Bullying And Bloody Letters

Di Hukum



Di Hukum

0Mentari pun merogoh uang di sakunya dan hendak memberikan kepada Aldi dan Deni, tapi tiba-tiba di belakangnya ada Alvin dan menahan tangan Mentari untuk mengulurkan uang itu kepada Aldi dan Deni.     
0

Tentu saja hal itu membuat Deni dan Aldi menjadi geram melihatnya.     

"Siapa kamu?! mau jadi pahlawan kesiangan ya?!" ucap Deni.     

Alvin mengernyitkan keningnya sesaat lalu dia tersenyum tipis dengan sinis.     

"Kalian bukan laki-laki ya?" sindir Alvin dengan nada rendah.     

"Eh! maksudnya apa?!" Deni langsung berdiri dengan wajah menantang dan mendekat ke arah Alvin.     

Alvin mengerutlan keningnya lagi, dan melihat Deni seolah-olah dengan tatapan jijiknya.     

"Kalian ini benar-benar menjijikkan, harusnya kalian itu tidak perlu menganiaya perempuan! Apa kalian tidak malu?" lagi-lagi suara Alvin masih terdengar sangat rendah tapi sangat menohok bagi Aldi dan juga Deni.     

"Wah, sialan! berani sama kita ya?!" Aldi pun langsung tersulut emosi dan langsung berjalan menghampiri Alvin juga.     

"What? kenapa kalian mendekat?" Huff... mengela nafas.     

"Kalian ingin mengeroyokku ya?" tukas Alvin.     

"Ah! banyak bacot!" Aldi yang sudah tak tahan pun langsung menonjok wajah Alvin.     

Alvin sedikit kaget karna di tonjok oleh, Aldi.     

Tapi tonjokan itu tak berarti apa-apa baginya, dan hal itu justru membuatnya semakin tertantang untuk semakin menyerang Aldi dan juga Deni.     

Duak!     

Tanpa basa-basi Avin menonjok hidung Aldi hingga mimisan, dan hal itu membuat Aldi peringisan kesakitan sekaligus membekap hidungnya.     

"Aldi! Kamu gak apa-apa?!" tanya Deni.     

Dan dia langsung berbalij menyerang Alvin, tapi Alvin berhasil menghindar darinya.     

"Dasar sialan! dengan berhasil menghindariku, bukan berarti kamu berhasil lepas dariku ya!" ancam Deni, lalu dia kembali bangkit dan hendak menyerang Alvin lagi.     

Tapi belum sempat menyerang Alvin, tapi malah Alvin yang sudah menyerangnya duluan.     

Duak!     

Tinjuan Alvin sudah mendarat duluan di wajah Deni, hingga bibir Deni sampai berdarah-darah.     

"Sial!" Deni pun semakin kalap, kembali dia mengepalkan tangan dan hendak menyerang balik Alvin.     

Sreek!     

Kepalan tangan Deni langsung di tangkap oleh Alvin, dan Alvin memutar tangan Deni hingga sedikit bunyi gemertak tulang patah.     

"AKH!" teriak Deni dengan kencang.     

Dan kejadian itu kembali mengundang kerumunan, dan Pak Handoko pun juga datang.     

"Ya ampun! kalian lagi rupanya!" teriak Pak Handoko.     

Dan Bu Maya, si kepala selolah pun juga hadir, di belakang Pak Handoko.     

"Kalian berdua ini, Aldi dan Deni, selalu buat masalah! bosan saya dengan ulah kalian!" teriak Bu Maya.     

"Sudah, Bu! sabar, kita bawa saja dua orang ini, masuk ke ruang Kepsek, dan Bu maya, silahkan bicarakan baik-bqik," tutur Pak Handoko, yang mencoba menenangkan Bu Maya, tentu saja dia tidak mau masalah dan keributan semakin bertambah.     

"Iya, Pak, Pak Handoko benar, ayo kita giring mereka semua ke ruangan saya," perintahnya.     

Akhirnya mereka semua pun di giring di ruangan Bu Maya, termasuk Mentari dan juga Laras.     

"Sekarang bisa kalian ceritakan keonologi kejadian tadi?" tandas Bu Maya.     

Dan mereka semua pun terdiam, apalagi Aldi dan juga Deni mereka serasa mati kutu, karna untuk kesekian kalinya mereka mendapatkan maslah seperti ini.     

Biasanya orang yang bermasalah dengan mereka akan menuruti ancaman mereka, lain halnya dengan sekarang, karna mereka berhadapan dengan Alvin yang sangat kuat dan sangat berani di tambah lagi dengan Laras yang juga tak kalah berani dari Alvin, meskipun Laras itu perempuan.     

"Kenapa tangan kamu Deni? kenapa pringisan begitu?" tanya Bu Maya.     

"Sakit, Bu. Sakit sekali, sepertinya tulangku patah, dan ini semua gara-gara anak baru itu!" tunjuk Deni kearah Alvin.     

Alvin menanggapinya tanpa ekspresi, dia sama sekali tidak peduli.     

Dan Aldi, pun tak tinggal diam dan dia juga turut memojokkan Alvin.     

"Iya, Bu Maya! anak baru itu juga sudah melukai hidubgku, dia itu bukanlah anak baik-baik!" cerca Aldi.     

Huuftt... Alvin pun hanya bisa menghela nafas sambil menggelengkan kepalanya. Karna mau seperti apa pun mereka berdua memojokan dan menjelekkannya, tidak akan berarti apa pun baginya. Semua orang pun sudah pasti tahu siapa yang sudah berniat salah, dan siapa yang sering membuat masalah.     

Tidak akan ada yang memebela mereka berdua, bahkan Alvin sangat yakin bahwa Laras dan Mentati sudah pasti akan berada di pihaknya dan akan memebelanya.     

"Wah, begitu ya rupanya," Laras langsung berdiri sambil bertolak pinggang, "mana ada preman yang merasa teraniaya?" tukas Laras sambil melipat kedua tangannya.     

"Eh, Cewek Jalang! jangan asal bicara ya, maksudnya apa?!" bentak Aldi.     

"Diam kamu, Aldi!" brak! Bu Maya sampai menggebrak mejanya, "biarkan Laras bicara, lagi pula apa pantas seorang siswa terpelajar berbicara kasar begitu di depan kepala sekolah!?" cerca Bu Maya.     

Dan seletika Aldi pun terdiam, Bu Maya berjalan mendekat menghampiri Laras.     

"Laras, bisa kamu ceritakan dengan detail, keonologi kejadian tadi?" tanya Bu Maya.     

Dan Larsa pumengangguk penuh yakin, lalu dia kembali duduk lagi dengan tenang.     

"Jadi begini, Bu Maya, tadi saya dan Lara sedang asyik duduk di taman lalu datang dua preman itu dan membuat onar seperti biasa. Mereka meminta uang jajan kami, dan sedikit dengan gertakan dan ancaman. Oh, bukan hanya gertakan, tapi mereka benar-benar berbuat kasar kepada kami, dia salah satu dari anak pereman itu, mencengkram dagu saya dengan kuat dan sampai saat ini masih teras sakit ...." Laras pun sampai memegangi dagunya lagi, "lalu datang Alvin yang sudah menolong kami. Jadi kesimpulannya yang salah adalah dua preman ini!" tutur Laras panjang lebar sambil menunjuk-nunjuk Aldi dan juga Deni.     

Mereka pun seketika langsung     

Melotot menatap Laras, mereka sangat geram dengan tingkah Laras yang menurut mereka terlalu semena-mena terhadap mereka. Padahal memang mereka benar-benar salah.     

"Benar seperti itu, Mentari?" tanya Bu Maya seraya melirik ke arah Mentari.     

Dan Mentari pun mengangguk, ragu-ragu.     

Lalu Bu Maya, bergantian melirik ke arah, Alvin. "Apa benar begitu Alvin?" tanya Bu Maya.     

Dan Alvin pun langsung mengangguk penuh yakin, "Iya, benar Bu Maya."     

Cek cek cek... Bu Maya pun sampai berdecak heran sambil menggelengkan kepalanya.     

Dia berbalik mendekat ke arah Aldi dan Deni.     

"Lagi-lagi kalian itu selalu membuat onar! saya akan membuatkan surat Skorsing untuk kalian berdua!" tegas Bu Maya.     

"Ja-jangan, Bu!" pinta Deni.     

"Kenapa? kamu takut di hukum juga sama orang tua kamu?!" tanya Bu Maya.     

Aldi menggelengkan kepalanya.     

"Bu, tolong jangan hukum kami, kami masih ingin ke sekolah!" mohon Aldi.     

"Untuk apa kalian meminta saya tidak menghukum kalian? kalian masih niat sekolah?!" tanya Bu Maya lagi.     

Dan mereka berdua pun mangangguk.     

"Iya, Bu!" jawan serempak Aldi dan Deni.     

"Kalau begitu berlaku yang baik di sini, dan jangan buat keonaran. Ini adalah kesempatan terakhir kalian!" tegas Bu Maya, yang memperingatkan Deni dan Aldi.     

"Iya, Bu!" kembali Deni dan Aldi menjawab kompak.     

"Dan kamu Alvin," Bu Maya menoleh ke arah Alvin, "kamu tetap akan mendapatkan hukuman, karna meskipun niat kamu baik, tapi kekerasan tetap tidak di benarkan," ucap Bu Maya.     

"Iya, Bu." Jawab Alvin singkat.     

"Tapi, Bu. Alvin tudak salah, Alvin begitu karna menolong kami terutama saya khususnya," Mentari tampak keberatan menerima keputusan Bu maya.     

"Jadi tolong bebaskan dia saja, Bu. Saya saja yang di hukum," tukas Mentari.     

"Kamu juga akan di hukum, Tari, dan kamu juga Laras," sambil menunjuk Laras, "saya, Bu?" Laras menunjuk ke arahnya dirinya, sendiri.     

"Iya, kalian bertiga akan tetap dihukum biar adil, karna Alvin berbuat kasar untuk menolong kalian, masa kalian membiarkan, Alvin di hukum sendirian? tidak adil, 'kan?"     

Dan akhirnya mereka berdua pun memutuskan untuk pasrah di hukum oleh Bu Maya, begitu pula dengan Alvin.     

***     

Dalam siang yang sedikit terik, dan seluruh siswa dan siswi mulai pulang kerumah masing-masing, hanya tinggal beberapa siswa dan diswi yang sedang mengikuti eskul dan para anggota OSIS.     

Sementra, Alvin Mentari dan juga Laras masih berada di sekolah untuk menjalankan hukumannya, yaitu membersihkan gudang sekolah.     

Bu Maya, juga belum pulang, dia sedang memantau langsung tiga muridnya yang sedang di hukum itu.     

"Baik, sekarang tugas kalian memindahkan kardus-kardus itu ke gudang sebelah ya, karna ruang ini akan di sulap menjadi ruang eskul baru," tutur Bu Maya yang memberikan mengarahkan.     

"Iya, Bu," jawab serempak mereka bertiga.     

"Jangan lupa juga ruangan harus di sapu bersih dan di pel ya," imbuhnya.     

"Iya, Bu!" jawab serempak lagi.     

Lalu Bu Maya, pun pergi meninggalkan mereka bertiga.     

Mereka bertiga memulai pekerjaannya, dan memindah-mindakan kardus dan barang-barang lainnya.     

"Gila ni, Bu Maya, masa kita suruh bersih-bersih begini sih! padahal kita ini kan gak salah apa-apa," oceh Laras.     

"Sudah lah, Ras, kita lakukan saja, lagi pula, paling cuman satu jam," tukas Mentari menenangkan Laras.     

"Satu, jam, Tari. Itu kalau aku pulang sudah nyampe rumah dari tasi," keluh Laras.     

"Yasudahlah gak apa-apa sekali-kali kita olah raga," tukas Mentari, lagi-lagi mencoba menenangkan Laras.     

Tapi bukannya tenang Laras malah mengoceh tidak karuan.     

Dan hal itu membuat ruangan terdengar berisik.     

Kebrisikan mereka berdua mulai Menggangg pendengaran Alvin, yang sejak tadi sedang fokus memindah-mindakan barang.     

"Kalian ini bisa diam enggak sih?!" tanya Alvin.     

Seketika Mentari dan Laras pun berhenti berbicara sejenak.     

"Kalian tidak lihat dari tadi aku buru-buru membereskannya, biar bisa cepat pulang, tapi kalian malah asyik bercanda!" Aiceh Avin.     

"Ma-maafin kita ya, Vin," ucap Mentari sedikit gagap.     

"Duh Vin. Gak usah berlebihan lah ya. Kita juga bekerja kok, kamu gak sendirian!" sangkal Laras.     

"Iya, tapi yang serius dong! biar cepat pulang, aku juga males berada di sini! semua gara-gara kalian!" oceh Alvin.     

"Eh, lagian siapa suruh bantuin kita hah?!" ujar Laras yang tak terima dengan perlakuan Alvin.     

"Dasar gak tau diri," lirih Alvin tapi sedikit menohok.     

"Eh, maksudnya apa?!" emosi Laras pun kembali tersulut.     

"Laras, udah dong, jangan emosi," tukas Mentari mencoba yang menenangkan sahabatnya.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.