama mereka pun sampai ke bandara.     

Dengan senyuman yang penuh percaya diri dan semeringah, mereka menyambut kedatangan Dimas.     

Hanya Mentari yang tampak biasa saja, dan bahkan malah terlihat sedikit suram.     

Melihat hal itu membuat Sandra merasa kesal dan langsung menyuruh Mentari tersenyum dan berpura-pura bahagia seperti mereka.     

"Ayo senyum, jangan pasang muka melasmu itu," ancam Sandra.     

"Iya, Kak Sandra," jawab Mentari.     

      

Dan tak lama pesawat pun mendarat, dan dengan senyuman yang penuh kepalsuan mereka semua menyambut kedatangan Dimas.     

Dimas pun muncul, dan tampak bahagia sekali bertemu dengan keluarganya itu.     

"Eh, Papa, akhirnya datang juga, Mama kangen banget sama Papa," ucap Karina sambil memeluk suaminya.     

"Papa, Sandra juga kangen banget sama, Papa," imbuh Sandra.     

"Iya, Papa juga kangen dengan kalian, Mentari, ayo kesini, kok kamu diam saja," panggil Dimas.     

Dan seketika Sandra dan juga Karina, tampak tersenyum masam, karna geram melihat Dimas yang lagi-lagi selalu perhatian kepada Mentari.     

      

Dan dengan sedikit ragu-ragu Mentari pun berjalan menghampiri Dimas, lalu turut memeluknya.     

"Kamu itu tidak kangen ya sama, Om?" tanya Dimas.     

"Ka-kangen, Om," jawab Mentari, 'Tari kangen banget, Om,' batin Mentari.     

      

Kalau ada kesempatan, ingin rasanya Mentari berbicara berdua saja dengan Dimas, dan mengungkapkan segala keluh kesahnya. Tapi selama ini tidak ada kesempatan itu untuknya.     

Lagi-lagi Katie dan Sandra, tidak mau memberi kesempatan dia dan sang paman lebih dekat lagi.     

Karna mereka tidak ingin juga Mentari merebut hati mereka lebih dalam bentak lagi.     

Karna dengan begini saja, perhatian Dimas kepada Mentari sudah cukup besar, apa lagi kalau sampek mereka berdua lebih akrab lagi, tentu sudah pasti posisi Sandra dan juga Karina akan sangat terancam karna kebohongan mereka yang akan terbongkar.     

"Ya sudah, Mas  ayo kita pulang sekarang," ajak Karna kepada Suaminya.     

"Iya, Pa, Mama sudah masak banyak banget lo, buat Papa," sambung Sandra.     

"Wah, asyik,".     

      

      

      

Vroom!     

      

Tak terasa akhirnya mereka pun sampai di rumah. Dan Karina langsung melayani suaminya dengan baik, dengan sambitan ramah serta hidangan yang memenuhi meja makan mereka.     

      

"Ayo kita makan bersama-sama," ajak Karina dengan lembut.     

"Mentari Sayang, kamu mau lauk apa?" tanya Karina yang seolah-olah terlihat ramah dan sangat baik.     

"Loh, kok diam saja! ayo bilang biar Tante ambilkan," sekali lagi dia pura-pura baik.     

"Ah, tidak usah, Tante, nanti, Tari  sendiri,"     

"Oh, begitu, yasudah kita langsung makan saja," Dan sesaat Karina kembali melirik kearah Mentari dengan tatapan yang sinis.     

      

Seketika perasaan Mentari kembali tidak enak lagi, pasti setelah ini dia akan kembali di siksa.     

Dab selalu begitu, dia akan si sayang ketika pamannya datang dan akan di diksa ketika pamannya sudah pergi.     

      

Setelah makan malam itu, Mentari pun kembali ke kamarnya.     

Namun ketika hendak memasuki kamarnya, tiba-tiba sang bibi sudah ada di belakangnya.     

"Malam ini kamu tidur di tempat Sandra, biar Sandra yang ada di sini," lirih Karina di telinga Mentari.     

"Baik, Tante."     

Mentari pun menuruti apa yang sudah di perintahkan oleh bibinya.     

Tapi saat memasuki kamarnya dia melupakan sesuatu yaitu diaryanya.     

Lalu Mentari pun berinisiatif untuk mengambilnya.     

"Eh, mau kemana kamu?!" tanya Sandra.     

"Saya mau mengambil barang saya yang  ketinggalan, Kak," ucapnya.     

"Barang yang ketinggalan, barang apa?!"     

Mentari terdiam sesaat, "Bu-buku kak,"     

"Halah! gak penting! cepat kembali ke kamarmu saja, dan jangan berisik!" sergah Sandra.     

Akhirnya Mentari pun kembali megalah dan tidak mengambil buku diary itu.     

      

Dia kembali ke kamar yang bertukaran kamar dengan Sandra,  itu dia pun tertidur.     

Sementara itu Sandra tampak kesal sekali tidur di kamar Mentari yang sempit itu.     

"Andai aku bisa terang-terangan tidur di kamar besar itu, pasti aku tidak akan tinggal di tempat ini!" gerutnya.     

Dan. Dia melihat di atas meja ada buku diary berwarna merah jambu.     

"Jadi dia tadi ingin mengambil ini ya?" tukas Sandra lalu dia pun tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.     

"Haha! hari gini  masih aja nulis di buku beginian!"     

      

Prangg!     

Terdengar seperti benda yang terjatuh.     

"Apaan sih, berisi banget sih!"     

Sandra mulai mencari-cari sumber suara gaduh itu, matanya mulai jelalatan, tapi dia tidak menyangka  apa pun.     

"Tadi itu suara apan sih?!"     

      

Lalu di belakang terasa ada yang memegang pundaknya.     

"Siapa, sih?" dia menoleh, dan ternyata di belakangnya ada seorang gadis berwajah pucat tengah tersenyum kepadanya.     

      

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.